Angkutan Gelap Masih Marak Beroperasi, Dijajakan Lewat Medsos
Menhub Budi Karya meminta angkutan gelap ditertibkan. Kompas menemukan, travel gelap ini masih marak dijual di medsos.
Oleh
SUCIPTO, YOSEPHA DEBRINA RATIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kecelakaan maut Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 58 menjadi momentum menertibkan angkutan gelap. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi telah meminta dilakukan razia mobil pribadi yang digunakan menjadi travel gelap. Namun, angkutan gelap ini masih banyak beroperasi dan dipasarkan secara daring.
Dari penelusuran Kompas, Jumat (12/4/2024), angkutan gelap ini menawarkan jasa melalui media sosial. Di Facebook, jasa travel ini mudah ditemui hanya dengan mengetikkan kata kunci rute yang dibutuhkan, seperti travel dari Jakarta, travel Jakarta-Brebes, dan seterusnya.
Kompas menghubungi salah satu angkutan gelap tersebut. Angkutan itu menawarkan jasa travel rute Brebes-Jabodetabek dan sebaliknya. Ia mengaku sebagai Rudin, sopir sekaligus pemilik mobil travel yang ia gunakan.
Kompas memintanya mengirim foto armada yang ia gunakan dari samping dan depan. Dari foto yang ia kirim, mobil yang ia gunakan ialah Daihatsu Gran Max bernomor polisi warna hitam atau mobil pribadi.
Melalui telepon, Rudin mengatakan, ia mematok tarif Rp 250.000 untuk tujuan Depok-Brebes. Sekali berangkat, angkutan itu hanya membawa enam penumpang. “Bawa motor juga bisa,” katanya.
Selain itu, ada Acong Tour and Travel yang menawarkan rute Jabodetabek-Sukabumi dan sebaliknya. Melalui pesan Whatsapp, ia menjamin penumpang dijemput ke rumah dan diantar sampai ke rumah tujuan.
Selain itu, ia menjamin penumpang tak diturunkan di tengah jalan jika ada kendala tilang atau hal lain. Acong Tour and Travel juga menawarkan biaya Rp 250.000 per orang untuk rute Jabodetabek-Sukabumi. “Armadanya Avanza, maksimal enam orang,” katanya.
Penertiban angkutan gelap mencuat kembali pada arus mudik Lebaran setelah terjadi kecelakaan maut di Kilometer 58 Tol Jakarta-Cikampek, Senin (8/4). Sebanyak 12 korban meninggal dunia dengan luka bakar parah.
Angkutan gelap yang memakai mobil Gran Max itu membawa penumpang melebihi kapasitas. Sopirnya juga tidak cukup istirahat karena selama empat hari berturut-turut menyetir untuk rute Jabodetabek-Ciamis. Saat melintas di lajur contraflow KM 58, sopir diduga mengantuk sesaat (microsleep) hingga melipir ke lajur arah sebaliknya dan menghantam bus (Kompas, 12/4/2024).
Setelah kejadian itu, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta kepolisian merazia angkutan travel gelap saat arus balik 2024 ini. Ia meminta kepolisian menegakkan hukum bagi para travel tak berizin itu.
“Bagi mereka yang akan kembali ke kota asal, cari kendaraan yang laik jalan dan sopir yang segar. Pastikan jumlah penumpang di mobil tidak melebihi kapasitas,” kata Budi.
Direktur Lalu Lintas Polda Jateng Komisaris Besar Sonny Irawan mengatakan, kepolisian kesulitan membedakan mana travel gelap dan mana mobil pribadi. Sebab, jumlah kendaraan pribadi sangat banyak.
Berdasarkan survei yang dilakukan Kemenhub, Jawa Tengah menjadi daerah tujuan terbesar pada mudik 2024, yakni 61,6 juta orang menuju ke daerah ini. Kemungkinan mereka akan kembali pada arus balik dengan jumlah yang tak terlalu jauh.
Saat ditanya apa yang akan dilakukan Polda Jateng untuk mengantisipasi angkutan gelap saat arus balik, Sony menyebut sudah ada peraturan mengenai angkutan orang. “Namun, dalam pelaksanaan di lapangan, mana yang travel gelap atau tidak susah dibedakan,” kata dia.
Menanggapi fenomena travel gelap ini, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno berpendapat, keberadaan travel gelap ini telah mengganggu operasional angkutan umum resmi dan membahayakan masyarakat.
"Kecelakan maut KM 58 harusnya jadi momentum menertibkan angkutan gelap,” kata Djoko yang juga pengajar Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata itu.
Menurut Djoko, harus ada ketegasan dari aparat dan pemerintah untuk menertibkan angkutan gelap ini. Bukan hanya penindakan hukum, tetapi juga menyelesaikan sampai ke akar masalahnya. Di lapangan, Djoko juga pernah menemukan adanya oknum aparat yang membekingi usaha angkutan gelap ini.
Penyelesaiannya juga harus dilihat dari semua sisi. Di satu sisi, masyarakat di pedesaan membutuhkan angkutan gelap semacam ini. Mereka memberi fasilitas mengantar dan menjemput sampai ke depan rumah penumpang yang tak terjangkau angkutan publik.
Namun, di sisi lain, angkutan ini luput dari sistem pengawasan transportasi umum. Ketegasan pemerintah dibutuhkan agar kecelakaan angkutan gelap yang menelan korban jiwa tidak terjadi lagi.