Kampus Ajak Masyarakat Bersatu Selamatkan Demokrasi
Sivitas akademika UGM menyerukan tiga poin: kebebasan akademik, kritis kepada penguasa, dan menolak politik dinasti.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Situasi negara saat ini menandakan bahwa reformasi belum selesai. Oleh karena itu, kampus mengajak segenap masyarakat sipil bersama-sama membenahi keadaan.
“Dengan moralitas dan segenap integritas, mari kita bersama-sama berjuang. Demokrasi kita sedang terancam, demokrasi kita harus diselamatkan,” ujar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Pengabdian Masyarakat Universitas Gajah Mada (UGM), Arie Sujito, dalam acara Kampus Menggugat: Tegakkan Etika dan Konstitusi Demokrasi di Balairung UGM Yogyakarta, Selasa (12/3/2024).
Kampus sebagai bagian dari entitas intelektual membutuhkan kerja sama dan kolaborasi dengan segenap masyarakat. Itu karena kondisi yang terjadi sekarang tidak bisa diharapkan membaik dengan sendirinya. Terbukti, dalam perjalanan waktu, situasi justru memburuk karena oligarki dan konspirasi dilembagakan. Selain itu, konstitusi diselewengkan demi tujuan tertentu. Kolaborasi sangat dibutuhkan karena perjuangan kali ini tidaklah mudah.
“Saya memprediksi kondisi keterpurukan demokrasi yang terjadi saat ini bahkan tidak bisa diselesaikan dengan nalar, cara-cara prosedural secara formal hukum,” ujarnya.
Di era 1997-1998, kampus dan segenap masyarakat berupaya melakukan reformasi dengan menggulingkan pemerintahan Orde Baru. Kampus berupaya mewujudkan pemerintahan yang lebih baik. Namun, kondisi yang terjadi kini membuktikan bahwa upaya mengawal demokrasi ternyata tidaklah mudah.
Amalinda Savirani, dosen di Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, menuturkan, kondisi sekarang membuat lidahnya terasa kelu saat mengajarkan demokrasi kepada para mahasiswanya.
“Kita menjadi kesulitan mengajarkan demokrasi karena praktik demokrasi yang terjadi di negara saat ini berbeda dengan teori yang kita pelajari dan didiskusikan di kelas,” ujarnya.
Sekitar 25 tahun lalu, Amalinda turut terlibat sebagai mahasiswa yang berdemo, menggugat pemerintah, dan berupaya memperjuangkan reformasi. Ketika kemudian situasi kembali kacau seperti sekarang, dia pun merasa upaya memperjuangkan demokrasi terasa seperti siklus yang kembali berulang dan harus dilakukan kembali.
Masih dengan upaya mewujudkan pemerintahan dan situasi negara yang lebih baik itulah, Amalinda mengajak semua perguruan tinggi di Indonesia bersama-sama bergerak memperbaiki kondisi negara saat ini.
Jika bulan ini dianggap sebagai bulan baik untuk bersedekah, marilah kita memberikan sedekah politik untuk menyelamatkan aset moral, sosial bangsa yang saat ini sudah dirusak para pemangku kepentingan.
Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke-3, M Busyro Muqoddas, yang juga hadir sebagai perwakilan dari alumni UGM, menuturkan alumni kampus melihat kondisi negara saat ini tidak bisa dibiarkan.
Oleh karena itu, dia pun juga mengajak segenap masyarakat bergerak bersama untuk menyelesaikan masalah bangsa. “Jika bulan ini dianggap sebagai bulan baik untuk bersedekah, marilah kita memberikan sedekah politik untuk menyelamatkan aset moral, sosial bangsa yang saat ini sudah dirusak para pemangku kepentingan,” ujarnya.
Pakar hukum tata negara UGM Yogyakarta yang juga tampil sebagai pemeran Dirty Vote, Zainal Arifin Mochtar, menuturkan, setelah berbagai seruan, petisi disampaikan, sebaiknya masyarakat dan kalangan kampus bisa melakukan upaya yang lebih konkret, dengan menggelar pengadilan rakyat.
“Puluhan negara sudah melakukannya, dan mungkin kita bisa melakukan hal serupa,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, sivitas akademika UGM melalui gerakan moral Kampus Menggugatmenyerukan tiga poin penting. Pertama, universitas sebagai benteng etika menjadi lembaga ilmiah indenpenden yang memiliki kebebasan akademik penuh untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menyuarakan kebenaran berbasis fakta, nalar, dan penelitian ilmiah.
Kedua, segenap elemen masyarakat sipil harus terus kritis terhadap jalannya pemerintahan dan tak henti memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Ormas sosial keagamaan, pers, NGO, CSO, tidak terkooptasi, apalagi menjadi kepanjangan tangan pemerintah.
Politik dinasti tak boleh diberi ruang dalam sistem demokrasi kita.
Ketiga, para pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif semestinya memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi secara substansial dan menjunjung tinggi amanah konstitusi dalam menjalankan kekuasaan demi mewujudkan cita-cita proklampeasi dan janji reformasi.
“Politik dinasti tak boleh diberi ruang dalam sistem demokrasi kita,” ujar Profesor Wahyudi Kumorotomo, saat membacakan seruan.
Selain itu, para pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus menegakkan supremasi hukum dan memberantas segala macam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tanpa menoleransi pelanggaran hukum, etika, dan moral dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketiga pemangku kekuasaan tersebut juga diharapkan serius mewujudkan keadilan ekonomi dan sosial bagi semua warga dan tak membiarkan negara dibajak oleh para oligarki dan para politisi oportunis yang terus mengeruk keuntungan melalui kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat pada umumnya.