Terlilit Utang pada Bandar, Warga Magelang Edarkan Sabu Lintas Pulau Senilai Rp 5 Miliar
Ongki W Saputra, warga Kota Magelang, mengedarkan sabu lintas wilayah, Jawa-Aceh. Hal itu dilakukannya sejak 2015.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi menanyai pelaku pengedar narkotika jenis abu lintas pulau, Jawa Aceh, Ongki Wijaya Saputra (38), di Polresta Magelang, Selasa (21/5/2024).
MAGELANG, KOMPAS — Beralasan terlilit utang pada bandar narkoba, Ongki Wijaya Saputra (38) atau OWS, warga Kelurahan Gelangan, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Jawa Tengah, menjadi pengedar narkoba lintas pulau. Total, Ongki telah mengedarkan sedikitnya 25 kilogram sabu.
Aksi Ongki itu akhirnya berhasil dihentikan oleh polisi, Jumat (10/5/2024). Penangkapan Ongki itu diumumkan oleh Kepala Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Luthfi dalam konferensi pers di markas Kepolisian Resor Kota (Polres) Magelang, Selasa (21/7/2024). Total 25 kg sabu yang diedarkan Ongki itu bernilai sekitar Rp 5 miliar.
Luthfi mengatakan, Ongki bekerja sebagai kurir. Dia menerima perintah pengambilan dan distribusi sabu dari jaringan di Aceh, kemudian mengedarkannya di daerah-daerah di Jawa. Aktivitas mengedarkan sabu ini dijalankannya sejak tahun 2015.
”Sabu tersebut sudah diedarkannya ke berbagai tempat, dan khusus untuk Jawa Tengah saja, total sabu yang sudah diedarkannya di tahun ini sudah mencapai 25 kilogram sabu,” ujarnya.
Ongki ditangkap polisi di rumahnya di Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang, Jumat. Ketika itu, dia juga sedang mengonsumsi sabu. Bersama dengan penangkapannya, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, antara lain, 2,554 kg sabu dan beragam jenis plastik, yang dipakai sebagai pembungkus sabu saat diedarkan.
Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi mengangkat satu kantong plastik berisi barang bukti 2,5 kg sabu, Selasa (21/5/2024).
Barang bukti 2,554 kg sabu yang berhasil disita tersebut adalah sisa dari pasokan sabu terakhir yang diambil tersangka dari bandar, yakni sebanyak 3 kg. Sebelumnya, sekitar 1,5 kg sabu telah disebarkannya kepada pengguna, sesuai instruksi bandar.
Tersangka mengaku, selama ini dirinya tidak bertemu dengan bandar yang menjadi pimpinannya dalam peredaran narkoba. Mereka bekerja dengan sistem jaringan putus.
”Inilah yang kemudian menjadi pekerjaan besar bagi kami untuk terus melakukan investigasi, menyelisik rangkaian kegiatan peredaran sabu ini hingga ke jaringan yang berada di Aceh,” ujar Luthfi.
Atas perbuatannya ini, tersangka dijerat dengan Pasal 114 Ayat 2 atau Pasal 112 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dia terancam hukuman minimal lima tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara.
Penjabat Kepala Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Kota (Polresta) Magelang Ajun Komisaris Edi Sukamto Nyoto mengatakan, sekalipun sudah menjadi pengedar sejak 2015, aktivitas peredaran narkoba tersebut tidak dilakukan tersangka secara terus-menerus. Dia sempat berhenti menjadi pengedar pada 2018. Namun, tidak lama kemudian kegiatan itu dijalankannya kembali.
Tersangka mengaku, selama ini dirinya tidak bertemu dengan bandar yang menjadi pimpinannya dalam peredaran narkoba. Mereka bekerja dengan sistem jaringan putus.
Dalam pengakuannya, tersangka berkeinginan untuk berhenti terlibat dalam peredaran narkoba. Namun, hal itu tidak mampu dilakukan karena dirinya memiliki utang yang harus dibayar kepada bandar.
”Uang pembayaran atas jasanya sebagai kurir juga tidak pernah diterima tersangka utuh karena sebagian di antaranya sudah dipotong untuk membayar utang,” kata Edi.
Tersangka memiliki utang sekitar Rp 200 juta kepada bandar. Utang terjadi karena pelaku sempat menghilangkan 1 kg sabu yang baru saja diterima dan seharusnya diedarkan kepada pelanggan atau pengguna narkoba.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi memimpin acara rilis kasus narkoba jenis sabu di Polresta Magelang, Selasa (21/5/2024).
Tiap satu kali pengambilan sabu, uang jasa yang seharusnya diterima tersangka sebenarnya mencapai Rp 10 juta. Namun, karena ada kewajiban membayar utang tersebut, tersangka mengaku hanya menerima Rp 1 juta atau Rp 2 juta.
Semula, tersangka adalah pengedar narkoba yang biasanya bertransaksi dengan jumlah sedikit. Tak berapa lama, dia dikenalkan oleh salah seorang rekannya dengan orang lain yang ternyata seorang bandar narkoba.
Tersangka dan bandar biasa berkomunikasi melalui aplikasi percakapan di telepon seluler. Pelaku biasanya mengambil sabu di Jakarta, kemudian mengedarkannya ke lokasi-lokasi tertentu sesuai dengan arahan dari bandar.
Terkait hal ini, pelaku biasa mengedarkan sabu berpindah-pindah tempat. ”Pernah pula dia (tersangka) mengedarkan sabu hingga ke Jawa Timur,” ujar Edi.
Ongki, saat ditemui, mengaku biasa juga bekerja pada proyek-proyek konstruksi milik salah satu badan usaha milik negara (BUMN). Dia ingin berhenti mengedarkan narkoba, tapi ia beralasan aktivitas itu masih dijalankannya karena harus membayar utang kepada bandar.