Remaja Tewas akibat Perang Sarung, Polisi Periksa 22 Saksi
Polisi mendalami dan mencari bukti untuk menentukan siapa yang melakukan kekerasan berujung matinya seorang anak remaja.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Kepolisian Resor Lampung Selatan telah melakukan autopsi dan memeriksa sejumlah saksi untuk menyelidiki kasus meninggalnya LRF (14) setelah terlibat perang sarung di Desa Kecapi, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung.
Hingga Rabu (20/3/2024), setidaknya sudah ada 22 saksi yang diperiksa dan dimintai keterangan oleh penyidik.
Kepala Polres Lampung Selatan Ajun Komisaris Besar Yusriandi Yusrin mengatakan, para saksi yang diperiksa adalah remaja dari Desa Kecapi dan Desa Pematang yang terlibat perang sarung pada Senin (18/3/2024) malam. Selain itu, polisi juga meminta keterangan dari sejumlah warga yang menjadi saksi di sekitar lokasi kejadian.
”Kami masih mendalami dan mencari bukti yang cukup untuk menentukan siapa yang diduga melakukan perbuatan kekerasan terhadap korban,” kata Yusriandi.
Sebelumnya diberitakan, LRF tewas saat terlibat perang sarung antar-remaja di sekitar tempat tinggalnya. Peristiwa naas itu terjadi pada Senin malam di Jalan Kecapi-Pematang, Kecamatan Kalianda, sekitar pukul 22.00.
Saat itu, sekelompok remaja dari Desa Kecapi dan Desa Pematang berkumpul dan bermain perang sarung. Korban yang ikut dalam permainan perang sarung tersebut tiba-tiba terkapar di jalan.
Korban sempat dibawa ke bidan terdekat. Namun, karena sudah tidak sadarkan diri, LRF kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bob Bazar, Kalianda, untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Korban dinyatakan meninggal pada Senin malam di rumah sakit.
Menurut Yusriandi, penyidik telah mengambil pakaian dan sandal milik korban sebagai barang bukti. Saat ini, polisi tengah mencari barang bukti lain dalam kasus itu. Selain sarung, penyidik juga masih menyelidiki apakah ada benda-benda lain yang digunakan para remaja tersebut.
Jenazah korban telah diautopsi oleh tim forensik di RS Bob Bazar.
”Hasil sementara, korban mengalami mati lemas akibat trauma benda tumpul di kepala, memar di punggung, dan luka di lutut. Namun, kami masih menunggu hasil uji laboratorium untuk mengetahui penyebab pastinya,” katanya.
Pascakejadian itu, Polres Lampung Selatan langsung mengeluarkan imbauan di media sosial agar masyarakat menghentikan permainan perang sarung. Pihaknya mengajak semua pihak menjaga dan mengawasi anak-anaknya saat bermain di luar rumah.
”Jangan biarkan anak-anak menjadi korban akibat permainan perang sarung ini,” lanjut Yusriandi.
Polres Lampung Selatan juga meningkatkan patroli selama Ramadhan untuk mencegah aksi kenakalan remaja, seperti tawuran atau balap liar. Patroli difokuskan di sejumlah daerah rawan di Lampung Selatan.
Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Lampung Puji Raharjo menyampaikan, pihaknya turut prihatin dengan peristiwa tersebut. Peristiwa ini menjadi alarm agar orangtua dan semua pihak meningkatkan kepedulian pada anak-anaknya saat bermain di luar rumah.
”Kami tentu mengajak semua masyarakat agar mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan positif. Pengurus pondok pesantren dan pengurus masjid harus sama-sama mengajak para remaja untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat,” kata Puji.
Menurut dia, permainan perang sarung biasanya dilakukan para remaja seusai shalat Tarawih. Namun, saat ini permainan saling memukul dengan sarung itu dilakukan secara berlebihan. Aktivitas itu justru berkembang menjadi cara baru anak-anak untuk melakukan tawuran.