Membekali Siswa dengan Teknologi di Tengah Sulitnya Mencari Kerja
SMK Islamic Center Cirebon bersama PT Telkom Indonesia membekali siswa dengan keahlian IoT dan fiber optik.
Di Sekolah Menengah Kejuruan Islamic Center Cirebon, Jawa Barat, siswa belajar pemanfaatan internet untuk berbagai kegiatan atau internet of things hingga pemasangan fiber optik. Program PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk itu untuk membekali siswa di tengah sulitnya mencari kerja.
Salah satu karya internet of things (IoT) itu ditampilkan dalam laboratorium IoT SMK Islamic Center Cirebon, Senin (20/5/2024). Karya itu berupa prototipe jalur kereta api serta palang pintu di pelintasan sebidang. Memakai jaringan internet, palang itu bisa terbuka dan tertutup otomatis.
”Jadi, kalau ada kereta dari jauh, alat sensor akan menangkapnya dan mengirimkan datanya ke servo. Alat ini (servo) yang akan membuka palang pintu,” ucap Muhammad Al Farel (17), siswa jurusan teknik jaringan komputer dan telekomunikasi (TJKT), yang membangun prototipe itu.
Ke depan, teknologi IoT dan FO ini jadi andalan. Mereka yang punya keahlian pasti bertahan.
Setelah kereta melintas, lanjutnya, sensor kembali menangkap sinyalnya dan mengirimkan datanya ke servo. Kemudian, secara otomatis, palang pintu akan terbuka.
Tidak hanya itu, ia juga memasang pelantang suara kecil. Tujuannya, memberikan peringatan bakal ada kereta yang lewat.
Karya bernama Smart Crossbar itu sempat masuk dalam Grand Final Indibiz IoT Idea, kompetisi di bidang IoT yang digelar PT Telkom Indonesia Witel Cirebon, Maret lalu.
Baca juga: Pelestarian Satwa Asli Jawa Barat, dari Sumber Pangan hingga Eduwisata
Inovasi itu belum juara. Namun, prototipe itu dinilai sangat relevan dengan kondisi pelintasan sebidang di Daerah Operasi 3 Cirebon, yang membentang dari Subang, Jabar, hingga beberapa daerah di Jawa Tengah.
Dari 148 pelintasan sebidang di wilayah itu, 74 pelintasan di antaranya tanpa penjagaan atau kategori liar. Kondisi ini berpotensi menyebabkan kecelakaan dan korban jiwa.
Pada 2023, misalnya, terjadi 15 kecelakaan di pelintasan sebidang. ”Beberapa kali ada mobil tabrakan dengan kereta. Makanya, kami ada ide buat proyek ini untuk ikut lomba IoT,” kata Ahmad Adhyta (16), siswa lainnya.
Agus Setiono, guru TJKT, mengatakan, prototipe yang dikembangkan siswanya sangat memungkinkan diterapkan di pelintasan sebidang. ”Yang mereka bikin ini sudah tingkat lanjut. Ini bisa diaplikasikan dengan catatan ada jaringan internet luas,” katanya.
Smart Crossbaradalah salah satu karya siswa yang berhubungan dengan IoT. Ada juga prototipe pintu masuk mal atau perumahan yang dapat memantau pengendara.
”Jadi, kalau tidak terdaftar, tidak bisa masuk. Ini kami buat satu bulan,” kata Reksa Maulidan (18), siswa lainnya.
Tidak hanya IoT, siswa TKJT juga belajar merangkai dan memasang fiber optik, yakni media transmisi yang mengirimkan data atau informasi melalui serat kaca dengan kecepatan tertentu. Kabel fiber optik inilah yang membuat warga bisa mengakses jaringan internet.
Di SMK Islamic Center Cirebon, terdapat laboratorium fiber optik (FO) yang menjadi tempat praktik. Bahkan, terdapat miniatur tiang listrik, kabel, alat keselamatan, hingga rumah yang akan menerima jaringan internet. Siswa pun seperti para pekerja pemasang jaringan internet nirkabel.
Kolaborasi
Wadah belajar tentang FO dan IoT itu merupakan program kolaborasi sekolah dengan PT Telkom Indonesia Witel Cirebon. Kepala SMK Islamic Center Cirebon Halimatus Sa’diyah mengatakan, kerja sama itu dimulai sejak 2022. Salah satu bentuknya, sinkronisasi kurikulum.
”Jadi, kami mengambil kurikulum yang sesuai kebutuhan industri sehingga siswa siap untuk kerja nantinya. Inilah link and match dunia usaha dan sekolah,” ungkap Halima, sapaannya. Pembelajaran khusus tentang IoT dan fiber optik merupakan salah satu contoh program itu.
Selain itu, kolaborasi dengan Telkom Indonesia juga berupa pembuatan laboratorium IoT dan FO, guru tamu, serta uji kompetensi keahlian siswa yang melibatkan pihak Telkom Indonesia. Sertifikat keahlian itu, lanjutnya, akan menjadi poin tambahan untuk melamar pekerjaan.
”Beberapa siswa kami juga sudah kerja di Telkom Indonesia. Ada juga program PKL (praktik kerja lapang). Bahkan, kepala sekolah dan sejumlah guru di SMK Islamic Center Cirebon sempat magang di grup Telkom,” ungkapnya. Dengan pola ini, siswa dibekali keahlian ke dunia kerja.
Oleh karena itu, pihaknya pun terus berkolaborasi dengan berbagai perusahaan. Harapannya, 2.119 siswa tidak perlu khawatir setelah lulus.
”Tahun lalu, yang lulus 633 orang. Sekitar 80 persen terserap di dunia kerja. Sisanya, lanjut (kuliah), jadi tentara, atau dagang,” ucapnya.
Selain TJKT, SMK yang termasuk pusat unggulan ini juga memiliki enam kejuruan. Enam kejuruan itu adalah akuntansi dan keuangan lembaga, manajemen perkantoran dan layanan bisnis, pemasaran, desain komunikasi visual, teknik sepeda motor, dan teknik kendaraan ringan.
Di beberapa kejuruan, katanya, siswa bahkan mengikuti tes untuk penempatan kerja meski belum lulus. Sebab, mereka diyakini telah memiliki bekal di sekolah.
”Kami berharap kerja sama dengan perusahaan, termasuk Telkom Indonesia, terus berlanjut dan ditingkatkan,” ujar Halima.
General Manager PT Telkom Indonesia Witel Cirebon Sigit Shalako Abdurajak berkomitmen terus mengembangkan keahlian siswa sebelum ke dunia kerja dengan berbagai program. Bebera[a di antaranya adalah Indibiz (program internet), Pijar untuk pendidikan digital, serta Kelas Industri Digital IoT dan FO.
Hingga kini, pihaknya mencatat, 1.257 SMP, SMA, SMK, hingga universitas di wilayah Cirebon dan sekitarnya telah memanfaatkan produk Telkom Indonesia. Ia berharap program itu membekali siswa dalam menyambut dunia kerja, terutama pada industri telekomunikasi dan informasi.
”Tren industri ini tumbuh 5–10 persen setahun. Otomatis butuh tenaga kerja yang punya pengalaman dan keahlian,” ujar Sigit. Ia mencontohkan, semakin banyak konsumen yang memasang jaringan internet nirkabel dengan memakai fiber optik, bukan bahan tembaga lagi.
Ketika bertugas di Karawang, misalnya, ia melihat banyak industri memanfaatkan IoT. Apalagi, upah minimum kabupaten mahal. Mereka bergerak ke robotik, bukan tenaga kasar lagi.
”Ke depan, teknologi IoT dan FO ini jadi andalan. Mereka yang punya keahlian pasti bertahan,” ujarnya.
Di sisi lain, mencari kerja kini semakin sulit bagi generasi Z (lahir 1997-2012). Tim Jurnalisme Data Kompas mencatat, serapan tenaga kerja pada 2009-2014 di sektor formal mencapai 15,6 juta jiwa. Namun, pada 2019-2024, yang terserap kerja hanya 2 juta orang.
Badan Pusat Statistik juga mencatat, hampir 10 juta generasi Z menganggur. Ketidaksesuaian bidang pendidikan antara lulusan sekolah dan kebutuhan industri turut jadi penyebabnya. Karakteristik Gen Z yang beda dengan generasi sebelumnya turut berpengaruh (Kompas, 21/5/2024).
Potret kolaborasi SMK Islamic Center Cirebon dengan PT Telkom Indonesia bisa menjadi contoh nyata membekali siswa masuk ke dunia kerja di tengah arus digitalisasi. Meski tak mudah, upaya menghubungkan kompetensi lulusan sekolah dengan kebutuhan industri sudah terlihat.
Baca juga: Desa Wisata Cibuntu: Indah Alamnya, Ramah Warganya