Yuta Watanabe menjatuhkan diri di lapangan setelah Zheng Siwei gagal mengembalikan kok. Watanabe berteriak, berlari keliling lapangan, melompat-lompat melepaskan ketegangan setelah bermain tiga gim. Pasangannya, di ganda campuran, Arisa Higashino, pun berteriak histeris. Mereka kemudian saling berpelukan. Air mata meleleh dari sudut mata Higashino.
Kemenangan 21-12, 14-21, 21-19 merupakan kemenangan pertama Watanabe/Higashino dalam tiga pertemuan dengan pasangan China, Zheng Siwei/Chen Qingchen. Duel mereka pada Sabtu lalu sangat ketat, emosional, dan frontal. Mereka pemain muda yang bersinar, tetapi belum cukup matang untuk menghadapi laga-laga penuh tekanan.
Kekalahan ini melukai Chen yang tidak mau melayani wawancara di area mixed zone. Dia berlalu dengan wajah membatu, meninggalkan Zheng. Ini mengecewakan karena di penyisihan Subgrup 1A, Zheng/Chen juga kalah dari pasangan Hongkong, Tang Chun Man/Tse Ying Suet.
Dua pasangan ini adalah duet pemain-pemain muda. Zheng Siwei dan Arisa Higashino baru berusia 20 tahun, sedangkan Cheng Qingchen dan Yuta Watanabe setahun lebih muda.
Tekanan untuk memetik poin di kejuaraan beregu memang sangat besar. Bahkan, pemain sekelas Lin Dan, Chen Long, dan Lee Chong Wei masih merasakan itu. "Ya, tekanan itu selalu ada. Saya juga merasakan. Itu menjadi tantangan bagi setiap pemain," ujar Chong Wei setelah mengalahkan pemain Jepang berusia 22 tahun, Kenta Nishimoto, di perempat final.
Lin Dan pun mengakui para pemain muda saat ini semakin bagus dan sulit dihadapi. Namun, pengalaman dan kematangan dirinya menjadi penentu kemenangan 21-19, 21-16 atas Kenta Nishimoto di semifinal. "Saya sedikit tertekan di gim pertama, bukan karena performa saya menurun, melainkan karena tingkat persaingan di bulu tangkis semakin tinggi sehingga pertandingan semakin sulit," ujar Lin Dan.
Mental dan pengalaman
Di Piala Sudirman 2017 ini banyak tim yang membawa para pemain muda. Jepang membawa Akane Yamaguchi yang baru berusia 19 tahun. China bahkan menurunkan He Bingjiao di final melawan tunggal putri Korea Selatan, Sung Ji-hyun. Bingjiao tampil energik dan cepat, tetapi Ji-hyun lebih matang dan berpengalaman sehingga bisa mengatur tempo permainan dan menang 21-12, 21-16.
"Ini seperti dunia yang lain bagi saya. Ini tentu menjadi bekal saya untuk lebih baik lagi, saya masih muda, masih 20 tahun, dan di China pemain seusia saya jarang tampil di final, jadi ini fantastis," ujar Binjiao kepada wartawan Kompas, Agung Setyahadi, di Gold Coast, Australia, Minggu (28/5).
Kematangan dan pengalaman juga menjadi penentu kemenangan ganda putri Korea Selatan di final. Chang Ye-na/Lee So-hee sempat tertekan oleh permainan agresif Chen Qingchen/Jia Yifan. "Pasangan muda China sangat bagus. Mereka akan menjadi pasangan yang hebat di masa depan," ujar Lee So-hee yang berwajah menawan.
Kematangan juga menjadi penentu kemenangan 21-14, 21-15, ganda putra China, Fu Haifeng/Zhang Nan, atas pasangan Korea Selatan, Choi Solgyu/Seung Jae-seo, di partai final. Fu Haifeng sudah berusia 33 tahun dan Zhang Nan 27 tahun. Sementara Choi Sol-gyu baru 21 tahun dan Jae-seo 20 tahun.
Anomali terjadi pada ganda campuran Korsel, Choi Sol-gyu/Chae Yoo-jung, yang mengalahkan pemain senior China, Lu Kai/Huang Yaqiong, di final Piala Sudirman. Choi/Chae dan Lu/Huang sama-sama dalam tekanan besar karena kedudukan 2-2. Namun, Choi/Chae lebih mampu mengatasi tekanan dan menjadi penentu kemenangan 3-2 Korea Selatan di final.
Para pemain muda bulu tangkis di Piala Sudirman menunjukkan level permainan yang tinggi. Mereka tinggal mematangkan mental dan memperkaya pengalaman untuk menjadi yang terbaik. Perjuangan mereka yang muda dan berbahaya itu akan diuji di Olimpiade Tokyo 2020.