Lantik Penjabat Baru Wali Kota Yogyakarta, Sultan Singgung Pengelolaan Sampah
Gubernur meminta pengelolaan sampah di Kota Yogyakarta diperkuat dengan visi tata kelola sampah pangan.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X melantik dua penjabat kepala daerah baru, yakni Penjabat Wali Kota Yogyakarta dan Penjabat Bupati Kulon Progo, Rabu (22/5/2024). Sultan menyinggung, salah satu tantangan krusial yang harus diselesaikan penjabat baru ini adalah pengelolaan sampah.
Pelantikan dilakukan di Bangsal Kepatihan, Kompleks Kantor Gubernur DIY, di Yogyakarta. Sugeng Purwanto dilantik sebagai Penjabat Wali Kota Yogyakarta menggantikan Singgih Raharjo yang telah habis periode jabatan setahunnya. Sementara itu, Srie Nurkyatsiwi dilantik sebagai Penjabat Bupati Kulon Progo menggantikan Ni Made Dwipanti Indrayanti, yang juga telah habis masa jabatannya.
Sugeng merupakan Asisten Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat Pemda DIY, sedangkan Srie merupakan Kepala Dinas Koperasi dan UKM DIY. Singgih kembali ke jabatan sebelumnya, yakni Kepala Dinas Pariwisata DIY, sedangkan Dwipanti kembali sebagai Kepala Dinas Perhubungan DIY.
Sultan mengatakan, Pemerintah Kota Yogyakarta dan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dapat merencanakan dan mengimplementasikan konsep tata kelola sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Selain itu, perlu pula penguatan edukasi lingkungan melalui pendidikan formal ataupun informal dan melalui skema pemberdayaan masyarakat.
Hal ini menyusul telah berlakunya kebijakan desentralisasi sampah di DIY per 1 Mei 2024, yang menyerahkan pengelolaan sampah kepada setiap kabupaten/kota, bukan lagi oleh provinsi.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Piyungan yang awalnya menjadi ”muara” sampah bagi Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul pun telah ditutup.
Khusus Kota Yogyakarta, Sultan menambahkan, pengelolaan sampah harus diperkuat dengan visi tata kelola sampah pangan. Hal ini mengingat ibu kota DIY itu bersandar pada sektor pariwisata dan bisnis kuliner, yang berpotensi menyumbang sampah pangan.
Kota Yogyakarta saat ini menjadi yang paling kesulitan mengelola sampah secara mandiri pascapenutupan TPA Piyungan. Kota dengan kepadatan penduduk tinggi itu tak memiliki lahan untuk membangun fasilitas pengolahan sampah berskala besar, seperti Sleman dan Bantul.
Menanggapi hal itu, Sugeng Purwanto mengatakan, dirinya akan melanjutkan kebijakan pengelolaan sampah yang telah dilakukan Singgih Raharjo. ”Kalau ada kekurangan, nanti kami lengkapi,” ujarnya.
Dia pun meminta semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat Kota Yogyakarta, untuk bersama-sama mendukung upaya pengelolaan sampah.
”Karena tak mungkin penanganan sampah menjadi tanggung jawab Pemkot sendiri, tapi semua pemangku kepentingan dan masyarakat bisa kelola sampah secara arif dan bijaksana,” katanya.
Kota dengan kepadatan penduduk tinggi itu tak memiliki lahan untuk membangun fasilitas pengolahan sampah berskala besar, seperti Sleman dan Bantul.
Sementara itu, Singgih mengatakan, fasilitas pengelolaan sampah yang telah beroperasi saat ini adalah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Nitikan dan TPST Kranon. Kedua fasilitas itu total mengolah 110 ton sampah setiap hari dari 200 ton per hari timbulan sampah di Yogyakarta.
Adapun kekurangan 90 ton per hari akan dipenuhi dari TPST Karangmiri yang saat ini masih dalam penyelesaian pembangunan. TPST berkapasitas olah 30 ton per hari itu direncanakan beroperasi pada Juni 2024. Sisa 60 ton sampah per hari akan diolah oleh Kabupaten Bantul, yang telah menjalin kerja sama dengan Pemkot Yogyakarta.
”Jadi, dengan perhitungan itu, praktis permasalahan sampah di hilir sudah selesai pada Juni nanti. Tapi, di sisi hulu, kita tetap perlu bersama-sama dengan dunia industri, dunia usaha, dan masyarakat untuk mengurangi produksi sampah,” katanya.