Menempuh Jalan Mulia, Marbot Masjid Belum Hidup Sejahtera
Kesejahteraan marbot di Banjarmasin dan Cirebon masih rendah. Perhatian, terutama dari pemerintah, sangat dinantikan.
Hingga kini masih banyak pekerja di masjid atau marbot yang belum sejahtera. Mereka masih menerima upah di bawah standar upah minimum daerah.
Suriansyah (57), marbot atau kaum Masjid Al-Amin, Banua Anyar, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, menuturkan, upah yang diterimanya sebagai marbot saat ini Rp 1 juta per bulan. Upah tersebut sudah bertahan selama beberapa tahun terakhir.
”Itu upah yang ulun (saya) terima setiap bulan dari pengurus masjid. Selain uang, ulun juga dapat bantuan bahan pokok,” katanya saat ditemui di Banjarmasin, Kamis (21/3/2024).
Baca juga: Marbot, Pekerjaan Sukarela yang Menenteramkan
Setiap bulan, Suriansyah menerima 5 kilogram (kg) beras, 1 liter minyak goreng, 1 kg gula pasir, 15 bungkus mi instan, dan 30 butir telur ayam ras. Ia menikmati upah dan bahan pokok itu bersama seorang istri dan dua anak.
”Kalau hanya mengharapkan penghasilan dari ulun pastinya tidak cukup untuk makan sebulan. Untungnya, istri dan satu anak ulun juga bekerja, jadi cukup saja,” kata warga Kelurahan Banua Anyar, Banjarmasin Timur, yang sudah enam tahun menjadi marbot itu.
Jika dibandingkan dengan upah minimum kota (UMK) Banjarmasin dan upah minimum provinsi (UMP) Kalimantan Selatan tahun 2024, upah yang diterima Suriansyah hanya sepertiga dari UMK Banjarmasin dan UMP Kalsel. UMK Banjarmasin sudah mencapai Rp 3,3 juta, sedangkan UMP Kalsel Rp 3,2 juta per bulan.
Zainuddin (42), marbot Masjid Bersejarah Sultan Suriansyah, Banjarmasin, juga bernasib lebih kurang sama dengan Suriansyah. Meskipun sudah hampir delapan tahun menjadi marbot di masjid tertua di Kota Banjarmasin itu, upahnya sampai saat ini belum juga menyentuh UMK Banjarmasin.
Masjid nyaman, bersih, itu karena marbot.
”Setiap minggu, ulun terima Rp 500.000 dari pengurus masjid. Jadi, totalnya Rp 2 juta dalam sebulan,” ujarnya.
Menurut Zainuddin, upah atau insentif sebesar Rp 500.000 per minggu diterimanya sejak 2022. Upah itu sudah naik dari sebelumnya. ”Awal jadi kaum masjid ini tahun 2016, ulun terimanya Rp 200.000 per minggu atau Rp 800.000 sebulan,” katanya.
Zainuddin tak menampik upahnya sebagai marbot saat ini lebih kecil daripada penghasilannya saat masih berjualan pentol, jajanan sejenis bakso. Ketika masih berjualan pentol, ia bisa mengantongi paling tidak Rp 100.000 per hari atau Rp 3 juta dalam sebulan.
”Upah bekerja jadi kaum (marbot) ini memang tidak seberapa, tetapi yakin saja banyak pahalanya dan berkah. Dengan jadi kaum, ulun bisa lebih memperbanyak ibadah sehingga hidup pun lebih tenang,” kata bapak dengan satu anak ini.
Dukungan pemerintah
Ketua Harian Pengurus Masjid Bersejarah Sultan Suriansyah, Ahmad Mahfuzh, mengatakan belum bisa memberikan insentif yang lebih besar dari yang diberikan saat ini karena keterbatasan anggaran. ”Sebetulnya insentif itu sudah lumayan. Kalau dibandingkan dengan UMK memang kecil, tetapi itu masih lebih besar dari gaji guru honorer di Banjarmasin,” katanya.
Menurut Mahfuzh, marbot di Banjarmasin tak hanya menerima insentif dari pengurus masjid, tetapi juga mendapat tunjangan atau bantuan uang transportasi dari Pemerintah Kota Banjarmasin. Bantuan itu diterima dua kali dalam setahun, yakni Rp 2,28 juta per semester.
Baca juga: Marbot Masjid Masih Belum Sejahtera
”Kami masih mengharapkan perhatian dan dukungan pemerintah terhadap kesejahteraan marbot. Mudah-mudahan pemberian bantuan itu terus berlanjut,” ucapnya.
Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina pada Februari lalu menyebutkan, Pemkot pada 2024 ini mengalokasikan anggaran Rp 11,7 miliar untuk bantuan uang transportasi bagi sekitar 2.600 ustadz, ustazah, guru mengaji, dan marbot di Banjarmasin. ”Ini merupakan bentuk kepedulian Pemkot pada kesejahteraan para ustaz dan marbot di Banjarmasin,” katanya.
Kepedulian serupa juga diperlihatkan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) At-Taqwa Kota Cirebon, Jawa Barat. DKM bersama jemaah menyiapkan berbagai program untuk menyejahterakan marbot, mulai dari gaji bulanan, tunjangan hari raya, hingga kesempatan umrah.
Ketua Harian At-Taqwa Center Ahmad Yani mengatakan, marbot merupakan ujung tombak dalam pengelolaan dan pelayanan jemaah di masjid. Mereka bertugas membuka kunci masjid, menabuh beduk, mengepel, menyapu, hingga menjaga barang jemaah.
”Masjid nyaman, bersih, itu karena marbot. Kalau tidak diperhatikan oleh DKM, siapa lagi yang memperhatikan? Saya selalu bilang, dosa hukumnya kalau pengurus DKM tidak mengurus marbot,” ujar Yani di Cirebon, Kamis (21/3/2023).
Berbagai tunjangan
Menurut Yani, yang juga dosen di Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati, Cirebon, pihaknya membuat regulasi khusus terkait kesejahteraan marbot atau penjaga masjid. Dalam aturan itu disebutkan bahwa marbot mendapatkan honor atau intensif sesuai pengalaman kerja serta latar belakang pendidikan dan keahlian.
Di Masjid Raya Cirebon ada dua klasifikasi marbot. Pertama, marbot tetap sebanyak 31 orang. Kedua, pekerja harian lepas yang jumlahnya menyesuaikan kebutuhan pelayanan masjid.
”Tadinya, kami punya 60 marbot (tetap). Tapi, karena Covid-19, kita enggak mampu (membayar). Akhirnya, tersisa 31 orang. Lebihnya, bekerja tidak tetap,” ujarnya.
Pekerja lepas itu mendapatkan upah Rp 75.000 per hari. Adapun marbot tetap mendapatkan honor pokok sesuai upah minimum kota sekitar Rp 2,4 juta per bulan, tunjangan kesehatan, jaminan hari tua, THR satu kali honor pokok, hingga tunjangan munggahan sebelum Ramadhan.
”Tunjangan munggahan ini tidak ada di masjid lain. PNS (pegawai negeri sipil) saja enggak ada. Jumlahnya sekitar Rp 750.000,” ungkap Yani. Tunjangan ini merupakan bentuk perhatian pengurus masjid kepada marbot dan keluarganya untuk menyambut bulan puasa.
Yani menyebutkan, pemberian honor sesuai UMK hingga intensif itu mulai berlangsung secara bertahap sejak 2018. Pada tahun itu, Masjid At-Taqwa juga memelopori perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi DKM se-Kota Cirebon. Pihaknya bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan Cirebon.
Melalui program itu, pihaknya membayarkan premi Rp 15.000-Rp 20.000 per bulan untuk marbot. Dengan begitu, marbot Masjid At-Taqwa mendapatkan jaminan hari tua. Hingga tahun 2022, sekitar 200 marbot dari 100 masjid di wilayah Cirebon telah mendaftar program itu.
Pihaknya berharap DKM lain bisa mencontoh berbagai program di Masjid At-Taqwa untuk menyejahterakan marbot. Ia juga mendorong Pemkot Cirebon untuk turut menanggung pembayaran premi BPJS Ketenagakerjaan bagi marbot. Apalagi, rata-rata masjid hanya memiliki 2-3 marbot.