Penurunan Status Bandara Palembang Mempersulit Kebangkitan Ekonomi Sumsel
Penurunan status Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II disinyalir akan menghambat pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan.
PALEMBANG, KOMPAS — Dengan kondisi ekonomi yang belum membaik, penurunan status Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II di Palembang, Sumatera Selatan, dari bandara internasional menjadi domestik akan mempersulit Sumsel bangkit dari keterpurukan tersebut. Maka itu, penurunan status Bandara SMB II harus ditinjau ulang demi kemaslahatan masyarakat di daerah berjuluk ”Bumi Sriwijaya” tersebut.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 31 Tahun 2024 tentang Penetapan Bandar Udara Internasional yang ditandatangani pada 2 April 2024, Bandara SMB II tidak masuk dalam 17 bandara yang ditetapkan sebagai bandara internasional. Artinya, Bandara SMB II turun kasta dari bandara internasional menjadi domestik.
Baca juga: Penurunan Status Bandara Palembang Berisiko Memukul Dunia Pariwisata Sumsel
Ketua Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya, Muhammad Ichsan Hadjri saat dihubungi dari Palembang, Rabu (1/5/2024), mengatakan, keputusan itu sangat merugikan perekonomian Sumsel yang belum pulih pascapandemi Covid-19.
Sebagai indikatornya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2023 yang dihimpun Kompas, persentase penduduk miskin di Sumsel mencapai 11,78 persen atau tertinggi ketiga di Sumatera setelah Aceh dengan 14,45 persen dan Bengkulu 14,04 persen. Secara nasional, persentase penduduk miskin di Sumsel berada di urutan ke-10 dari total 34 provinsi.
Dengan menurunnya status Bandara SMB II, itu artinya peluang untuk mengungkit pertumbuhan ekonomi di Sumsel akan semakin kecil. Itu karena ruang untuk masyarakat meningkatkan pendapatannya semakin sempit.
Selama ini, sumber utama pendapatan warga ditopang oleh usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Adapun perkembangan UMKM sangat tertolong oleh kunjungan bisnis ataupun wisata secara domestik dan mancanegara.
Baca juga: Pelaku dan Pemerhati Wisata Kritik Pencabutan Status Internasional di 17 Bandara
Namun, dengan tidak adanya penerbangan internasional secara langsung dari dan ke Palembang, para pelaku UMKM di Palembang ataupun Sumsel hanya akan bergantung dari konsumen lokal, baik warga setempat maupun pelancong domestik.
”Saat ini, sumber utama pertumbuhan ekonomi Sumsel adalah konsumsi rumah tangga. Tak sedikit rumah tangga di Sumsel bekerja di sektor informal, antara lain UMKM. Kalau potensi pembeli berkurang karena menurunnya kunjungan pelancong, otomatis itu akan berpengaruh terhadap konsumsi rumah tangga yang berdampak kepada pertumbuhan ekonomi Sumsel,” ujar Ichsan.
Minat investasi
Selain itu, penurunan status Bandara SMB II juga berpeluang menurunkan minat investasi di Sumsel. Padahal, investasi adalah sumber penggerak perekonomian Sumsel. Merujuk data BPS 2023, realisasi investasi penanaman modal dalam negeri di Sumsel mencapai Rp 25.603,4 miliar atau tertinggi kedua di Sumatera setelah Riau dengan Rp 48.243,3 miliar. Secara nasional, realisasi investasi penanaman modal dalam negeri di Sumsel berada di urutan kesembilan dari total 34 provinsi.
Sebaliknya, realisasi investasi penanaman modal luar negeri di Sumsel mencapai 1.478,6 juta dollar AS atau tertinggi kedua di Sumatera setelah Riau dengan 2.042,3 juta dollar AS. Secara nasional, realisasi investasi penanaman modal luar negeri di Sumsel berada di urutan kesembilan dari total 34 provinsi.
Penurunan status Bandara SMB II bisa menimbulkan multipersepsi yang negatif di antara para pemangku kebijakan terkait.
Sejauh ini, dengan potensi sumber daya alam yang berlimpah mulai dari pertanian, perkebunan, dan pertambangan, Sumsel menjadi daya tarik tersendiri untuk investor domestik ataupun mancanegara. Dengan adanya investasi, itu turut meningkatkan penyerapan tenaga kerja di Sumsel.
Akan tetapi, ketiadaan penerbangan internasional secara langsung dari dan ke Palembang, itu kemungkinan besar akan menurunkan minat investor menanamkan modalnya di Sumsel. Faktornya, bisa karena perjalanan yang memakan waktu, tenaga, dan biaya lebih besar akibat harus transit lebih dahulu di bandara lain yang berstatus internasional.
Faktor lainnya, bisa karena menurunnya reputasi Palembang ataupun Sumsel di mata investor.
”Penurunan status Bandara SMB II bisa menimbulkan multipersepsi yang negatif di antara para pemangku kebijakan terkait, antara lain Sumsel dianggap bukan daerah prioritas atau tidak didukung optimal oleh pemerintah pusat. Itu akan berdampak buruk bagi perkembangan investasi di Sumsel,” kata Ichsan.
Harus ditinjau ulang
Maka itu, pencabutan status internasional untuk Bandara SMB II harus ditinjau ulang. Setidaknya, penetapan bandara internasional di Sumatera sebagaimana tertuang dalam SK Menteri Perhubungan No 31/2024 dinilai tidak merata. Bandara internasional justru menumpuk di wilayah tengah-utara Sumatera, meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau.
Baca juga: Label Bandara Internasional Lebih Banyak Mubazir
Di wilayah selatan Sumatera, mulai dari Jambi, Sumsel, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, dan Lampung, tidak ada satu pun bandara internasional. Semestinya, ada satu daerah di selatan Sumatera yang memiliki bandara internasional. Apalagi, kalau dilihat dari sisi ekonomi dan jumlah penduduk, wilayah selatan Sumatera punya potensi yang sangat besar.
Di antara semua daerah di selatan Sumatera, Sumsel dinilai sangat layak menjadi pusat penerbangan internasional wilayah tersebut. Itu karena posisi Sumsel yang berada di tengah-tengah Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, dan Lampung, serta tidak jauh dari Jakarta.
Bandara SMB II pun memiliki pengalaman mumpuni dalam melayani penerbangan internasional dan telah ditunjang oleh aksesibilitas memadai. Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, sebelum pandemi Covid-19, Bandara SMB II pernah melayani 10 penerbangan Palembang-Malaysia dan tujuh penerbangan Palembang-Singapura dalam sepekan. Secara keseluruhan, Bandara SMB II sempat melayani 110 pergerakan pesawat domestik ataupun mancanegara dalam sehari.
Layanan Bandara SMB II juga diakui secara internasional. Terbukti, dari akun Instagram Bandara SMB II @palembangairport, pada Maret lalu, Bandara SMB II mendapatkan empat penghargaan Airport Service Quality Awards 2023 dari Airport Council Internasional (ACI). Empat penghargaan itu meliputi ACI World Director General’s Roll of Excellence, Best Airport of 2 to 5 Million Passenger in Asia-Pacific, Easiest Airport Journey in Asia-Pacific, dan Most Enjoyable Airport in Asia-Pacific.
Sebaiknya, pemerintah melakukan kalkulasi secara matang.
Selain itu, aksesibilitas dari dan ke Bandara SMB II tergolong memudahkan penumpang. Di samping tersedia beragam moda transportasi umum yang berbasis luring ataupun daring, bandara itu telah terintegrasi dengan kereta api lintas rel terpadu (light rail transit/LRT).
”Sebaiknya, pemerintah melakukan kalkulasi secara matang. Apabila karena masalah efisiensi atau mencegah warga ke luar negeri dengan mudah, berapa besar nilai efisiensinya. Apakah itu lebih besar dibandingkan potensi kerugian ekonomi yang akan ditanggung oleh wilayah selatan Sumatera, terutama Sumsel,” tutur Ichsan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Sumsel Kurnim Halim mengatakan, penurunan status Bandara SMB II akan memukul sektor pariwisata Sumsel, terlebih kepada pelaku usaha perhotelan dan restoran. Oleh karena itu, PHRI Sumsel sangat berharap pemerintah pusat meninjau ulang perubahan status tersebut.
Kurnim berpendapat, kalau ingin mencegah masyarakat ke luar negeri dengan mudah, khususnya karena alasan wisata atau berlibur, pemerintah sepatutnya memperbaiki secara maksimal kualitas wisata di setiap daerah. Bali, contohnya, karena kualitas wisatanya sudah mumpuni, banyak orang memilih cukup berlibur ke sana dibandingkan ke luar negeri.
Baca juga: Perampingan Status Bandara Diyakini Dorong Konektivitas Domestik
Di sisi lain, kalau ingin mencegah masyarakat berobat ke luar negeri, pemerintah wajib memperbaiki sarana dan prasarana serta layanan rumah sakit di dalam negeri. Pemerintah harus memikirkan nasib masyarakat yang memang butuh berobat ke luar negeri karena keterbatasan peralatan rumah sakit di dalam negeri. ”Dengan penurunan status sejumlah bandara, banyak warga yang akan kesulitan berobat ke luar negeri karena memakan waktu, tenaga, dan biaya lebih besar,” ujar Kurnim.
Tidak signifikan
Terkait dampak penurunan status Bandara SMB II, Penjabat Gubernur Sumsel Agus Fatoni justru menganggapnya tidak akan berpengaruh signifikan. Itu karena calon investor dari luar negeri ataupun wisatawan asing masih bisa ke Palembang dengan transit lebih dahulu di bandara lain yang berstatus internasional, antara lain melalui Batam dan Jakarta.
Untuk itu, pemerintah daerah Sumsel berusaha memperbanyak rute penerbangan domestik dari dan ke Palembang, khususnya Palembang-Batam dan Palembang-Jakarta. Tujuannya, untuk mempermudah akses calon pengunjung mancanegara ke Palembang ataupun warga Palembang yang ingin ke luar negeri.
”Penurunan status Bandara SMB II bukan berarti Palembang terkucil dari dunia internasional. Kita tetap ada peluang untuk mengembangkan segala potensi yang ada di sini, termasuk untuk menjaring investor ataupun wisatawan dari luar negeri,” kata Agus.
Baca juga: Status Bandara Supadio Pontianak Berubah, Warga Dirugikan
Terlepas dari itu, Agus menuturkan, pihaknya sudah pernah berjuang mengajukan kepada Kementerian Perhubungan untuk membuka kembali penerbangan internasional dari dan ke Palembang yang menjadi kebutuhan Palembang ataupun Sumsel. Namun, saat usulan itu belum disetujui, Kementerian Perhubungan ternyata memutuskan penurunan status Bandara SMB II dari kelas internasional menjadi domestik.
Kendati demikian, keputusan itu dinilai tidak final atau selamanya. Suatu waktu nanti kalau dilakukan pembenahan di Palembang ataupun Sumsel, terutama dalam meningkatkan potensi kunjungan dan keberangkatan penerbangan internasional, status Bandara SMB II tidak menutup kemungkinan akan kembali berubah.
Oleh karena itu, kini, Agus mendorong agar semua instansi terkait mengoptimalkan segenap potensi yang ada, termasuk kepada pihak pengelola Bandara SMB II, agar terus meningkatkan layanannya.
”Yang pasti, pengelolaan Bandara SMB II di luar wewenang pemerintah daerah. Walau demikian, kami siap mendukung segala kebutuhan yang diperlukan untuk peningkatan kualitas bandara selagi memungkinkan,” ujarnya.