Saatnya Negara Memberikan Layanan Pelayaran yang Merata di Tanah Air
Memiliki wilayah luas dengan gugusan 17.000 pulau, tak mudah bagi RI mewujudkan pemerataan layanan transportasi laut.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Sebagai negara kepulauan, transportasi laut menjadi salah satu ujung tombak untuk mobilitas penumpang dan barang. Namun, dengan bentang wilayah yang cukup luas dengan gugusan 17.000 pulau, tantangan untuk mewujudkan pemerataan layanan transportasi laut tidaklah mudah.
Selasa (27/2/2024) pukul 10.00, Kapal Motor Kelud yang dioperasikan PT Pelni (Persero) berlayar dari Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara. Kapal yang mengangkut sekitar 2.200 penumpang itu hendak menuju Batam, Kepulauan Riau, pada lintasan sepanjang 379 mil laut atau sekitar 701,9 kilometer.
Pelabuhan Belawan termasuk salah satu yang memiliki fasilitas mewah dibandingkan dengan pelabuhan serupa di Indonesia timur. Pelabuhan itu dikelola oleh PT Pelabuhan Indonesia itu dilengkapi ruang tunggu yang bersih dan sejuk serta toilet yang wangi. Layaknya bandara internasional, tersedia garbarata untuk akses penumpang dari ruang tunggu ke kapal. Yang tak kalah penting, petugas di sana juga ramah.
”Pelabuhan laut ini lebih mewah jika dibandingkan dengan bandara di Maluku,”ujar Elias Rumain, jurnalis dari Maluku, salah satu dari lima jurnalis dari wilayah Indonesia timur yang diundang PT Pelni untuk merasakan pelayaran di wilayah barat.
Pernyataan itu tidak berlebihan. Di Maluku terdapat delapan bandara yang disinggahi pesawat komersial, tetapi hanya satu bandara yang memiliki sarana garbarata, yakni di Bandar Udara Pattimura Ambon.
Tak hanya Maluku, kondisi di Nusa Tenggara Timur dan Papua juga hampir sama. Ini menggambarkan betapa timpangnya pembangunan fasilitas publik di wilayah Indonesia timur dan barat. Terminal penumpang pesawat di bandara di wilayah timur lebih buruk dibandingkan dengan terminal penumpang pelabuhan di barat. Apalagi jika membandingkan terminal penumpang pelabuhan di wilayah timur dan barat.
Contohnya saat berada di terminal penumpang di Pelabuhan Tenau Kupang, beberapa waktu lalu. Ruang di sana terasa gerah. Toilet di ruang tunggu kotor dengan aroma tak sedap. Penjagaan di pintu masuk ruang tunggu tidak ketat sehingga mudah ditembus mereka yang tidak berkepentingan. Calo tiket berkeliaran di tempat itu.
Selain fasilitasnya yang lebih baik, kesadaran penumpang dalam menjaga kebersihan di terminal penumpang Pelabuhan Belawan ataupun di dalam KM Kelud juga baik. Jarang terlihat sampah di rumah tunggu. Ketika antre, penumpang juga tertib. Di kapal, kondisinya juga bersih, tak ada coretan pada dinding-dinding kapal.
”Kalau di timur, banyak tembok terminal dan dinding kapal warnanya merah karena masih ada orang yang makan pinang terus membuang ke dinding. Kalau antre, juga masih suka dorong-dorong,” kata Yohana Wenggi, jurnalis dari Papua, yang turut dalam pelayaran itu.
Berada di dalam kompleks terminal penumpang di Pelabuhan Belawan terasa nyaman. Hanya orang-orang bertiket yang boleh masuk. Selama 24 jam, kamera pemantau terus mengawasi. Di dalam areal itu jarang ada kasus pencopetan.
”Kalau kami di timur, kasus kehilangan masih terjadi di dalam terminal (penumpang). Kita harus belajar dari sini,” tambah Nasrun Nur, jurnalis dari Sulawesi Selatan.
Kondisi di kapal
Kemewahan tidak hanya terasa di pelabuhan, tetapi juga selama pelayaran bersama KM Kelud. Kapal buatan Jerman tahun 1998 itu panjangnya 148 meter dan lebar 28 meter. Kapal dengan ukuran seperti itu sering dijumpai di timur. Masyarakat timur menyebutnya kapal putih, kemungkinan karena warnanya dominan putih.
Warna KM Kelud juga dominan putih dengan corak biru seperti logo Pelni yang baru diluncurkan pada Mei 2023 lalu. Logo baru ini tampak lebih segar. Selain dicat ulang, banyak fasilitas direnovasi, seperti bioskop, dapur, kamar mandi, dan toilet.
Bagian pengembangan bisnis Pelni juga menghadirkan sejumlah fasilitas baru, seperti Wi-Fi, minimarket Sagara Mart, dan kafe Tentang Kopi. Berada di kapal ini serasa nyaman, salah satunya karena kebersihannya terjaga baik.
KM Kelud menjadi contoh bagi kapal Pelni lain. Menurut rencana, satu per satu kapal yang dioperasikan Pelni akan didandani seperti KM Kelud. Total Pelni mengoperasikan 26 kapal yang melayani 71 pos persinggahan di seluruh Indonesia. Di luar itu, Pelni juga mengoperasikan kapal perintis.
Dari zaman saya masih SD, kapal itu sudah ada. Kami pernah naik dari Jayapura.
Ada harapan, kapal Pelni yang beroperasi di wilayah timur tak sekadar didandani, tetapi ada kapal yang harus diganti. Salah satunya adalah KM Umsini, kapal tertua milik Pelni. Kapal yang selesai dibangun tahun 1985 itu melayani rute cukup panjang, yakni dari Kupang hingga Kijang, Riau.
Dari kejauhan, kondisi kapal itu tampak bagus. Namun, jika dilihat detailnya, banyak bagian yang sudah keropos. Banyak penumpang khawatir.
”Dari zaman saya masih SD, kapal itu sudah ada. Kami pernah naik dari Jayapura,” kata Nanang Triatmodjo (48), warga Kupang.
Jika nanti kondisi kapal di timur sama seperti di barat, para pengguna harus punya kesadaran untuk sama-sama menjaganya. Jangan ada lagi pengguna yang mencorat-coret dinding kapal, mengambil fasilitas di kapal, minum mabuk di kapal, apalagi memukul awak kapal. Edukasi bagi penumpang sangat diperlukan.
Kapal dibeli dengan uang pajak dari masyarakat. Artinya, masyarakat sebagai pemilik harus ikut menjaga kapal tersebut. Pada saat yang sama, negara melalui Pelni dan otoritas terkait juga memiliki tantangan yang tidak mudah untuk menghadirkan layanan transportasi laut di Indonesia secara merata, baik di wilayah barat maupun timur Indonesia.