Lulusan Keperawatan di Sumbar Berpeluang Kerja di Jepang dan Jerman
Bekerja di luar negeri menjadi salah satu harapan karena minimnya lapangan pekerjaan di Sumatera Barat.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Lulusan jurusan keperawatan dari perguruan tinggi di Sumatera Barat berpeluang untuk bekerja di Jepang dan Jerman melalui kerja sama G to G. Kesempatan kerja di luar negeri ini menjadi salah satu upaya mengurangi tingginya angka pengangguran di provinsi tersebut.
Peluang kerja di kedua negara itu merupakan program government to government (G to G) antara Pemerintah Indonesia dan pemerintah kedua negara tersebut. Pendaftaran kerja di Jepang pada batch XVIII dibuka 1 Februari-31 Mei 2024, sedangkan di Jerman pada periode pertama atau batch V dibuka 7 Februari-30 April 2024.
”Program ini kami laksanakan di Sumbar, khususnya Kota Padang, karena melihat potensi banyaknya lulusan keperawatan, tetapi belum mendapatkan pekerjaan layak,” kata Bayu Aryadhi, Kepala Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Sumbar, di sela-sela Sosialisasi Peluang Kerja Luar Negeri Program G to G Jepang dan Jerman di Padang, Selasa (30/4/2024).
Bayu menjelaskan, program G to G Jepang merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia (BP2MI) dan Pemerintah Jepang (JICWELS) dan dimulai sejak 2008. Program ini membuka peluang kerja bagi lulusan perguruan tinggi di Indonesia bekerja sebagai perawat dan perawat lansia (careworker).
Sementara itu, program G to G Jerman yang merekrut perawat merupakan program Triple Win berdasarkan persetujuan antara Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Bundesagentur fuer Arbeit(BA)Jerman tentang Penempatan dan Pelindungan Tenaga Kesehatan Indonesia di Jerman pada 16 dan 26 Juli 2021.
Dalam skema G to G Jepang, kata Bayu, sudah ada 38 pekerja migran Indonesia asal Sumbar yang bekerja di Jepang sebagai perawat ataupun perawat lansia, yaitu 12 orang pada 2021, 13 orang pada 2022, dan 13 orang pada 2023. Adapun dalam skema G to G Jerman, ada tiga calon pekerja migran asal Sumbar sedang berproses mengikuti pelatihan bahasa Jerman.
Menurut Bayu, perawat akan ditempatkan di rumah sakit, sedangkan perawat lansia ditempatkan di rumah lansia. ”(Selain menyerap tenaga kerja,) keunggulan kerja di luar negeri adalah gajinya lebih besar dibanding di dalam negeri. Bagi perawat lansia, misalnya, meskipun belum punya pengalaman kerja, sudah mendapat gaji Rp 20-an juta,” katanya.
Bayu melanjutkan, syarat menjadi perawat di Jepang antara lain lulusan D-3 atau S-1 keperawatan dengan pengalaman kerja dua tahun. Sementara itu, untuk jadi perawat lansia minimal D-3 keperawatan atau jurusan lain, tetapi harus memiliki sertifikat careworker dari lembaga pelatihan. Calon pekerja juga mesti memiliki sertifikat bahasa Jepang setingkat N5, level terendah dari Japanese Language Proficiency Test (JLPT).
”Kami pemerintah (BP3MI) berkolaborasi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kota bersama balai, pemkot, bersama BPVP (Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas) Padang mengadakan pelatihan bahasa Jepang (untuk calon pekerja) melalui dana APBN, jadi benar-benar gratis,” katanya.
Menjadi kewajiban kami mencarikan peluang kerja untuk mereka, termasuk di luar negeri.
Serap lulusan
Asisten II Sekretariat Daerah Kota Padang Didi Aryadi mengatakan, program G to G tersebut berdampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja dari lulusan perguruan tinggi di Padang, termasuk jurusan keperawatan. Adapun Padang sebagai kota pendidikan menghasilkan banyak lulusan perguruan setiap tahun.
Setiap tahun, kata Didi, lulusan perguruan tinggi kesehatan di Padang hampir mencapai 1.000 orang. Semua lulusan itu belum terserap karena minimnya industri. Secara keseluruhan, angka pengangguran terbuka di Padang mencapai 10,86 persen.
”Menjadi kewajiban kami mencarikan peluang kerja untuk mereka, termasuk di luar negeri,” katanya. Didi menambahkan, selain mendapatkan penghasilan yang lebih besar, pengalaman kerja di luar negeri juga akan sangat berguna ketika kembali ke Indonesia.
Ari Irsan (30), peserta program G to G, mengatakan, ia bekerja sebagai perawat lansia di Jepang sejak 27 Juni 2022. Lulusan jurusan keperawatan STIKes Ranah Minang Padang ini tertarik ikut program tersebut karena sulit mendapat pekerjaan layan di Sumbar.
Menurut Ari, ia relatif nyaman bekerja di Jepang dengan gaji lumayan tinggi, Rp 20 juta-Rp 25 juta per bulan. ”Setiap bulan saya bisa mengirim uang kepada adik dan orangtua,” katanya melalui sambungan telekonferensi dari Jepang dalam acara sosialisasi di Padang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumbar Nizam Ul Muluk mengatakan, program kerja ke luar negeri memang memiliki daya ungkit. Hal ini menjadi salah satu jalan keluar dari minimnya lapangan pekerja dan tingginya angka pengangguran di Sumbar yang mencapai 5,94 persen tahun 2023, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 5,2 persen.
”Sumbar tidak punya banyak pabrik, tidak punya sumber daya alam potensial seperti di Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Ketika ada kerja sama yang diinisiasi BP3MI Sumbar dan Pemkot Padang ini, kami apresiasi,” katanya.
Ia menambahkan, penyaluran tenaga kerja menjadi otonomi pemkot dan pemkab, sedangkan pemprov memberikan dukungan dan pengawasan.
Secara keseluruhan, tambah Nizam, Sumbar telah mengirimkan 2.000 pekerja migran Indonesia dengan berbagai skema sejak tahun 2022, antara lain ke Jepang, Malaysia, Australia, Bulgaria, dan Jerman. Mereka bekerja sebagai perawat, pekerja konstruksi, pekerja di bidang teknologi dan informasi, dan lainnya.
”Di Australia, ada kerja ringan seperti memetik apel, menggembala biri-biri, dan beternak ikan. Kami sudah buka setahun melalui program holiday visa, yaitu visa kerja sambil wisata, dengan gaji sekitar Rp 30 juta per bulan. Namun, setahun dibuka, yang lulus cuma 36 orang. Penguasaan bahasa Inggris lulusan kita masih lemah,” katanya.