Ramadhan tak hanya bulan ibadah, juga momentum mendorong ekonomi warga dan promosi wisata religi.
Oleh
ZULKARNAINI
·4 menit baca
Menjelang waktu berbuka puasa, Jumat (29/3/2024), warga Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh memenuhi jalan-jalan protokol di seputar Masjid Raya Baiturrahman. Suguhan kesenian, kuliner, pawai, hingga perlombaan baca Alquran membuat Ramadhan di "Serambi Mekkah" berlangsung meriah.
Pawai mobil hias bertemakan Ramadhan menyedot perhatian warga. Lantunan sholawat dan tabuhan rapai—alat musik tradisional Aceh semacam rebana—sahut menyahut. Warga memadati trotoar untuk menyaksikan ragam pertunjukan rangkaian kegiatan Aceh Festival Ramadhan.
“Seru karena sudah lama tidak ada acara seperti ini,” kata Moli, seorang ibu rumah tangga yang menyaksikan atraksi itu bersama dua anaknya.
Setelah pawai mobil hias berlalu, warga dihibur dengan penampilan tari tradisi yang dimainkan oleh mahasiswa Institut Seni Budaya Indonesia Aceh. Mereka berkolaborasi dengan marching band Gita Handayani.
Meski cuaca terasa gerah, warga antusias menyaksikan ragam atraksi budaya itu. Seni tutur seumapa yang dimainkan oleh seniman senior Medya Hus membuat suasana kian hidup.
Rangkaian seremonial ditutup dengan pemukulan bedug oleh Penjabat Wali Kota Banda Aceh Amiruddin dan Penjabat Sekretaris Daerah Aceh Azwardi.
"Banjir" kuliner
Usai menyaksikan atraksi budaya, warga bergeser ke dekat menara masjid. Deretan penjual kuliner menyambut mereka. Ragam makanan tradisional dan kekinian dijajakan sebagai menu bagi warga untuk berbuka puasa.
Beberapa kuliner tradisional yang terkenal adalah boh rom-rom, timphan, dan sie reuboh dapat dibeli dengan harga yang relatif murah. Satu porsi sie reuboh—daging masak asam pedas—dijual Rp 25.000, sedangkan kue dijual Rp 1.000 per potong.
Tidak jauh dari pasar kuliner, kelompok seniman lokal menampilkan tarian Seudati dan Didong. Meski sedang berpuasa, para seniman antusias menghibur warga.
Di antara puluhan pedagang itu, Olivia terlihat sibuk melayani pembeli. Gadis asal Sumatera Selatan itu menjual kuliner khas Palembang, apalagi kalau bukan pempek. “Seru, ramai pembeli,” kata Olivia yang baru tiga bulan menetap di Banda Aceh.
Di sudut yang lain, Fauziah juga tak kalah sibuk. Menggunakan kompor gas, dia sedang memasak sie reuboh. Aroma rempah yang khas menggugah selera, padahal waktu berbuka masih setengah jam lagi. Pembeli antre untuk mendapatkan sie reuboh.
Fauziah memang jago masak. Selain sie reuboh dia juga menjual pepes anak ikan, keumamah, kareng teuphep, dan anak cumi. “Semua saya masak sendiri. Adanya acara ini penjualan kami meningkat, kemarin laku Rp 1 juta. Alhamdulillah ada pemasukan untuk Lebaran,” kata Fauziah.
Pembayaran digital
Transaksi kian mudah karena warga tidak perlu membawa uang tunai. Jual beli di pasar kuliner Aceh Ramadhan Festival juga dapat dilakukan dengan layanan kode reaksi cepat (QRIS).
Di Aceh, layanan QRIS jamak diterapkan oleh pelaku usaha kecil menengah. Data dari Bank Indonesia Provinsi Aceh, hingga Januari 2024, telah terdapat 140.845 pedagang (merchant) yang menerapkan layanan QRIS. Bank Indonesia menyebutkan, penggunaan QRIS di Aceh tahun 2023 mencapai 6,1 juta transaksi dan pada 2024 ditargetkan mencapai 10 juta transaksi.
Panitia juga menyediakan takjil gratis bagi warga yang ingin berbuka puasa di Masjid Raya Baiturrahman dan lapangan terbuka di sisi kiri masjid. Bubur ie bu peudah kanji khas Aceh paling banyak diminati warga. Sambil menunggu bedug berbuka, warga dapat mendengar ceramah Ramadhan dan pembacaan Alquran. Nuansa religi sungguh kental.
Wisata religi
Selain menyemarakkan bulan puasa, Aceh Ramadhan Festival bagian dari atraksi wisata religi. Aceh Ramadhan Festival 2024 masuk dalam Karisma Event Nusantara (KEN) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Penjabat Wali Kota Banda Aceh Amiruddin menuturkan festival Ramadhan akan berpengaruh pada pencitraan Banda Aceh sebagai kota wisata religi. Sebagai provinsi yang menerapkan syariah Islam, Aceh telah lama menasbihkan diri sebagai kota wisata Islami.
Keberadaan Masjid Raya Baiturrahman, sebuah masjid tua di Asia Tenggara yang dibalut kisah heroik pejuang Aceh melawan Belanda, kian menambahkan daya tarik wisata.
“Kita sangat mengapresiasi event ini untuk mempromosikan pariwisata. Aceh Ramadhan Festival tahun ini mengangkat perjalanan spiritual di 'Serambi Mekkah',” kata Amiruddin.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh Almuniza mengatakan Aceh Ramadhan Festival juga menjadi ajang pemberdayaan pelaku usaha kecil menengah. Melalui menerapkan konsep pariwisata berbasis komunitas diharapkan warga lokal menjadi pelaku utama menyukseskan festival.
Warga terlibat sangat beragam seperti pelaku usaha kuliner, seniman lokal, hingga penampilan kelompok zikir. “Ini adalah konsep yang memberikan efek ganda karena masyarakat sebagai pelaku. Harapannya ekonomi warga bergeliat,” kata Almuniza.
Kepala Bank Indonesia Provinsi Aceh Rony Widijarto Purubaskoro mengatakan, kegiatan-kegiatan yang digelar pemerintah berpeluang mendorong pertumbuhan ekonomi karena terjadi perputaran uang di tengah-tengah warga. Hal itu disebabkan sektor konsumsi masih menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi Aceh.
Namun, Rony mengatakan Aceh perlu meningkatkan hilirisasi produk lokal agar mendapatkan nilai tambah lebih besar. Salah satu contoh caranya adalah mengolah hasil pertanian menjadi kuliner atau mengolah kain tenun dan songket menjadi pakaian. Kehadiran produk lokal penting karena dapat memperkaya destinasi wisata.