Semeru mengalami tiga kali erupsi pada Sabtu pagi. PVMBG menyatakan aktivitas Semeru tidak terkait gempa Bawean.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (23/3/2024), mengalami tiga kali erupsi dengan tinggi kolom letusan teramati 1.000 meter di atas puncak. Status gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu masih tetap Siaga atau level 3.
Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), erupsi pertama terjadi pukul 05.44 dengan tinggi letusan teramati sekitar 600 meter dari puncak. Kolom abu berwarna putih hingga kelabu dengan intensitas tebal ke arah utara. Erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 22 milimeter (mm) dan durasi 112 detik.
Erupsi kedua berlangsung pukul 07.28 dengan tinggi kolom letusan 700 meter di atas puncak. Kolom abu teramati dengan warga serupa dengan erupsi sebelumnya, yakni putih hingga kelabu dengan intenstitas tebal ke barat laut. Erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 20 mm dan durasi 75 detik.
Erupsi ketiga pukul 08.07 dengan tinggi kolom letusan 1.000 meter di atas puncak. Kolom abu teramati putih-kelabu dengan intensitas tebal ke barat laut. Erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimal 21 mm dan durasi 73 detik.
Sebelumnya, Jumat (22/3/2024) pukul 21.58, Semeru juga erupsi. Tinggi kolom letusan 1.000 meter di atas puncak dengan warna kolom abu putih-kelabu dengan intensitas tebal ke arah timur laut dan utara. Seismograf mencatat amplitudo erupsi maksimum 22 mm dengan durasi 138 detik.
Ketua Tim Kerja Gunung Api Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Heruningtyas Desi Purnamasari mengatakan, aktivitas yang terjadi di Semeru tidak ada hubungannya dengan gempa beruntun yang terjadi di Bawean.
Berdasarkan hasil evaluasi PVMBG periode 16-22 Maret yang ditandatangani Kepala PVMBG Hendra Gunawan pada 23 Maret 2024, dari sisi pengamatan visual badan gunung terlihat jelas hingga tertutup kabut. Saat fisik teramati jelas, asap kawah utama berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis 100-200 meter dari puncak.
Asap letusan putih-kelabu setinggi 200-1.000 meter dari puncak ke arah barat laut-timur laut. Secara visual letusan dan guguran lava yang terjadi jarang teramati karena terkendala kabut dan terkadang terdengar suara gemuruh saat terjadi letusan.
Dari sisi pengamatan instrumental, jumlah dan jenis gempa yang terekam masih didominiasi oleh jenis gempa permukaan, seperti gempa letusan dan embusan. Selama 16-22 Maret terjadi 604 gempa letusan/erupsi, 10 kali gempa guguran, dan 109 kali gempa embusan, 49 kali harmonik, 8 gempa vulkanik dalam, 1 kali tektonik lokal, 51 kali gempa tektonik jauh, dan 1 gempa getaran banjir.
Jarang teramati
Aktivitas Semeru pada 16-22 Maret memperlihatkan aktivitas erupsi, awan panas, dan guguran lava masih terjadi, tetapi secara visual jarang teramati karena cuaca. Akumulasi material hasil erupsi ataupun pembentukan scoria cones berpotensi menjadi guguran lava pijar atau awan panas.
Material guguran lava ataupun awan panas yang mengendap di sepanjang aliran sungai yang berhulu di Semeru berpotensi menjadi lahar jika berinteraksi dengan hujan. Interaksi endapan material guguran lava atau awan panas yang bersuhu tinggi dengan air sungai berpotensi terjadinya erupsi sekunder.
”Dalam periode ini jumlah gempa yang terekam menunjukkan bahwa aktivitas kegempaan di Semeru masih tinggi, terutama gempa letusan, guguran, dan harmonik. Gempa vulkanik dalam dan harmonik yang masih terekam mengindikasikan masih adanya suplai di bawah permukaan serta adanya proses penumpukan material hasil letusan di sekitar kawah Jonggring Seloko,” paparnya.
Pemantauan deformasi dengan peralatan tiltmeter dan GPS kontinu pada periode ini masih fluktuatif. Namun, di akhir periode pengamatan menunjukkan adanya pola relatif menurun pada bagian bawah tubuh Semeru. Adapun bagian atas menunjukkan proses inflasi yang berkorelasi dengan perpindahan tekanan dari dalam gunung ke permukaan bersamaan dengan keluarnya material saat erupsi.
Agus Harianto, salah satu warga Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang, membenarkan terkait erupsi pada Sabtu pagi dan Jumat malam. Sepengetahuan dia, Semeru terakhir mengalami erupsi serupa beberapa pekan lalu. ”Tadi tidak tampak guguran awan panas, hanya kolom letusan saja,” ujarnya.
Menurut Agus, tidak ada kepanikan warga terkait hal ini. Mereka masih beraktivitas seperti biasa. Kebetulan, dua hari terakhir cuara di lereng Semeru cerah dari sebelumnya yang sering mendung disertai angin kencang di sisi atas.
Terkait aktivitas Semeru, PVMBG pun masih mengeluarkan sejumlah rekomendasi, di antaranya masyarakat tidak melakukan aktivitas apa pun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 kilometer dari puncak (pusat erupsi).
Dalam periode ini jumlah gempa yang terekam menunjukkan bahwa aktivitas kegempaan di Semeru masih tinggi, terutama gempa letusan, guguran, dan harmonik.
Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 kilometer dari puncak. Selain itu, warga tidak beraktivitas dalam radius 5 kilmeter dari kawah/puncak Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).
Warga juga harus mewaspadai potensi awan panas, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.