Perayaan Waisak di Borobudur Bawa Pesan Penghargaan terhadap Perbedaan
Dalam perayaan Waisak di Candi Borobudur, warga diajak melihat perbedaan sebagai keindahan agar timbul toleransi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Perayaan Waisak 2568 BE/2024 di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, membawa pesan tentang pentingnya menghargai perbedaan. Perbedaan harus dilihat sebagai keindahan, bukan faktor yang memisahkan satu kelompok dengan kelompok lain.
”Kebiasaan melihat perbedaan sebagai keindahan secara otomatis juga akan melahirkan toleransi dan sikap saling menghargai,” kata Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki dalam puncak perayaan Waisak 2568 BE/2024 di pelataran Candi Borobudur, Kamis (23/5/2024).
Saiful memaparkan, di kalangan umat Buddha, terdapat berbagai mazhab dengan praktik ritual yang berbeda satu sama lain. Namun, perbedaan itu tidak perlu diperdebatkan karena semuanya memiliki tujuan yang sama, yakni menjalankan ajaran Sang Buddha dan mengikis kejahatan.
Saiful menambahkan, bangsa Indonesia juga terlahir dengan begitu banyak keberagaman. Oleh karena itu, masyarakat harus menerima dan menghargai semua bentuk keragaman tersebut.
Selain itu, keberagaman yang ada di Indonesia juga harus dipandang sebagai suatu anugerah. ”Tuhan bisa saja menciptakan bangsa Indonesia agar terdiri atas satu agama atau satu golongan saja. Namun, Tuhan pada akhirnya justru memberikan kita karunia berupa keberagaman,” ungkap Saiful.
Saiful juga menyebut, momen perayaan Waisak kali ini terasa istimewa karena tahun ini juga momen peringatan 1.200 tahun Candi Borobudur.
Momen peringatan tersebut, menurut Saiful, juga menjadi pengingat bagi semua pihak untuk terus menjaga kelestarian Candi Borobudur, warisan cagar budaya dunia yang demikian luar biasa.
Dalam kesempatan itu, Saiful menuturkan, pemerintah akan segera memasang catra di Candi Borobudur dalam waktu dekat. Catra adalah payung serupa mahkota yang dipasang di atas stupa induk Candi Borobudur.
Menemukan diri
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Keluarga Cendekiawan Buddhis Indonesia (KCBI) sekaligus Wakil Ketua Panitia Waisak Nasional 2568 BE/2024, Karuna Murdaya, mengatakan, perayaan Waisak semestinya menjadi momen untuk memperdalam ajaran Sang Buddha. Dengan cara ini, umat Buddha dapat lebih menemukan diri yang sejati dan melepaskan diri dari penderitaan yang menyiksa batin.
Menyambut perayaan Waisak, menurut Karuna, telah dilakukan serangkaian kegiatan mulai 5 Mei hingga puncak perayaan pada Kamis ini. Detik-detik Waisak terjadi pada Kamis malam pukul 20.52.42. Hujan gerimis sempat turun pada awal seremoni perayaan.
Adapun tema Waisak tahun ini adalah ”Untuk Hidup Bahagia sebagai Makhluk dan Manusia, Marilah Kita Meningkatkan Kesadaran yang Diajarkan oleh Sang Buddha” dengan sub-tema ”Hindarilah Keserakahan Duniawi, Kebodohan, Kemarahan, dan Kebencian”.
Perayaan Waisak di Candi Borobudur dihadiri oleh puluhan ribu warga, termasuk dari negara asing. Chris (67) dan Siannee (43), pasangan suami-istri Buddhis yang masing-masing berkewarganegaraan Australia dan Thailand, mengaku sengaja menyempatkan diri merayakan Waisak di Candi Borobudur.
Bagi Chris, merayakan Waisak di Candi Borobudur menjadi sesuatu hal yang tidak pernah dilewatkannya semenjak tinggal di Jakarta pada 2017. Dia pun senang datang ke Candi Borobudur untuk sekadar berlibur. ”Bagi saya, datang ke Candi Borobudur itu menyenangkan karena memberikan rasa damai dan tenang di hati,” katanya.
Kebiasaan melihat perbedaan sebagai keindahan secara otomatis juga akan melahirkan toleransi dan sikap saling menghargai.