Lima Terdakwa Kasus Dugaan Korupsi PT Bukit Asam Divonis Bebas
Akuisisi saham PT SBS oleh PT Bukit Asam dinilai justru untungkan perusahaan tambang batubara milik negara ini.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Lima terdakwa kasus dugaan korupsi akuisisi saham PT Satria Bahana Sarana oleh PT Bukit Asam melalui anak usaha PT Bukit Multi Investama divonis bebas. Majelis hakim memutuskan tidak ada kerugian negara dalam akuisisi tersebut, sebaliknya justru memberikan keuntungan untuk Bukit Asam yang merupakan perusahaan tambang batubara badan usaha milik negara di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
”Para terdakwa secara sah dan meyakinkan tidak melakukan tindak pidana korupsi seperti dakwaan penuntut umum, baik primair maupun subsidair,” ujar Ketua Majelis Hakim Pitriadi dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Palembang, Sumsel, Senin (1/4/2024).
Kelima terdakwa adalah Direktur Utama PT Bukit Asam (BA) 2011-2016 Milawarma, Mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT BA Anung Dri Prasetya, Ketua Tim Akuisisi Jasa Penambangan Syaiful Islam, Analis Bisnis Madya PT BA 2012-2016 sekaligus Wakil Ketua Tim Akuisisi Jasa Penambangan PT Nurtimah Tobing, dan Pemilik PT Satria Bahana Sarana (SBS) Tjahyono Imawan. Mereka telah menjalani puluhan persidangan sejak 17 November 2023.
Sebelumnya, mereka diduga bersekongkol untuk memperkaya diri sendiri dalam akuisisi saham PT SBS. Proses itu disebut-sebut merugikan negara Rp 162,466 miliar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumsel menuntut para terdakwa masing-masing 19 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan untuk Milawarma dan Tjahyono.
Anung dituntut 18 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Adapun Syaiful dan Nurtimah masing-masing dituntut 18 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun, dalam persidangan kali ini, empat dari lima hakim ragu dengan hasil audit kerugian negara tersebut. Itu karena yang mengeluarkan hasil audit hanya akuntan publik, bukan lembaga negara, seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Para terdakwa secara sah dan meyakinkan tidak melakukan tindak pidana korupsi seperti dakwaan penuntut umum, baik primair maupun subsidair.
Empat hakim itu pun tidak meyakini keakuratan hasil audit tersebut. Apalagi hasil audit itu menyamakan cara menghitung pengadaan barang dan jasa dengan investasi dalam bentuk akuisisi. Padahal, cara menghitung keduanya berbeda.
Oleh karena itu, empat hakim itu memutuskan tidak ada unsur memperkaya diri sendiri atau kelompok dan tidak ada unsur yang menyebabkan kerugian negara dalam akuisisi tersebut. Bahkan, dalam perkembangannya, akuisisi itu justru menguntungkan PT BA ataupun negara.
”Dengan ini, membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan, memerintahkan penuntut umum segera membebaskan para terdakwa dari rumah tahanan negara, dan memulihkan harkat serta martabat para terdakwa,” kata Pitriadi.
Berbeda pendapat
Kendati demikian, satu hakim, Waslam Makhsid, memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Dia menilai para terdakwa terbukti memenuhi semua unsur dakwaan subsider. Para terdakwa dianggap menyalahgunakan wewenang untuk melakukan akuisisi sehingga menimbulkan kerugian negara.
”Keuntungan tidak hanya dalam bentuk materi yang bisa diterima langsung (oleh terdakwa), tetapi bisa dalam bentuk lain yang turut menyebabkan kerugian negara, antara lain terhapusnya utang PT SBS,” tutur Waslam.
Seusai persidangan, para terdakwa langsung meluapkan rasa syukur bersama keluarga dan kerabat yang memenuhi ruang sidang. Ada yang sujud syukur, berpelukan dengan keluarga ataupun kerabat, dan menerima salam dari sejumlah orang. Mereka semua larut dalam haru kebahagiaan.
”Yang bisa saya katakan saat ini hanyalah, Alhamdulillah. Selebihnya, saya ingin menikmati waktu bersama keluarga,” ujar Milawarma.
Kuasa hukum Milawarma dan kawan-kawan, Soesilo Aribowo, mengatakan, pihaknya mengapresiasi keputusan majelis hakim. Hal itu sesuai dengan fakta di persidangan yang membuktikan bahwa para kliennya tidak terbukti melakukan korupsi dalam akuisisi tersebut.
”Sebagaimana yang diputuskan majelis hakim, tidak ada perbuatan melawan hukum dalam perkara ini. Tentunya, itu berarti tidak ada penyalahgunaan wewenang dan tidak ada kerugian negara. Hal itu saya kira sudah sesuai dengan fakta persidangan yang telah dijalani,” kata Soesilo.
Sementara itu, salah satu JPU, Hermansyah, menuturkan, pihaknya akan melaporkan hasil putusan tersebut kepada pimpinan terlebih dahulu. Tidak menutup kemungkinan, mereka akan melakukan upaya hukum lanjutan.
”Yang jelas, kami sudah berusaha membuktikan dakwaan kami. Namun, hakim berbeda pandangan dengan fakta yang ada dalam persidangan,” tuturnya.