Pembatasan Pergerakan Ternak dari Zona Merah Antraks Butuh Kesadaran Warga
Hewan ternak dari zona merah antraks di DIY diminta tak dibawa keluar wilayah. Warga diharapkan mematuhi ketentuan ini.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Hewan ternak yang berada di zona merah penularan penyakit antraks di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak boleh dibawa ke wilayah lain. Hal itu sebagai bentuk pencegahan agar penularan antraks tidak meluas ke daerah-daerah lain. Namun, pembatasan pergerakan ternak membutuhkan kesadaran warga yang tinggal di zona tersebut.
Ada dua dusun yang ditetapkan sebagai zona merah penularan antraks di DIY, yakni Dusun Kayoman, Desa Serut, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, dan Dusun Kalinongko Kidul, Desa Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Di dua dusun tersebut, terdapat hewan ternak yang tertular penyakit antraks.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman Suparmono menyampaikan, pihaknya sudah meminta para petugas di pos kesehatan hewan setempat untuk mengawasi pergerakan ternak di Dusun Kalinongko Kidul.
Warga juga diimbau agar tidak membawa ternaknya keluar daerah supaya penularan antraks tidak meluas. DP3 juga mengharapkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama melakukan pencegahan penularan penyakit antraks.
”Bisanya kami hanya mengimbau. Sepertinya masyarakat sudah cukup paham. Ini diimbau dan diawasi dengan koordinasi bersama pemangku wilayah setempat, seperti Kepala Dukuh dan Lurah,” kata Suparmono saat dihubungi, Jumat (15/3/2024).
Sejauh ini, ungkap Suparmono, tidak ada lagi laporan kematian ternak di Dusun Kalinongko Kidul. Ia pun meminta masyarakat lebih waspada terhadap ternak mereka yang mati mendadak maupun memiliki gejala antraks. Pasalnya, temuan kasus antraks di Sleman baru diketahui setelah ada kematian ternak di Gunungkidul. Padahal, kasus ternak mati mendadak lebih dahulu terjadi di Sleman.
Sebagai bentuk pencegahan, lanjut Suparmono, ternak-ternak yang masih sehat sudah diberikan antibiotik dan vitamin. Ternak yang diberi vitamin dan antibiotik itu tak hanya yang berlokasi di Kalinongko Kidul. Dusun tetangga yang berbatasan langsung dengan wilayah tersebut, yakni Kalinongko Lor, ikut dijadikan sasaran penyuntikan.
”Sekitar 10 hari lagi, ternak-ternak yang disuntik antibiotik dan vitamin itu akan divaksin. Kami menunggu vaksinnya datang dari pemerintah (pusat),” kata Suparmono.
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Wibawanti Wulandari menyampaikan, masyarakat memiliki peran penting agar penularan antraks tidak meluas. Pengawasan sulit dilakukan apabila warga tidak memiliki kesadaran supaya tidak melakukan pergerakan ternak sementara waktu. Oleh karena itu, edukasi yang bernas mesti dilakukan.
”Tidak mungkin penjagaan (pergerakan ternak) dilakukan 24 jam. Kalau sudah tidak ada kesadaran, tentu mereka mencari cara bagaimana bisa lolos dan keluar (dari zona merah). Upaya kita adalah menyadarkan masyarakat secara bersama-sama,” kata Wibawanti.
Di sisi lain, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Gunungkidul juga melakukan tindakan-tindakan lain guna meningkatkan kekebalan ternak, seperti menyuntikkan antibiotik dan vitamin. Penambah kekebalan itu telah diberikan ke lebih dari 750 ternak di dua dusun, yakni Dusun Kayoman dan Dusun Wangon.
Dusun Kayoman merupakan dusun yang menjadi zona merah penularan antraks. Sementara itu, Dusun Wangon merupakan dusun yang berbatasan langsung dengan Dusun Kayoman sehingga ikut dijadikan sasaran penyuntikan antibiotik dan vitamin. Vaksinasi antraks juga akan dilakukan pada dua dusun tersebut sekitar dua pekan mendatang.
”Target kami minimal dua dusun itu. Jika nanti ternyata ada penambahan, itu nanti kita lihat perkembangannya ke depan,” kata Wibawanti.
Wibawanti mengungkapkan, pihaknya juga sudah melakukan penyemprotan formalin secara berulang pada lokasi kandang temuan kasus antraks. Itu menjadi upaya untuk menghilangkan kontaminasi bakteri di tempat tersebut. Nantinya lantai kandang tersebut juga akan dilapisi semen untuk mencegah munculnya kembali bakteri di lokasi itu.
Tidak mungkin penjagaan (pergerakan ternak) dilakukan 24 jam. Kalau sudah tidak ada kesadaran, tentu mereka mencari cara bagaimana bisa lolos dan keluar (dari zona merah).