Pembebanan Biaya Tambahan Dana Wisata pada Tiket Pesawat Berdampak Buruk
Biaya tambahan untuk dana pariwisata yang akan dibebankan pada tiket pesawat diyakini buruk bagi industri pariwisata.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diharapkan menunda dan mengkaji betul tentang rencana penetapan dana pariwisata sebagai biaya tambahan di tiket pesawat. Penerapannya nanti diyakini berdampak pada tingkat kunjungan wisatawan dan memengaruhi perekonomian di sektor pariwisata secara makro.
Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia DIY Deddy Pranowo Eryono mengatakan, dampak perekonomian skala makro yang dimaksudkan adalah penurunan kunjungan wisatawan akibat makin mahalnya tiket pesawat. Hal tersebut akan turut dirasakan semua kalangan di sektor pariwisata, mulai dari pelaku UMKM, hotel, restoran, hingga warung-warung makanan. Semua pelaku pariwisata diprediksi secara otomatis mengalami penurunan omzet yang mungkin terbilang drastis.
Dengan demikian, dipastikan akan berdampak pula pada perekonomian di berbagai sektor lainnya secara luas.
”Jika dipaksakan untuk diterapkan, beban iuran pariwisata sebagai biaya tambahan di tiket pesawat ini justru akan menjadi bumerang, memukul pemerintah sendiri,” ujarnya, Kamis (2/5/2024).
Beban biaya tambahan di tiket pesawat tersebut, menurut dia, semestinya tidak perlu diwacanakan, tidak perlu dipertimbangkan, karena sektor pariwisata belum sepenuhnya pulih. Pascapandemi hingga sekarang masih menurunkan daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat.
Sektor pariwisata yang belum pulih terlihat dari okupansi hotel pada masa libur Lebaran lalu. Jika tingkat hotel di DIY pada masa libur Lebaran 2023 sebesar 90-95 persen, tahun ini 80-85 persen saja. Kondisi ini diduga terjadi sebagai dampak pemilu karena banyak pengeluaran untuk kebutuhan kampanye.
Mengesankan pemerintah menjadi preman, tukang palak yang seenaknya memaksa, melakukan pungutan di jalan.
Pelaksana Harian Ketua Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata DIY Edwin Ismedi Himna menegaskan, pihaknya menolak rencana penetapan dana pariwisata sebagai biaya tambahan di tiket pesawat. Jika kemudian rencana ini direalisasikan, otomatis akan membuat harga tiket semakin mahal dan jumlah wisatawan yang menggunakan transportasi pesawat terbang akan semakin merosot.
Jika itu terjadi, bakal berpengaruh buruk pada perkembangan bisnis perusahaan perjalanan wisata.
”Padahal, setelah pandemi dan harga tiket pesawat melonjak, kami sudah merugi karena jumlah wisatawan, pengguna jasa kami, merosot 50 persen lebih,” ujarnya.
Dia menilai, rencana penetapan biaya tambahan tersebut kurang adil jika dibebankan pada tiket pesawat dan turut ditanggung oleh warga yang sebenarnya menggunakan jasa transportasi pesawat terbang tidak untuk kebutuhan kunjungan wisata.
”Kebijakan tersebut sungguh tidak adil, kurang pas diberlakukan karena banyak orang menggunakan pesawat terbang untuk kebutuhan bepergian urusan keluarga ataupun keperluan darurat lainnya,” ujarnya.
Ketua Forum Daya Tarik Wisata Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Edwar Alfian menegaskan penolakan serupa. Rencana pembebanan biaya tambahan pada tiket pesawat mengesankan pemerintah berlaku seolah-olah seperti preman.
”Seenaknya mengambil keuntungan dengan penambahan biaya di tiket pesawat, mengesankan pemerintah menjadi preman, tukang palak yang seenaknya memaksa, melakukan pungutan di jalan,” ujarnya.
Jika kemudian ternyata diperlukan tambahan biaya untuk kebutuhan pariwisata, Edwar menuturkan, pemerintah semestinya menyediakan fasilitas layanan tambahan untuk mendapatkan tambahan dana tersebut. Di Kabupaten Magelang, misalnya, layanan tambahan yang bisa diberikan berupa transportasi untuk wisata di kawasan Borobudur, yang bisa disediakan dalam wujud shuttle bus atau kendaraan lainnya.