Keriaan Anak dan Bahaya Klakson ‘Telolet’ pada Bus
Jika terdapat pengemudi yang menyalakan ‘telolet’, petugas akan menegur dan berupaya mencabut klakson tambahan itu
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·4 menit baca
Sejumlah bus antar kota antarprovinsi masih memeriahkan jalan dengan klakson modifikasi atau akrab disebut telolet. Bunyi klakson itu menjadi magnet bagi anak-anak. Sayangnya, pemasangan klakson tersebut pada bus justru mengandung marabahaya.
Sahut-sahutan klakson telolet dengan beragam alunan melodi terdengar memeriahkan pelepasan 239 bus program Mudik Balik Asyik 2024 yang diadakan pemerintah provinsi Jawa Tengah (Jateng) bersama dengan sejumlah pelaku usaha. Mayoritas melodi klakson itu berlangsung lebih dari 10 detik. Bahkan, ada klakson yang mendendangkan refrain lagu Goyang Maumere dan jingle Susu Murni Nasional.
Pelepasan itu berlangsung di halaman parkir Museum Purna Bhakti Pertiwi, Jakarta, Sabtu (6/4/2024). Sebelum melepas rombongan bus itu, Penjabat Gubernur Jateng Nana Sudjana menyatakan, tidak ada bus yang menyalakan klakson telolet. Namun, setelah mengangkat bendera tanda pelepasan, bus-bus itu langsung beradu telolet. Keriuhannya terdengar hingga radius sekitar 1 kilometer.
Di tengah kemeriahan itu, Nugroho, warga Semarang, Jateng, yang sedang bertugas di Jakarta, mengingat tingkah anaknya yang penggemar berat klakson telolet. “Kalau naik bus, anak saya mau yang ada telolet. Kalau tidak ada, dia bisa tantrum hingga turun bus,” ujarnya.
Jatuh cinta anak-anak pada klakson telolet juga diceritakan Norytyas, pekerja yang tinggal di Depok, Jawa Barat. Putranya mengenal telolet sejak mudik ke kampung halaman di Cilacap, Jateng, pada 2021.
Saat itu, sang putra berusia 3 tahun. Adapun rumah orangtua Norytyas berada di pinggir jalan yang kerap dilalui bus besar yang menyalakan telolet. Imbasnya, si anak menunggu di depan rumah untuk mendengarkan telolet. Begitu kembali ke Depok, dia menanyakan soal telolet.
“Saat di sekolah dan ketemu temannya, dia tiba-tiba mengenal istilah ‘om, telolet, om’. Bahkan, dia pernah teriak ‘om, telolet’ om’ ke pengendara sepeda motor. Saya pun turun tangan untuk memberitahukan kalau telolet ada di bus, bukan motor,” kata Nortyas sambil terkikik.
Saat ini, dia bersama keluarga sudah sampai di Cilacap. Semalam, si anak sudah melepas rindu dengan suara telolet yang melintas di depan rumah. Si anak merasa senang dengan suara tersebut karena membuat suasana menjadi lebih seru.
Tidak semua anak menggemari telolet. Misalnya, anak-anak Dewi, warga Parung, Jabar, yang berusia 3 dan 4 tahun. Dia menduga, melihat bus-bus besar setiap akhir pekan menjadi hal biasa bagi mereka karena rumahnya dekat dengan tempat wisata.
“Pernah ada suara telolet, anak-anak hanya mengintip. Begitu selesai, mereka mengalihkan pandangan,” katanya.
Berbahaya
Dari segi regulasi, pemerintah melarang penggunaan klakson telolet. Aturan itu tertuang dalam pasal 58 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal itu berbunyi setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan juga membatasi suara klakson berada di rentang 83-118 desibel. Klakson tidak boleh mengganggu konsentrasi pengemudi.
Setelah melepas sejumlah bus dalam program mudik gratis dari salah satu perusahaan otomotif, Kepala Subdirektorat Angkutan Perkotaan Direktorat Jenderal Hubungan Darat Kementerian Perhubungan Iman Sukandar menyatakan, sejumlah kebijakan melarang penggunaan telolet. Jika terdapat pengemudi yang menyalakannya, petugas akan menegur dan mengupayakan pencabutan klakson tambahan itu.
“Apalagi kalau klakson itu menggunakan sistem angin yang terhubung dengan mesin. Ini akan membahayakan kendaraan. Di terminal, ada juga pengecekan terhadap klakson telolet,” ujarnya.
Bahaya klakson telolet itu mengemuka di kasus kecelakaan beruntun oleh truk pengangkut bensin di Jalan Transyogi, Bekasi pada Juli 2022. Investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi menemukan, sistem pengereman yang tidak berfungsi menjadi faktor utama kecelakaan itu. Tidak berfungsinya sistem pengereman salah satunya disebabkan oleh bocornya udara pada sistem klakson telolet (Kompas, 19 Oktober 2022).
Padahal, berdasarkan penelusuran, Minggu (7/4/2024), klakson telolet dijual di sejumlah lokapasar. Setelah memasukkan kata kunci ' telolet’ di kolom pencarian, sejumlah akun menjual klakson tambahan itu dengan rentang harga Rp 60.000 hingga Rp 2,7 juta per unit, bergantung dari sistem pemasangan dan voltase.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur AKBP Burhanuddin menggarisbawahi, pengemudi bus mesti memerhatikan keselamatan berlalu-lintas. “Tidak usah membunyikan telolet-telolet yang bisa membahayakan pengguna jalan lainnya,” ujarnya sebelum melepas armada bus program Mudik Balik Asyik 2024.