Dongkrak Penjualan, Pedagang Batik Madura Tawarkan Diskon Jelang Lebaran
Menjelang Lebaran, para pedagang batik Madura berlomba memberikan potongan harga untuk meningkatkan penjualan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, DEFRI WERDIONO
·2 menit baca
PAMEKASAN, KOMPAS — Menjelang Lebaran, perajin dan pedagang batik tulis di Pulau Madura, Jawa Timur, berupaya mendorong penjualan produk mereka. Salah satu yang dilakukan untuk meningkatkan penjualan adalah memberikan diskon atau potongan harga.
”Kain batik tulis kualitas biasa sekarang saya jual Rp 50.000 dari sebelumnya Rp 65.000,” ujar Hasbullah, pemilik Showroom Batik Melati di Pasar 17 Agustus, Kabupaten Pamekasan, Pulau Madura, Kamis (21/3/2024).
Menurut Hasbullah, penurunan harga itu bertujuan menarik lebih banyak pembeli, terutama dari kalangan pengelola usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Menjelang Lebaran, para pengelola UMKM itu biasanya memberikan batik sebagai hadiah kepada para pegawainya.
”Semoga dengan diberi batik jadi senang merayakan Lebaran,” kata Hasbullah.
Hasbullah memaparkan, sebagian batik yang dijual dengan potongan harga itu bukan produksi terbaru, melainkan stok lama yang belum terjual habis. Dia menyebut, selama dua tahun terakhir, penjualan batik tulis produksi Pamekasan meningkat dibandingkan dengan selama pandemi Covid-19. Kondisi itu tentu menjadi berkah bagi sekitar 1.000 pebatik di Pamekasan.
Meski ada batik yang dijual dengan harga terjangkau atau murah, Hasbullah menyatakan, produk yang dijualnya itu bukan produk murahan. Dia menuturkan, di Pasar 17 Agustus, tersedia batik dengan beragam kualitas, bergantung pada bahan kain, teknik pembuatan, corak, dan kelangkaan.
Saat hari pasar, pembeli datang dari Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara.
Bahkan, harga selembar kain batik ada yang mencapai jutaan hingga belasan juta rupiah. Adapun motif yang relatif digemari antara lain motif sekar jagad dan junjung drajat.
Sri Astuti, pemilik kios batuk Fiki Galeri di Pasar 17 Agustus, mengatakan, penjualan kain batik di pasar itu biasanya meningkat saat hari pasar, yakni Kamis dan Minggu. Di luar hari pasar, hanya ada 10-15 kios yang buka. Namun, saat hari pasar, semua kios buka ditambah lapak-lapak yang totalnya bisa mencapai 200 pedagang.
”Saat hari pasar, pembeli datang dari Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara,” ujar Sri. Batik yang digemari bukan sekadar untuk pakaian, melainkan juga aksesori, seperti ikat kepala atau udeng, kopiah, dan kelengkapan busana.
Secara terpisah, mantan Bupati Pamekasan Baddrut Tamam mengatakan, pemerintah daerah di Pulau Madura harus terus membantu pengembangan usaha pebatik dan pelestarian batik. ”Batik Madura itu khas dan sudah diproduksi turun-temurun sejak abad ke-18,” katanya.
Sentra batik Madura ada di Tanjungbumi, Kabupaten Bangkalan, dengan jumlah pebatik sekitar 1.500 orang. Di Pamekasan, sentra batik ada di wilayah Proppo dengan sekitar 1.000 pebatik. Adapun di Kabupaten Sampang dan Kabupaten Sumenep terdapat sekitar 1.000 pebatik.
Dalam kesempatan sebelumnya, Bupati Sumenep Achmad Fauzi Wongsojudo mengatakan, batik menjadi kerajinan luhur dari kabupaten paling timur Pulau Madura itu, selain keris dan topeng. Pelestarian dan pemberdayaan UMKM batik menjadi strategi pembangunan ekonomi daerah.
”Batik dipakai oleh seluruh lapisan masyarakat Madura, termasuk di Sumenep,” kata Fauzi. Dia menyebut, melestarikan batik berarti menjaga identitas penting Sumenep yang pernah memiliki keraton kesultanan atau kerajaan.