Semarak Takbiran dengan Meriam Karbit dari Tepian Kapuas Pontianak
Lebaran di Pontianak tahun ini akan disambut dengan dentuman meriam karbit di tepi Sungai Kapuas.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Dentuman meriam karbit bakal kembali terdengar meramaikan malam takbiran di tepi Sungai Kapuas di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, Selasa (9/4/2024) malam. Bakal ada puluhan meriam karbit dengan berbagai hiasan tersaji menyambut Lebaran kali ini.
Tahun ini, acara bertajuk Ekshibisi Meriam Karbit itu menyediakan 41 panggar atau tempat menyandarkan meriam karbit. Lokasinya tersebar di Kecamatan Pontianak Timur, Kecamatan Pontianak Selatan, dan Kecamatan Pontianak Tenggara. Di setiap panggar terdapat empat hingga sembilan meriam karbit.
”Ajang ini sebagai upaya pelestarian budaya yang sudah mengakar lama di Kota Pontianak. Meriam karbit menjadi bagian kehidupan masyarakat, terutama yang bermukim di tepian Sungai Kapuas,” kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak Sri Sujiarti, Selasa.
Sejarah kota
Kali ini, meriam karbit kembali dibuat dari kayu sepanjang 5-7 meter dengan diameter 60-70 sentimeter. Pada Selasa pagi, beberapa meriam karbit yang dihias cat warna-warni telah terpasang. Pada malam takbiran akan terdengar dentuman meriam karbit silih berganti dari tepian Sungai Kapuas.
Sebagai warisan budaya tak benda sejak 2015, meriam karbit memiliki nilai historis terkait berdirinya Kota Pontianak. Berdasarkan data Forum Tradisi Permainan Meriam Karbit Kota Pontianak, alkisah, Sultan Pertama Pontianak Syarif Abdurrahman Alkadrie saat mendirikan Kota Pontianak menembakkan meriam tiga kali.
Tembakan pertama untuk menentukan makamnya kelak. Tembakan kedua guna menentukan posisi masjid. Sementara tembakan ketiga hendak menentukan posisi keraton yang menjadi cikal bakal Kota Pontianak. Posisi Keraton Pontianak berada di Pontianak Timur.
Dalam perjalanan menyusuri Sungai Kapuas, Sultan juga diganggu hantu kuntilanak. Kala itu, daerah di tepian Sungai Kapuas masih berupa hutan belantara dan dipercaya cukup angker.
Untuk menghalau gangguan tersebut, ia memerintahkan prajuritnya menembakkan meriam. Penamaan Kota Pontianak pun tidak lepas dari keberadaan hantu kuntilanak tersebut.
Dalam perkembangannya meriam karbit dimainkan untuk menyemarakkan malam takbiran menyambut Lebaran. Inilah ekspresi kegembiraan warga yang setelah menjalani puasa di bulan Ramadhan.
”Tradisi tersebut sejak orang-orang tua zaman dahulu memeriahkan malam takbiran menyambut Lebaran,” ucap Ketua Forum Tradisi Permainan Meriam Karbit Kota Pontianak Fajriudin Anshari (Kompas, 28/4/2021).
Simbol peradaban
Ahmad Sofian, penulis buku Meriam Karbit, Menjaga Tradisi, Memberi Identitas, menuturkan, permainan meriam karbit menjadi identitas penting, tradisi, dan nilai-nilai budaya masyarakat yang ada di tepian Kapuas. Kebudayaan meriam karbit yang ada sekarang merupakan bagian dari proses panjang.
Hal itu juga menjadi simbol bagaimana keberadaan peradaban masyarakat di tepian Sungai Kapuas. Permainan meriam karbit tidak ada di semua tempat, hanya ada di kampung-kampung tua di tepian Kapuas kecil di Kota Pontianak.
Pada masa lalu, dentuman meriam dibunyikan saat azan maghrib sekaligus menandai waktu berbuka puasa. Kelompok masyarakat di salah satu titik di tepi Kapuas menyalakan meriam karbit. Kemudian, kelompok di kampung lain di tepian Kapuas akan membalas dengan membunyikan meriam.
”Proses berbalas itu salah satu ciri khas permainan meriam karbit. Sahut-menyahut itu seperti membalas salam. Selain itu, juga sebagai tanda memberi pengumuman dan penanda waktu shalat. Kemudian, seiring waktu menjadi festival,” papar Ahmad.
Mengingat sudah menjadi identitas masyarakat di tepian Kapuas dan identitas penting bagi Kota Pontianak, muncul ide agar meriam karbit dimainkan setiap hari menjelang maghrib.
”Tinggal dipilih meriam mana yang mau dipilih untuk didentumkan setiap hari. Dengan demikian, akan menjadi ciri khas Pontianak,” ujar Ahmad, yang juga menulis buku Pontianak Heritage.
Sementara itu, persiapan juga dilakukan di sejumlah lokasi yang akan dijadikan tempat shalat Idul Fitri di Kota Pontianak. Salah satunya di Jalan Rahadi Oesman, sekitar Taman Alun Kapuas. Lokasi itu rutin dijadikan tempat shalat Idul Fitri.
Pada Selasa pagi, sejumlah petugas tampak memberi tanda dengan cat putih sebagai petunjuk saf bagi jemaah yang akan melakukan shalat Id pada Rabu (10/4/2024) pagi. Lokasi tersebut telah ditutup dan tidak boleh dilintasi kendaraan.
”Jalan Rahadi Oesman bisa menampung sekitar 5.000 orang jemaah. Namun, yang datang biasanya 9.000-10.000 orang jemaah,” ujar Ketua Umum Panitia Perayaan Hari Besar Islam Kota Pontianak Iwan Amriady.
Pihaknya juga telah membenahi sistem pengeras suara agar bisa terdengar di setiap sudut lokasi shalat Id. Berdasarkan laporan tim di lapangan, persiapan pada H-1 Lebaran sudah dilaksanakan. Penyemprotan lokasi dengan air untuk membersihkan area tersebut dilaksanakan pukul 06.15 oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Pontianak.
Dari pantauan Kompas di lokasi lain, tepatnya di halaman Masjid Mujahidin, Pontianak, persiapan juga sudah dilakukan. Di halaman Masjid Mujahidin sudah ada tanda dengan cat putih sebagai petunjuk saf untuk shalat Id. Di salah satu sudut juga telah berdiri panggung tempat imam yang akan memimpin shalat.