Yogyakarta Siapkan Produksi Bahan Bakar Industri dari Sampah
Kota Yogyakarta dapat menghasilkan 60-70 ton bahan bakar alternatif untuk pabrik semen setiap hari.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·2 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta, berencana menerapkan pengolahan sampah berkelanjutan dengan model refuse derived fuel (RDF). Fasilitas ini mengubah sampah menjadi bahan bakar alternatif untuk industri semen.
Langkah tersebut ditandai dengan penandatanganan kesepakatan bersama antara Pemkot Yogyakarta dan PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI) di Balai Kota Yogyakarta, Senin (25/3/2024). PT SBI adalah perusahaan semen yang berperan sebagai offtaker atau pembeli RDF nanti.
Kesepakatan bersama itu ditandatangani Penjabat Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo dan Direktur Manufacturing PT SBI Soni Asrul Sani. Dalam kesempatan itu, hadir pula Direktur Utama PT SBI Lilik Unggul Raharjo. ”Ini menjadi babak baru pengelolaan sampah di Yogyakarta,” ujar Singgih.
Strategi pengelolaan sampah di Yogyakarta harus berubah menyusul rencana penutupan total Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Piyungan di Bantul pada akhir April 2024. TPA itu selama ini menjadi lokasi penampungan sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul.
Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta pun meminta ketiga kabupaten/kota itu mengelola sampah secara mandiri di wilayah masing-masing. Batas waktunya ialah pada akhir April 2024 karena kapasitas TPA Piyungan hampir penuh.
Singgih mengatakan, saat ini Pemkot Yogyakarta telah menyiapkan tiga lokasi untuk fasilitas pengolahan RDF, yakni di Nitikan, Kranon, dan Karangmiri. Ketiga fasilitas itu dapat mengolah 120-140 ton sampah per hari.
Dari jumlah sampah itu, RDF yang bisa dihasilkan sekitar separuhnya atau 60-70 ton per hari. RDF tersebut kemudian dikirim ke pabrik PT SBI di Cilacap, Jawa Tengah. ”Ketiga lokasi itu ditargetkan beroperasi pada pertengahan atau akhir April,” ujarnya.
Pemkot Yogyakarta sebelumnya juga membidik satu lokasi lain untuk mendirikan fasilitas RDF, yakni di lahan TPA Piyungan. Namun, rencana itu mendapat penolakan dari warga sekitar.
Singgih pun menyebut, rencana pembangunan fasilitas RDF di Piyungan itu bukan batal, melainkan ditunda sementara. ”Nanti kita lanjutkan pendekatan lagi,” katanya.
Dalam pengelolaan sampah ini, Lilik mengatakan, pabrik di Cilacap dapat menerima total 250 ton RDF setiap hari. Saat ini, pihaknya telah menerima 80 ton RDF dari Kabupaten Cilacap dan 20 ton RDF dari Kabupaten Banyumas sehingga masih bisa menerima 150 ton lagi.
Strategi pengelolaan sampah di Yogyakarta harus berubah menyusul rencana penutupan total TPA Regional Piyungan di Bantul pada akhir April 2024.
Lilik menjelaskan, penggunaan RDF sebagai bahan bakar alternatif di pabrik Cilacap bisa memangkas kebutuhan batubara sebanyak 14 persen. ”Jika kapasitas maksimal 250 ton RDF terpenuhi, batubara yang dihemat bisa mencapai 25 persen,” tuturnya.
Namun, pabriknya hanya bisa memproses RDF dengan spesifikasi tertentu, antara lain RDF dengan kadar air maksimum 20 persen dan ukurannya tak lebih dari 5 sentimeter. Hal ini ditujukan agar proses kombinasi pembakaran RDF dengan batubara dapat berjalan baik.