Jelang Idul Fitri, Panglima TNI Antisipasi Kerawanan Harga dan Pasokan Pangan
Panglima TNI antisipasi kerawanan pangan jelang Idul Fitri yang dapat menimbulkan keresahan dan konflik di masyarakat.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Agus Subiyanto meminta semua pemangku kepentingan mengantisipasi kerawanan pangan menjelang Idul Fitri. Harga yang tidak terkendali dan pasokan yang tidak memadai bisa berpengaruh pada keamanan. Selain itu, kemacetan lalu lintas dan keterbatasan sarana transportasi juga menjadi perhatian TNI.
”Kerawanan yang perlu mendapat perhatian yaitu stabilitas harga bahan pokok karena berpotensi menimbulkan keresahan dan konflik di masyarakat serta dapat dipolitisasi untuk mendiskreditkan pemerintah,” kata Agus saat rapat kerja bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, di Kompleks Senayan, Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Agus mengatakan, perayaan hari raya tahun ini dilakukan dengan skala yang lebih besar sehingga antisipasi kerawanannya juga harus ditingkatkan. Masyarakat yang akan mudik mencapai 193,6 juta orang atau mencapai 71,7 persen dari masyarakat Indonesia. Jumlah ini meningkat pesat dibandingkan dengan 2023 yang mencapai 123,8 juta orang.
TNI memetakan sejumlah kerawanan yang dapat terjadi selama Idul Fitri, yakni stabilitas harga dan pasokan bahan pokok, kemacetan lalu lintas, keterbatasan sarana transportasi, kesiapan infrastruktur jalan, serta kecelakaan lalu lintas. Kerawanan lainnya yakni kerusuhan, kriminalitas, kebakaran, kelangkaan bahan bakar minyak, aksi terorisme, dan bencana alam.
Untuk mengantisipasi kerawanan yang sudah dipetakan tersebut, Agus mengatakan, mereka memantau harga dan pasokan bahan pokok, khususnya beras. Harga rata-rata beras secara nasional, kata Agus, mencapai Rp 16.410 per kilogram. Harga terendah berada di Sumatera Selatan mencapai Rp 14.560 per kilogram dan tertinggi di Papua Pegunungan, yakni Rp 25.000.
Sementara itu, harga bahan pokok lainnya yakni daging ayam Rp 38.160 per kg, daging sapi Rp 135.060, bawang merah Rp 33.920, dan minyak goreng Rp 17.700. Kenaikan harga bahan pokok ini perlu segera diantisipasi agar tidak menimbulkan gejolak keamanan.
Agus mengatakan, TNI juga akan membantu Polri dan pemerintah dalam melakukan pengamanan arus mudik dan balik. Puncak arus mudik diperkirakan pada H-2 Lebaran, yakni Senin (8/4/2024) yang bertepatan dengan cuti bersama dengan jumlah masyarakat yang mudik mencapai 26,6 juta orang.
Sementara itu, puncak arus balik diperkirakan pada H+3 Lebaran, yakni pada Minggu (14/4/2024), mencapai 40,99 juta. Kerawanan lalu lintas lebih tinggi pada puncak arus balik karena menumpuk di beberapa hari saja.
Dalam rapat kerja yang berbeda, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara Letnan Jenderal I Nyoman Cantiasa menyebut, mereka juga membicarakan ketersediaan bahan pangan, terutama beras, dengan Komisi I DPR. Kerawanan lainnya juga diantisipasi, yakni ketersediaan pasokan energi, khususnya bahan bakar minyak. ”Yang paling banyak disebutkan adalah tentang beras,” kata Nyoman kepada wartawan seusai rapat kerja.
Nyoman menyebut, pemerintah sudah melakukan sejumlah langkah untuk menjamin pasokan dan harga beras selama puasa dan Idul Fitri. Menurut dia, pasokan beras mencukupi. Pasokan ini bersumber dari impor beras, cadangan beras Bulog, dan beras yang ada di pasar. ”Dari ketiga sumber beras ini, pasokan untuk Lebaran cukup,” ujarnya.
Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid meminta TNI terus memaksimalkan dukungan pada pengamanan Idul Fitri, khususnya dukungan personel, anggaran, dan alat utama sistem persenjataan. ”TNI juga harus memantau semua potensi kerawanan dan gangguan keamanan sebagai upaya mitigasi,” kata Meutya.
Meutya juga meminta agar TNI ikut memantau dan mengantisipasi kerawanan yang ditimbulkan oleh harga dan pasokan bahan pokok yang tidak stabil. Dia juga meminta TNI meningkatkan kesiagaan mengantisipasi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan longsor selama Idul Fitri.
Anggota Komisi I, Sukamta, menyebut, anggaran TNI dalam pengamanan Idul Fitri perlu diperkuat. Dalam beberapa tugas pengamanan, anggaran TNI biasanya jauh lebih rendah dibandingkan dengan Polri meski tugasnya hampir sama. Dia mencontohkan pengamanan pemilu di salah satu provinsi. TNI mendapat anggaran Rp 8 miliar, sementara Polri mendapat Rp 60 miliar.
”Perbedaannya hampir tujuh kali lipat. Sementara personelnya juga sama-sama harus makan tiga kali. Ini juga perlu menjadi perhatian agar pemerintah menaikkan anggaran untuk tugas pengamanan dari TNI,” kata Sukamta.