Daniel Tangkilisan Divonis 7 Bulan Penjara, Warga Karimunjawa Kecewa
Sebagian warga Karimunjawa kecewa atas vonis yang dijatuhkan terhadap Daniel Tangkilisan. Namun, mereka tidak menyerah.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·4 menit baca
JEPARA, KOMPAS — Daniel Frits Maurits Tangkilisan (50), aktivis lingkungan yang memprotes pencemaran limbah tambak udang di Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama tujuh bulan. Sejumlah pihak, termasuk sebagian warga Karminunjawa, menilai putusan hakim Pengadilan Negeri Jepara tersebut mengecewakan.
Sidang putusan terhadap Daniel digelar di Pengadilan Negeri Jepara pada Kamis (4/4/2024) siang. Sidang itu dipimpin oleh Hakim Ketua Parlin Mangantas Bona serta hakim anggota, yakni Joko Ciptano dan Yusuf Sembiring.
Menurut Parlin, Daniel terbukti melanggar Pasal 45A Ayat 2 tentang Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, Daniel juga dinyatakan melanggar UU No 8/2018 tentang hukum acara pidana serta aturan perundangan-undangan lainnya bersangkutan.
”Terdakwa (Daniel) terbukti secara sah dan meyakinkan, bersalah secara hukum tindak pidana tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian untuk kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama tujuh bulan dan denda Rp 5 juta, dengan ketentuan jika denda itu tidak dibayar digantikan kurungan penjara selama satu bulan,” kata Parlin.
Selain itu, majelis hakim juga menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Daniel, dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Majelis hakim pun meminta agar Daniel tetap ditahan.
Barang bukti berupa telepon seluler milik terdakwa dan akun Facebook dengan nama Daniel Frits Maurits Tangkilisan dimusnahkan. Terakhir, Daniel juga dibebani untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.
Putusan itu, disebut Parlin, didasari oleh hal-hal yang dinilai majelis hakim memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan, yakni Daniel dianggap menimbulkan keresahan bagi masyarakat Karimunjawa.
Adapun hal-hal yang dinilai meringankan, yakni Daniel belum pernah dihukum, berlaku sopan, serta kooperatif di persidangan, dan merupakan pejuang lingkungan. Selain itu, Daniel juga dianggap telah memberikan kontribusi berupa layanan pendidikan gratis kepada masyarakat, tidak hanya di Karimunjawa, tetapi juga di daerah lainnya.
Putusan hakim pada sidang vonis, Kamis, lebih rendah dari tuntutan yang disampaikan jaksa penuntut umum pada sidang dengan agenda tuntutan, 19 Maret 2024. Kala itu jaksa menuntut agar Daniel dipidana penjara 10 bulan dikurangi masa penahanan yang telah dijalani. Permintaan jaksa lainnya senada dengan vonis yang dijatuhkan hakim.
”Kami sudah tuntut sepuluh bulan, tetapi tadi vonisnya tujuh bulan. Kami masih menunggu sikap terdakwa melalui kuasa hukumnya, selama tujuh hari ke depan. Jika mereka (mengajukan) banding, kami juga akan banding,” ucap Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jepara Irvan Surya.
Sementara itu, Rapin Mudiardjo, salah satu penasihat hukum Daniel, mengatakan, pihaknya keberatan dengan vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim. Pihaknya mengaku bakal mengajukan banding atas putusan tersebut.
”Persoalannya bukan terkait vonis sepuluh bulan, tetapi tentang penegakan hukum lingkungan. Daniel ini bukan satu-satunya. Kami mengharapkan peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi di kemudian hari supaya tidak ada lagi Daniel-Daniel yang lain,” ujar Rapin.
Rapin juga mengaku kecewa karena hakim tidak mempertimbangkan kasus yang menimpa Daniel sebagai bentuk strategic lawsuit against public participation (SLAPP) atau kriminalisasi untuk membungkam gerakan pro-lingkungan hidup. Menurut Rapin, konsep anti-SLLAP yang merupakan aturan internasional telah diratifikasi dan diadopsi menjadi bagian dari hukum Indonesia.
”Harusnya majelis mempertimbangkan itu sebagai bagian perlindungan hukum lingkungan,” ujarnya.
Teman kami yang membela, yang menyuarakan, dan memohon agar Karimunjawa lestari sekarang harus meringkuk di penjara.
Sebagian warga Karimunjawa mengaku kecewa, sedih, dan marah atas vonis hakim. Saroni (47), warga Karimunjawa yang turut hadir di Pengadilan Negeri Jepara, mengatakan, apa yang menimpa Daniel tidak adil.
”Kami sebagai masyarakat Karimunjawa yang berharap Daniel diberi kebebasan merasa sedih, kami sangat kecewa. Hari ini, di Karimunjawa sedang ramai, warga tidak bisa terima dengan vonis hakim di Jepara,” ucap Saroni.
Kendati merasa terkhianati oleh vonis hakim, Saroni mengaku, warga Karimunjawa tidak akan berhenti berjuang. Mereka, disebut Saroni, akan terus menyuarakan penolakan terhadap pencemaran limbang tambak udang di Karimunjawa.
Kekecewaan juga diungkapkan Ketua Lingkar Juang Karimunjawa Bambang Zakariya. Menurut Zakariya, pihaknya merasa tidak terima dengan vonis hakim.
”Teman kami yang membela, yang menyuarakan, dan memohon agar Karimunjawa lestari sekarang harus meringkuk di penjara. Kami tidak terima dan kami tidak akan berhenti berjuang sampai di sini,” ujarnya.
Staf Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jateng, Adetya Pramandira, menuturkan, kriminalisasi terhadap warga pejuang lingkungan sudah berulang kali terjadi di Jateng. Hal ini, disebut Pramandira, menunjukkan bahwa sikap hakim yang tidak berpihak pada pejuang lingkungan hidup akan menjadi ancaman ke depan.
”Pada kenyataannya, Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup itu ada. Tetapi, banyak hakim yang tidak memahami itu secara kontekstual sehingga ke depan berpotensi akan ada kasus-kasus seperti ini lagi,” kata Pramandira.