Tekan Fatalitas Kecelakaan Bus, Penggunaan Sabuk Keselamatan Perlu Digencarkan
Sabuk keselamatan wajib untuk menekan fatalitas kecelakaan, seperti yang menimpa bus Rosalia Indah di Batang.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·3 menit baca
KENDAL, KOMPAS — Mayoritas korban meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas yang melibatkan bus Rosalia Indah di Kilometer 370 Jalan Tol Batang-Semarang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Kamis (11/4/2024), terpelanting keluar bus. Kondisi itu menjadi alarm bahwa penggunaan sabuk keselamatan atau seat belt perlu diwajibkan untuk semua kendaraan, termasuk kendaraan umum.
Kecelakaan itu bermula saat bus Rosalia Indah dengan nomor polisi AD 7019 OA melaju dari arah barat ke timur atau Jakarta-Semarang di Tol Batang-Semarang, Desa Ketanggan, Kecamatan Gringsing, Batang. Sesampainya di Km 370+ 50, Jalur Widodo (40), pengemudi bus tersebut, mengantuk. Kondisi itu membuat bus oleng hingga keluar jalur dan masuk ke dalam parit. Di parit tersebut, bus masih berjalan sekitar 150 meter.
Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Batang Ajun Komisaris Wigiyadi mengatakan, kaca-kaca pada jendela bus Rosalia Indah tersebut pecah. Sebagian penumpang dalam bus itu juga disebut Wigiyadi terpental hingga menyebabkan beberapa meninggal dunia.
”Totalnya ada tujuh orang yang meninggal dunia. Sebanyak lima orang terpental keluar bus dan dua lainnya terjepit di dalam bus,” kata Wigiyadi saat ditemui di Rumah Sakit Islam Muhammadiyah Kendal, Kamis.
Kepala Polres Batang Ajun Komisaris Besar Nur Cahyo Ari Prasetyo mengatakan, berdasarkan data terbaru yang didapatkan polisi, ada 36 orang dalam bus tersebut. Dari jumlah itu, sebanyak 34 penumpang dan dua orang lainnya awak bus, yakni satu sopir dan satu kondektur.
”Tiga korban meninggal dunia adalah laki-laki, satu di antaranya merupakan kondektur bus. Kemudian, empat korban meninggal lainnya merupakan perempuan, yang terdiri dari dua dewasa dan dua anak-anak. Semua korban dievakuasi ke RSI Muhammadiyah Kendal,” tutur Cahyo, Kamis malam.
Cahyo menyebut, korban meninggal dunia dalam kecelakaan itu merupakan warga dari Jateng, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Mereka adalah Sumarno (45), Shaquina Banunga (1), Moh Mahsun (46), Zifana (3), Masriin, Titik, dan Aris Riski.
Selain merenggut nyawa tujuh orang, kecelakaan itu juga menyebabkan sebanyak 20 orang menderita luka-luka, mulai dari luka ringan, sedang, hingga berat. Puluhan orang itu juga dievakuasi untuk mendapatkan pertolongan medis di RSI Kendal. Hingga Kamis malam, satu orang dilaporkan menderita luka berat dan 19 lainnya luka sedang dan ringan.
Pengamat transportasi dari Universitas Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, fatalitas dalam kecelakaan seperti yang terjadi pada bus Rosalia Indah bisa ditekan. Salah satunya apabila seluruh orang di dalam bus itu memakai sabuk keselamatan.
”Para korban itu terpelanting ke luar bus, kalau pakai seat belt, setidaknya mereka bisa bertahan. Kejadian seperti ini sudah sering sehingga sudah saatnya mewajibkan seat belt untuk semua kendaraan penumpang, apalagi kendaraan penumpang jarak jauh yang kerap dipacu dengan kecepatan tinggi,” ujar Djoko.
Djoko menyebut, jarang ada bus yang kursi penumpangnya dilengkapi dengan sabuk keselamatan. Padahal, kewajiban penggunaan sabuk keselamatan itu telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 74 Tahun 2021 tentang Perlengkapan Keselamatan Kendaraan Bermotor.
Ke depan, pemerintah diharapkan bisa menggencarkan sosialisasi terkait kewajiban penggunaan sabuk keselamatan untuk seluruh penumpang kendaraan umum, apalagi yang jarak jauh. Perusahaan otobus juga didorong untuk melengkapi kursi-kursi pengemudi maupun penumpang di bus-busnya dengan sabuk keselamatan.
Para korban itu terpelanting ke luar bus, kalau pakai seat belt, setidaknya mereka bisa bertahan.
Mengantuk
Sebelumnya, dalam konferensi pers, Kamis siang di RSI Muhammadiyah Kendal, Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Aan Suhanan menyebut, dari hasil olah tempat kejadian perkara dan traffic accident analysis, petugas tidak menemukan jejak pengereman di sekitar lokasi kecelakaan. Kepada polisi, sopir bus telah mengakui bahwa dirinya mengantuk dan lelah. Kondisi itu dimungkinkan membuat sopir bus tidur sesaat atau microsleep.
”Bisa dibilang, sekarang ini susah cari sopir. Padahal, permintaan perjalanan sangat tinggi. Bisa jadi, karena sopir terbatas, bagaimana caranya supaya tetap berangkat,” ucap Djoko.
Di tengah keterbatasan itu, perusahaan otobus terpaksa mengabaikan aturan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi. Padahal, aturan-aturan itu tak boleh ditawar demi keselamatan.
Menurut Djoko, idealnya, sopir bekerja maksimal 8 jam dalam sehari. Setelah berkendara selama empat jam, mereka wajib tidur atau beristirahat selama minimal 30 menit.