Kasus Antraks Berulang di DIY, Pemerintah Perlu Masifkan Pencegahan
Ada indikasi penanganan yang tak tuntas dari kasus sebelumnya sehingga memungkinkan antraks terus muncul di DIY.
Oleh
MOHAMAD FINAL DAENG
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Kasus antraks yang kembali berulang di wilayah DI Yogyakarta memerlukan langkah-langkah penanganan yang tuntas dan upaya pencegahan secara masif. Penyakit hewan yang dapat menular kepada manusia ini berbahaya.
Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Nanung Danar Dono, menyebutkan, langkah untuk memutus berulangnya kasus antraks di DIY memerlukan upaya dari masyarakat, tokoh masyarakat, dan pemerintah. Kasus antraks setiap tahun sejak 2019 selalu muncul di DIY, terutama di Kabupaten Gunungkidul.
”Kepada masyarakat, mohon jangan lagi mengonsumsi ternak yang sudah mati. Kalau ada ternak yang sakit, jangan disembelih juga, laporkan ke petugas dinas peternakan setempat,” ujarnya, Kamis (14/3/2024).
Kepada tokoh masyarakat, dia mengimbau agar bisa mengingatkan masyarakat soal bahaya antraks ini. Tokoh masyarakat, misal kepala dusun, juga harus mencegah jika mengetahui ada rencana penyembelihan hewan yang sakit oleh warganya.
Sementara Nanung berharap pemerintah dapat melakukan penanganan secara cepat dan tuntas jika ada kasus yang muncul. Hal ini untuk mencegah spora antraks menyebar ke area yang lebih luas. Salah satu solusinya ialah dengan mengkremasi bangkai hewan yang diduga mati tak wajar.
Menurut dia, kremasi akan memusnahkan spora antraks secara total. Hal itu dilakukan dengan alat bernama onsite mobile incinerator yang dapat diterjunkan ke lokasi jika terjadi kasus kematian hewan ternak yang tak wajar.
”Pemerintah harus memiliki alat ini mengingat Gunungkidul sudah menjadi daerah endemik antraks,” katanya.
Ada kemungkinan ternak di dusun itu terpapar spora antraks yang terbawa oleh manusia dari tempat lain yang memiliki riwayat antraks.
Penanganan yang tuntas itu penting karena kasus tahun ini terjadi di dusun yang sebelumnya tak ada riwayat antraks. Kedua dusun itu adalah Kalinongko Kidul di Desa Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, dan Kayoman di Desa Serut, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul.
Nanung menjelaskan, ada kemungkinan ternak di dusun itu terpapar spora antraks yang terbawa oleh manusia dari tempat lain yang memiliki riwayat antraks. Hal itu berarti ada penanganan kasus yang tak tuntas sebelumnya.
Pada Rabu (13/3/2024), Pemerintah Daerah DIY menetapkan kedua dusun itu sebagai zona merah antraks. Zonasi dilakukan untuk memfokuskan penanganan terhadap ternak agar kasus tak menyebar. Zona merah juga melarang lalu lintas ternak ke luar dusun.
Secara terpisah, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Sleman Khamdiah Yuliati melalui keterangan tertulis menyebutkan, 26 warga suspek antraks di Kalinongko Kidul adalah mereka yang menunjukkan gejala. Akan tetapi, semua warga itu sudah ditangani secara medis dan kondisi mereka membaik.
Semua warga itu pun telah diambil sampel darahnya untuk diperiksa di laboratorium. Namun, hingga kini hasil pemeriksaan laboratorium itu belum keluar. Selain 26 warga di Sleman, terdapat pula 19 warga suspek antraks di Gunungkidul.
Kasus antraks di DIY tahun ini pertama kali mencuat dari temuan tiga hewan yang mati dalam waktu berdekatan di Dusun Kayoman, Gunungkidul, pada 7 Maret 2024. Hewan yang mati itu terdiri dari satu sapi dan dua kambing milik warga berinisial S.
Awalnya, warga itu membawa pulang seekor kambing yang telah disembelih pada 24 Februari 2024. Kambing itu dilaporkan berasal dari Sleman. Kambing itu juga disebut disembelih di Sleman, tetapi dikuliti di rumah S di Dusun Kayoman.
Beberapa hari kemudian, S jatuh sakit sehingga dia dirawat di rumah sakit. Sesudah itu, seekor sapi milik S mati. Sapi itu disembelih, tetapi dagingnya tidak dikonsumsi warga.
Dari situ diketahui kambing itu milik seorang warga berinisial W di Dusun Kalinongko Kidul, Sleman. Hasil penelusuran Balai Besar Veteriner Wates, sejumlah hewan ternak milik W mati tak wajar sejak pertengahan Januari 2024. Namun, hal ini tak dilaporkan kepada petugas.