Serangan Buaya Terulang, Anak di Buton Tengah Diterkam Saat Menyeberang Sungai
Serangan buaya terus terjadi di Sultra. Di Buton Tengah, seorang anak diterkam buaya di depan ibunya.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Seorang anak berusia 12 tahun di Kabupaten Buton Tengah, Sulawesi Tenggara, diterkam buaya saat menyeberangi sungai bersama ibunya. Korban ditarik buaya ke dalam air dan hingga kini masih dalam pencarian. Peristiwa ini menunjukkan, kasus serangan buaya akibat konflik ruang di Sultra kian mengkhawatirkan.
Peristiwa itu terjadi di Kecamatan Mawasangka, Buton Tengah, pada Jumat (22/3/2024) siang. ”Hingga siang ini masih dilakukan pencarian terhadap korban yang bernama Aini Oba (12),” tutur Kepala Polsek Mawasangka Inspektur Satu M Rusdi saat dihubungi dari Kendari, Sabtu (23/3/2024).
Rusdi menjelaskan, sebelum kejadian itu, Aini dan ibunya, Wa Jiani (42), bersama seorang kakak laki-lakinya, menuju kebun mereka yang berjarak sekitar 5 kilometer dari rumah. Mereka memanen pisang di kebun yang berlokasi di Dusun Kaleleha, Desa Terapung, Kecamatan Mawasangka, itu.
Setelah selesai panen, kakak laki-laki korban pulang lebih dulu membawa pisang yang telah dipanen. Aini dan ibunya mengikuti beberapa saat kemudian. Mereka berjalan beriringan dengan posisi Aini berjarak sekitar 1 meter di depan sang ibu.
Mereka kemudian tiba di sebuah sungai selebar 6 meter yang harus diseberangi setiap menuju kebun. Di sungai tersebut terdapat titian dari kayu yang sebagian terendam air.
”Saat menyeberang itu, Aini tiba-tiba diterkam buaya. Ibunya yang melihat berusaha menolong menarik kaki. Tapi kekuatan buaya jauh lebih kuat hingga menyeret korban ke dalam air,” ujar Rusdi.
Setelah kejadian itu, ibu korban berusaha mencari pertolongan. Anggota Bhabinkantibmas yang menetap di desa segera melaporkan kejadian ini. Upaya pencarian dan pertolongan dilakukan bersama masyarakat setempat.
”Sekarang sudah ada tim dari Basarnas dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Kami masih melakukan pencarian terhadap korban. Tetapi, kali (sungai) tersebut memang habitat buaya,” tutur Rusdi.
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Kendari Muhammad Arafah menyampaikan, pihaknya telah menurunkan tim dari unit siaga SAR Muna menuju lokasi kejadian. Sejumlah peralatan diturunkan untuk membantu proses pencarian.
Menurut Arafah, pencarian telah dilakukan pada Jumat siang hingga petang. Akan tetapi, korban belum juga ditemukan. Pencarian lalu dilanjutkan dengan melibatkan unsur kepolisian, masyarakat, dan keluarga korban.
Kasus serangan buaya di Sultra terus memakan korban. Pada tahun ini, setidaknya telah ada empat kasus serangan buaya. Salah satu kasus menyebabkan seorang anak di Muna Barat meninggal pada Januari lalu. Sementara itu, tim SAR melakukan empat evakuasi korban tewas karena serangan buaya pada 2023 dan enam korban tewas pada 2022.
Sebelumnya, pengajar Fakultas Ilmu Matematika dan Alam Universitas Halu Oleo, Kendari, La Ode Ngkoimani, menjelaskan, serangan buaya yang terus terjadi itu diduga berkait dengan kerusakan lingkungan dan konflik ruang.
Ngkoimani menyebut, habitat buaya di sungai kemungkinan besar terganggu dengan banyaknya aktivitas manusia, pembukaan ruang, dan kerusakan sungai. Kerusakan ekosistem di sungai itu kemudian berdampak pada terganggunya rantai makanan di sungai.
Saat menyeberang itu, Aini tiba-tiba diterkam buaya. Ibunya yang melihat berusaha menolong dengan menarik kaki. Tapi, kekuatan buaya jauh lebih kuat hingga menyeret korban ke dalam air.
Oleh karena itu, Ngkoimani berharap pemerintah bisa melihat masalah ini sebagai peringatan. Dia menyebut, zonasi pemanfaatan ruang di sungai perlu diatur. Selain itu, daerah aliran sungai juga harus direhabilitasi untuk menjaga ruang hidup buaya.
”Ini korbannya semakin banyak, bahkan jauh lebih banyak dari bencana alam yang terjadi di Sultra. Sudah sepatutnya pemerintah mengambil langkah untuk penanganan, baik secara konsep maupun aksi kecil di lapangan,” ujarnya.