Banjir di Palangkaraya Telan Korban Jiwa, dari Bayi hingga Warga Lansia
Banjir di Kota Palangkaraya memakan korban jiwa. Empat orang tewas dengan salah satu korban hanyut masih dicari.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Banjir di Kota Palangkaraya telah memakan korban jiwa selama banjir terjadi di ibu kota Provinsi Kalimantan Tengah tersebut. Empat orang tewas dan salah satu di antaranya masih belum ditemukan. Para korban terseret arus sungai dengan debit air yang tinggi.
Banjir di Kota Palangkaraya terjadi sejak tiga pekan lalu. Banjir kian memburuk dilihat dari debit air yang makin tinggi dan cakupannya yang meluas. Ribuan rumah terdampak banjir sehingga korban jiwa tak terelakkan.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palangkaraya Hendrikus Satria Budi menjelaskan, empat korban itu tewas karena berbagai macam faktor. Akan tetapi, banjir atau kenaikan debit air yang tinggi menjadi pemicunya.
Korban tewas sebagian besar hanyut di sungai atau tenggelam. Korban terdiri dari bayi hingga warga lansia.
Budi menambahkan, tiap kasus memiliki kronologi yang berbeda. Korban bayi jatuh dari jendela rumah yang sudah dikelilingi banjir. Kelalaian orangtua menjadi faktor bayi tersebut tewas tenggelam. ”Rumah itu memang sudah dikelilingi debit air yang tinggi,” ujarnya di Palangkaraya, Jumat (15/3/2024).
Budi menambahkan, ada dua warga lansia yang meninggal karena banjir. Salah satunya berusia 63 tahun yang terpeleset saat hendak mandi di tepi Sungai Kahayan yang banjir.
Kasus lainnya adalah seorang petugas bandara yang terseret arus di gorong-gorong saat hendak membersihkan sampah yang pampat di saluran pembuangan. Saat itu, arus deras memang memenuhi gorong-gorong tersebut sehingga korban tenggelam lalu hanyut.
Satu korban lagi, kata Budi, merupakan siswa SMK di Palangkaraya yang bermain di Sungai Kahayan bersama sembilan temannya. Sampai saat ini pihaknya bersama tim gabungan dari Basarnas Palangkaraya masih melakukan pencarian korban yang masih berusia 17 tahun.
”Tim masih melakukan pencarian. Anak ini bermain di sungai, kalau bahasa di sini sebutnya belarut, jadi memang menantang arus,” kata Budi.
Budi mengimbau masyarakat, khususnya yang tinggal di pinggir sungai, untuk berhati-hati selama musim hujan, apalagi menjelang pergantian musim. Pergantian musim biasanya diikuti dengan cuaca ekstrem.
Tiap tahun banjirnya makin parah.
Banjir di Palangkaraya dinilai terjadi lantaran intensitas hujan yang tinggi. Dari data BPBD Kota Palangkaraya dari lima kecamatan, empat di antaranya terdampak banjir dengan total 16 kelurahan. BPBD mencatat setidaknya 23.310 jiwa terdampak banjir, 644 jiwa di antaranya terpaksa mengungsi di tujuh lokasi pengungsian yang disiapkan pemerintah.
Hero (63), salah satu warga Kelurahan Langkai, mengungkapkan, dirinya sudah hampir seminggu mengungsi di SD Negeri I Langkai yang disiapkan pemerintah. Setiap pagi sampai siang ia pulang ke rumah untuk memeriksa keadaan barang-barang yang ia tinggalkan. Jelang petang hari ia kembali ke tempat pengungsian.
”Sambil melihat kalau sudah surut, ya, saya balik ke rumah, enggak mau tinggal di pengungsian,” ujar Hero.
Hero menambahkan, mengungsi sudah jadi kebiasaan tiap tahun. Rumahnya selalu terendam banjir selama musim hujan. ”Tiap tahun banjirnya makin parah,” katanya.
Banjir tak hanya terjadi di Kota Palangkaraya. Dari data Pusat Pengendalian Operasi dan Penanggulangan Bencana Provinsi Kalteng, banjir juga melanda di Kabupaten Barito Selatan, Pulang Pisau, Murung Raya, dan Kabupaten Gunung Mas. Terdapat delapan kecamatan dengan total 30 desa dan kelurahan terendam banjir.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Provinsi Kalteng Ahmad Toyib mengungkapkan, pengungsi banjir tidak hanya di Kota Palangkaraya. Di beberapa wilayah lain juga terdapat pengungsi. ”Ada juga yang mengungsi ke rumah-rumah kerabat,” katanya.