Pembangunan Bendungan Temef di NTT Terkendala Ganti Rugi Tanah
Tuntutan ganti rugi lahan di wilayah pembangunan bendungan Temef, Timor Tengah Selatan, memperlambat pekerjaan.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·2 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Tuntutan ganti rugi tanah adat milik warga Konbaki, Kecamatan Polen, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur, mewarnai penyelesaian akhir pembangunan BendunganTemef. Padahal, progres pembangunannya kini sudah mencapai 98-99 persen.
Luas Bendungan Temef tercatat 489 hektar. Kapasitas tampungan kolamnya 45,75 juta meter kubik air. Nantinya, air dari bendungan itu akan mengairi sekitar 4.500 hektar lahan, dan kebutuhan listrik berkapasitas 2 x 1 megawatt. Biaya pembangunan bendungan mencapai Rp 2,7 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Kepala Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Bendungan I Nusa Tenggara II Frengky Welkis di Kupang, Senin (25/3/2024), mengatakan, bendungan dikerjakan sejak Agustus 2018. Targetnya, pembangunan diselesaikan pada akhir 2023 dan lantas akan dilakukan pengisian air.
Akan tetapi, dia mengatakan, masih ada sedikit kendala dalam perkembangannya. Hal itu terkait tuntutan ganti rugi hutan adat sekitar 100 hektar. Hingga kini, masalah itu masih menunggu proses negosiasi.
”Ada tim teknis yang melakukan kajian dan negosiasi dengan masyarakat. Ganti rugi tetap dilakukan, tetapi sifatnya tidak membebani proses pekerjaan,” katanya.
Ketua DPRD Timor Tengah Selatan Marcu Buana Mba’u mengira persoalan lahan di Bendungan Temef sudah selesai. Sebelumnya, pertengahan Januari 2024, masyarakat dari Desa Konbaki, Kecamatan Polen, sudah bertemu DPRD menyampaikan masalah itu.
Akan tetapi, warga lantas bertemu dengan pihak lain, diduga calo tanah. Pihak itu memengaruhi warga agar tidak datang lagi ke DPRD. Ujungnya, warga tidak pernah datang lagi meskipun sudah ada jadwal pertemuan.
”Kami berhadap masalah itu segera diselesaikan sehingga bendungan Temef segera difungsikan. Pembangunan bendungan itu sudah memasuki tahun kelima, bukan waktu yang singkat. Kami selalu siap memfasilitasinya,” katanya.
Sementara itu, pengisian air di tiga bendungan lain, yakni Rotiklot, Raknamo, dan Tilong, masih berlangsung. Padahal, musim hujan diperkirkan hanya sekitar satu pekan lagi.
”Jika dalam sisa musim hujan atau akhir Maret ini masih terjadi beberapa kali hujan deras, bisa dipastikan semua bendungan bisa melimpas airnya. Kini, air bendungan tetap dimanfaatkan untuk pengairan,” kata Frengky.