Harimau Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Terkam Warga
Harimau yang menerkam tiga warga di Lampung diperkirakan berjenis kelamin jantan berusia 8-10 tahun.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Harimau yang menerkam tiga warga di Kabupaten Lampung Barat, Lampung, diperkirakan berjenis kelamin jantan berusia 8-10 tahun. Harimau yang saat ini masih dalam pencarian petugas itu merupakan populasi asli Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Forum Harimau Kita Erni Suyanti Musabine kepada Kompas saat dihubungi dari Bandar Lampung, Minggu (17/3/2024). ”Harimau diketahui berjenis kelamin jantan dengan perkiraan usia 8-10 tahun atau dewasa lanjut. Harimau ini penghuni asli TNBBS dan dapat dibuktikan dari pangkalan data,” kata Erni yang terlibat dalam upaya evakuasi harimau sumatera yang menerkam tiga warga di Kabupaten Lampung Barat, Lampung, sejak 8 Februari hingga 11 Maret 2024.
Ia mengatakan, data tersebut diperoleh setelah petugas menganalisis foto harimau yang tertangkap oleh kamera jebak (trap) yang dipasang di dekat lokasi korban diterkam harimau di Kecamatan Suoh, Lampung Barat. Data tersebut kemudian dicocokkan dengan data yang sudah tersimpan di pangkalan data TNBBS.
Menurut Erni, harimau tersebut sebelumnya pernah terpotret oleh kamera jebak pada tahun 2019. Kala itu, harimau jantan itu terlihat di kawasan hutan TNBBS di kawasan Sukaraja, Kabupaten Tanggamus; dan Pemerihan, Kabupaten Pesisir Barat. Petugas lalu menyematkan kode Male 13 pada individu harimau tersebut.
Harimau tersebut diperkirakan menjelajah sehingga kini sering terlihat di daerah Suoh, Lampung Barat. Jarak jelajah harimau itu sekitar 20 kilometer dibandingkan lokasi sebelumnya yang pernah terlihat. Harimau tersebut juga sebenarnya masih berada di dalam kawasan hutan TNBBS yang merupakan habitat aslinya.
Lokasi tempat dua warga diterkam harimau di Lampung Barat, yakni di Pekon Sukamarga dan Pekon Bumi Hantatai, merupakan kawasan hutan TNBBS. Selama ini, warga sendiri yang beraktivitas di habitat harimau dengan membuka kebun kopi di dalam kawasan hutan.
Sementara lokasi tempat seorang warga diterkam harimau yang terletak di Pekon Sumber Agung merupakan tanah marga. Namun, kebun itu hanya berjarak 500-600 meter dari batas hutan TNBBS.
Menurut dia, relokasi harimau dari dalam hutan sebenarnya menjadi alternatif terakhir dalam penanganan konflik manusia dengan harimau. Kategori konflik di Lampung Barat masuk dalam kategori sedang hingga tinggi sehingga akhirnya petugas memutuskan untuk mengevakuasi harimau tersebut.
Ia menyebut, upaya evakuasi harimau di Lampung Barat sebenarnya sudah berjalan dengan baik. Tim sudah dapat menentukan lokasi keberadaan harimau dari identifikasi jejak kaki, sisa makanan, dan keterangan sejumlah warga yang berjumpa langsung dengan satwa liar itu.
Akan tetapi, fokus petugas dalam melakukan evakuasi terpecah karena adanya insiden pembakaran Kantor Resort Suoh TNBBS pada Senin (11/3/2024). Tak hanya itu, sejumlah alat kerja milik petugas untuk evakuasi harimau juga ikut terbakar.
Insiden pembakaran kantor milik pemerintah itu dipicu kemarahan warga kepada petugas yang belum berhasil menangkap harimau, sementara korban terkaman harimau terus bertambah.
Erni yang sudah 17 tahun terlibat dalam upaya evakuasi harimau di Sumatera menyebut, upaya yang paling efektif untuk menangkap harimau adalah dengan kandang jebak. Untuk memancing agar harimau masuk ke kandang jebak tersebut, petugas biasanya menggunakan anak kambing sebagai umpan.
Jarak jelajah harimau itu sekitar 20 kilometer dibandingkan lokasi sebelumnya yang pernah terlihat. Harimau tersebut juga sebenarnya masih berada di dalam kawasan hutan TNBBS yang merupakan habitat aslinya.
Dari sejumlah pengalaman evakuasi yang pernah dilakukan di Sumatera, penangkapan harimau dengan tembak bius justru memicu harimau menyerang petugas. Di lokasi lain, harimau justru kabur dan tidak terlihat lagi selama berminggu-minggu setelah petugas berupaya melepaskan tembakan bius.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu Hifzon Zawahiri menerangkan, pihaknya membentuk dua tim untuk upaya evakuasi harimau sumatera di Lampung Barat. Pascainsiden pembakaran, tim pertama yang telah melakukan upaya penangkapan sejak awal Februari untuk sementara ditarik.
Hal itu dilakukan agar tim bisa beristirahat. Sebelumnya, beberapa petugas juga hampir menjadi korban amukan massa. Saat ini, mereka bersiap jika sewaktu-waktu diminta untuk membantu evakuasi harimau di lapangan.
Sebelumnya, petugas telah memasang empat kandang jebak. Petugas juga berupaya mendeteksi keberadaan harimau menggunakan drone. Namun, hingga kini, satwa liar itu belum dapat ditangkap dan masih berkeliaran di hutan.
Menurut Hifzon, saat ini, tim kedua yang terdiri dari petugas BKSDA, TNBBS, bersama aparat TNI/Polri berupaya menangkap harimau sumatera. Pihaknya juga mendatangkan tim rescue (penyelamatan) harimau dari Taman Safari Indonesia untuk membantu mengevakuasi harimau tersebut.
Tim rescue harimau dari Taman Safari Indonesia terdiri atas empat orang, yakni pawang harimau, petugas penembak obat bius, dokter hewan, dan ahli peta hutan. Mereka akan bertugas bersama instansi terkait hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Hifzon menambahkan, tim mempunyai strategi baru dengan membuat kandang jebak dari papan kayu. Langkah itu dilakukan karena penggunaan kandang jebak besi yang telah dicoba selama satu bulan terakhir dianggap kurang efektif. Karena itulah, tim membuat kandang jebak dari papan kayu agar terlihat sealamiah mungkin oleh satwa liar.
Selain itu, petugas juga mempertimbangkan untuk menembakkan obat bius sebagai alternatif lain menangkap harimau. Meski begitu, langkah ini baru bisa dilakukan ketika petugas dapat mengetahui keberadaan harimau tersebut.
Ia menambahkan, petugas masih fokus mencari jejak terbaru untuk melacak keberadaan harimau sumatera tersebut di dalam hutan. Jejak kaki, sisa mangsa, dan lokasi yang diduga menjadi area peristirahatan atau persembunyian harimau saat ini sudah terdeteksi.
Hifzon mengimbau agar masyarakat menahan diri dan bersabar karena petugas masih terus bekerja keras di lapangan. Waktu yang dibutuhkan untuk bisa mengevakuasi harimau dari dalam hutan umumnya memang lebih dari satu bulan.
Masyarakat juga diminta membantu petugas dengan tidak beraktivitas di dalam hutan selama upaya penangkapan harimau dilakukan. Selain itu, warga juga diminta agar tidak mudah terprovokasi dengan berita hoaks yang menyebut bahwa pemerintah sengaja melepasliarkan harimau di wilayah itu. Hifzon menegaskan, harimau yang menerkam warga sudah dapat diidentifikasi sebagai populasi asli di TNBBS.