Para pemudik memanfaatkan masa libur Lebaran untuk berburu ragam oleh-oleh khas Pontianak.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·3 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS — Libur Lebaran akan segera berakhir. Saatnya berburu ragam oleh-oleh. Di Kota Pontianak, beragam oleh-oleh, mulai dari penganan lempuk durian, amplang, dan lidah buaya, hingga kain motif, siap diborong.
Membeli lempuk durian bagi para pemudik bagaikan bernostalgia dengan masa kecil. Joni (46), kelahiran Kalimantan yang kini menetap di Jakarta, memiliki kisah itu. Setelah 15 tahun lamanya merantau di Jakarta, Joni akhirnya pulang kampung ke Kalimantan.
Dalam liburan kali ini, ia dan keluarganya berkeliling ke Pontianak hingga ke Kabupaten Sambas. Ia pun menyempatkan diri membeli sejumlah oleh-oleh khas Pontianak, antara lain amplang, permen lidah buaya, dan lempuk durian.
Lempuk durian mengingatkannya akan masa-masa kecilnya saat tinggal di Kabupaten Sambas. ”Ini khas di Pontianak. Di sini (Pontianak) lempuk. Kalau di daerah lain mungkin dodol. Lempuk agak beda dari dodol. Lempuk lebih kuat cita rasa duriannya,” kata Joni.
Lempuk durian dan minuman dari lidah buaya termasuk oleh-oleh unggulan Kalbar karena bahan bakunya melimpah di sana. Dalam catatan Kompas, durian (Durio zibethinus) lokal di rimba Kalbar bak ”harta karun” terpendam. Menurut Yayasan Durian Nusantara, setiap dieksplorasi, ditemukan durian unggul hingga jadi sentra genetik durian terbaik. Durian si blih dari Kalbar, misalnya, mengungguli musang king.
Begitu pula dengan lidah buaya juga menjadi komoditas unggulan kota itu. Doni (38), pengunjung lainnya dari Jakarta, pun tak melewatkan liburan ke Pontianak untuk berburu oleh-oleh. Liburan kali ini, Doni bersama istrinya yang asli Pontianak. Sebelum kembali ke Jakarta, ia dan istrinya singgah ke toko oleh-oleh untuk membeli lidah buaya.
Lempuk durian Pontianak, kan, memang terkenal dari dulu.
Selain itu, ia pun membeli amplang, stik talas, juga kain motif Dayak dan Melayu sekitar dua helai. ”Ini hari terakhir sebelum pulang ke Jakarta. Kami menyempatkan diri ke pusat oleh-oleh Pontianak,” katanya.
Lina (40), salah satu pemilik tokoh oleh-oleh khas Pontianak di kawasan PSP, Jalan Pattimura, Kota Potianak, menuturkan, selama masa libur Idul Fitri yang banyak dibeli oleh pengunjung, antara lain minuman dari lidah buaya, makanan ringan dari olahan durian menyerupai dodol, yaitu lempuk durian. Selain itu, ada pula stik talas.
”Lempuk durian Pontianak, kan, memang terkenal dari dulu,” ujar Lina.
Di masa libur Idul Fitri, lempuk durian, stik talas, maupun minuman dari lidah buaya laku setidaknya 50 kotak yang ukuran 300 gram. Konsumen yang membeli ada yang untuk oleh-oleh sepulang berlibur di Pontianak. Kalau di hari-hari biasa hanya 20 kotak untuk setiap jenis oleh-oleh itu.
”Pembelian meningkat sepekan menjelang Idul Fitri hingga di masa libur Idul Fitri ini kendati memang tidak buka satu hari penuh,” ujarnya lagi.
Beragam oleh-oleh yang ia jual merupakan produk industri rumahan, antara lain diproduksi dari Kecamatan Pontianak Utara dan Kecamatan Pontianak Barat. Kemudian dari Kecamatan Pontianak Selatan.
Senada dengan itu, Feri (64), pemilik toko oleh-oleh lainnya di kawasan tersebut, menuturkan, yang lebih dicari pengunjung adalah minuman dari lidah buaya. Selain itu, amplang, makanan ringan terbuat dari campuran ikan dan tepung, rasanya renyah persis seperti saat makan kerupuk.
Dalam sehari laku 10 dus minuman lidah buaya terjual. Kalau hari biasa di bawah itu. Sebagian yang membeli orang-orang kantoran untuk oleh-oleh pulang ke Jakarta. Dengan merogoh kocek belasan ribu hingga Rp 60.000 sudah bisa mencicipi oleh-oleh tersebut.
Kain motif
Selain makanan, oleh-oleh kain motif Dayak dan Melayu turut diminati. Doni dan Fitri membeli dua lembar kain. Menurut Doni, kain motif Nusantara menjadi favoritnya. Apalagi, ia lahir di Yogyakarta sehingga sudah akrab dengan batik dan kain motif lainnya. Dengan demikian, ia memiliki beragam koleksi kain tradisional yang bisa dipergunakan untuk busana saat bekerja.
Kain motif Dayak dan Melayu juga menjadi favorit wisatawan. Aisyah (60), salah satu penjual kain motif di kawasan tersebut, menuturkan, dirinya kembali membuka tokonya setelah beberapa hari libur Idul Fitri. Pengunjung lumayan banyak yang berbelanja.
”Busana dan kain yang dinikmati, seperti rompi dan kaus bermotif ukiran Dayak. Hari ini (Jumat) yang laku sudah lebih dari 50 helai. Kalau hari biasa hanya belasan hingga 20 lembar. Busana Melayu, seperti songket Sambas, juga ada yang membeli,” kata Aisyah.
Harga kain tenun di tokonya ada yang Rp 225.000 per helai. Untuk rompi bermotif ukiran Dayak Rp 200.000 per helai. Ada juga pengunjung dari Kuching, Sarawak, Malaysia, yang berbelanja ke tokonya.