Polisi Periksa Saksi Kasus Bayi Lahir dengan Kepala Tertinggal di Rahim
Kepolisian Resor Bangkalan memeriksa tiga saksi untuk menyelidiki kasus bayi lahir dengan kepala tertinggal dalam rahim.
Oleh
AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO
·3 menit baca
Dugaan malapraktik saat bersalin belakangan ramai. Mukarromah (25), warga Desa Pangpajung, Kecamatan Modung, Bangkalan, Jawa Timur, melaporkan dugaan malapraktik bersalin, tetapi kepala bayi tertinggal di rahim.
SURABAYA, KOMPAS — Tiga saksi diperiksa polisi terkait dugaan malapraktik di Puskesmas Kedungdung, Bangkalan, Jawa Timur. Hal itu terkait bidan Puskesmas Kedungdung yang menjadi terlapor kasus penanganan kelahiran bayi perempuan dengan kepala tertinggal dalam rahim Mukarromah, warga Desa Pangpajung, Kecamatan Modung, Bangkalan.
Hal itu diutarakan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bangkalan Ajun Komisaris Heru Cahyo Seputro saat dihubungi dari Surabaya, Kamis (14/3/2024). Tiga saksi ialah pelapor bernama Sulaiman, suami pasien, bidan Desa Pangpajung, dan bidan Puskesmas Kedungdung berinisial M yang menangani persalinan.
Menurut Heru, laporan didasari ketidakpuasan Sulaiman dan keluarga atas penanganan persalinan yang mengakibatkan kematian bayi perempuan itu. Keluarga pasien tidak mendapat penjelasan memadai dari Puskesmas Kedungdung.
”Pemeriksaan akan berlanjut ke pihak-pihak lain, terutama saksi ahli untuk mendalami kasus ini,” katanya.
Heru melanjutkan, tim penyidik belum dapat menyimpulkan ada atau tidak unsur pidana dalam kasus penanganan kelahiran bayi perempuan pasangan Sulaiman-Mukarromah itu. Jika terdapat unsur pidana, bidan M berpotensi dituduh dengan pelanggaran Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Kasus ini bermula dari pengakuan Mukarromah dalam video yang diunggah akun Instagram @bangkalanterkini. Di sana, Mukarromah menyatakan sebagai ibu yang melahirkan bayi perempuan di Puskesmas Kedungdung. Namun, kondisi bagian kepala bayi tertinggal dalam rahimnya. Perempuan ini menyalahkan penanganan oleh tenaga kesehatan.
Dari keterangan pengelola Puskesmas Kedungdung, Mukarromah telah memeriksaan kondisi kehamilan dan menjalani ultrasonografi (USG) pada awal Januari 2024. Dokter memperkirakan bayi lahir sebulan berikutnya dengan saran operasi caesar.
Namun, sampai dengan hari perkiraan lahir (HPL) pada Februari 2024, Mukarromah tidak datang. Pasien lalu datang ke Puskesmas Kedungdung atas saran bidan Desa Pangpajung karena posisi bayi sungsang.
Menurut Mukarromah, kedatangannya ke Puskesmas Kedungdung untuk meminta rujukan karena ingin melahirkan lewat operasi caesar, seperti saran dokter. Ia hendak dirujuk ke RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu (Syamrabu) Bangkalan.
Namun, kondisi pasien amat dekat dengan situasi melahirkan sehingga harus ditangani di Puskesmas Kedungdung. Di sinilah kemudian terjadi peristiwa memilukan itu.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan Nur Chotibah menegaskan telah melaksanakan audit pada Jumat (8/3) terkait kasus kelahiran di Puskesmas Kedungdung. Audit oleh tim terpadu, yakni dokter spesialis kandungan RSUD Syamrabu, RSIA Husada Glamour Kebun, Puskesmas Kedungdung, dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Nur melanjutkan, dari hasil audit diketahui bahwa Mukarromah mengalami IUFD (intrauterine fetal death). Bayi sudah meninggal 8-10 hari dalam kandungan sebelum persalinan. Saat melahirkan, umur kehamilan sudah 45 minggu atau lewat 4-5 pekan dari HPL.
Jenazah bayi perempuan itu memiliki dimensi yang kurang dari normal. Panjangnya 40 sentimeter, bobot 1,15 kilogram, dan lingkar kepala 26 sentimeter. Tim audit juga telah menempuh pemeriksaan tes apung paru-paru pada bayi dengan hasil negatif atau paru-parunya tenggelam. Ini menandakan bayi tidak sempat bernapas atau meninggal saat masih dalam kandungan.
Saat proses persalinan, posisi bayi sungsang atau bagian pantat keluar terlebih dahulu. Dalam proses ini, kepala bayi terpisah dari badan akibat bersentuhan dengan benda tumpul. Menurut hasil audit, tubuh bayi sudah terjadi manerasi atau pengelupasan kulit yang menandakan telah meninggal di dalam rahim.
Nur mengatakan, dalam peristiwa ini diakui ada kesalahan komunikasi antara bidan atau Puskesmas Kedungdung dengan pasien (Mukarromah). Ini mengakibatkan kesalahpahaman yang berujung pelaporan oleh keluarga.
Bidan telah mengetahui bayi dalam kandungan Mukarromah sudah meninggal. Namun, bidan tak menyampaikan secara gamblang kepada keluarga. ”Disampaikan kepada pihak keluarga bukan dengan bahasa bayi sudah meninggal, tetapi bahasanya detak jantung bayi sudah tidak ada,” ujarnya.
Karena mendapat penjelasan tak gamblang, dalam video pengakuan, Mukarromah menyatakan masih merasakan denyut kehidupan jabang bayinya meski lemah.