Panen Berlimpah, Stok Beras di Palembang Justru Terbatas
Ketidaksesuaian antara hasil panen padi petani dan stok beras di Palembang membuat sejumlah pedagang bingung.
Di tengah isu El Nino yang menyebabkan kemarau panjang tahun lalu, produksi beras petani di daerah lumbung pangan di Sumatera Selatan justru tidak terdampak signifikan. Hasil panen stabil berlimpah seperti biasanya. Namun, di tingkat agen beras di Kota Palembang, stok beras justru terbatas sehingga harga melonjak.
Wartono (46) sibuk memasang seng di tempat penggilingan padinya yang baru di belakang rumah, persisnya sekitar 10 meter di belakang tempat penggilingan yang lama di Desa Purwosari, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin, Sumatera Selatan, Senin (26/2/2024). Desa itu berada sekitar 50 kilometer atau lebih kurang 1 jam 30 menit ke arah utara dari pusat Palembang.
Baca juga: Stabilkan Harga, Puluhan Ton Beras Disalurkan ke Wakatobi
Tempat penggilingan padi yang baru itu tidak mewah, hanya berupa tiang-tiang kayu dengan ketinggian sekitar 5 meter dan beratapkan seng. Akan tetapi, tempat penggilingan baru itu jauh lebih besar dua-tiga kali lipat dibandingkan tempat lama. Tempat baru itu kira-kira memiliki ukuran lebar 4 meter dan panjang 6 meter.
”Pengembangan tempat ini adalah berkah hasil jasa penggilingan selama tahun lalu. Mudah-mudahan, tiga-empat hari lagi sudah bisa beroperasi,” ujar Wartono yang kelahiran Banjarnegara, Jawa Tengah, dan dibawa orangtuanya merantau ke Desa Purwosari saat usia tiga tahun itu.
Selain tempat lama tidak memadai lagi, Wartono yang memulai bisnis jasa penggilingan padi sejak 2009 itu membangun tempat penggilingan baru karena sadar hasil panen tahun ini akan cukup besar dan menguntungkan. Hal itu turut dipicu harga jual gabah kering di tingkat petani yang sedang tinggi, yakni Rp 6.000-Rp 7.000 per kilogram.
”Tahun ini, petani kemungkinan lebih bersemangat memanen dan menjual gabah kering maupun beras. Jadi, tidak tertutup kemungkinan jasa penggilingan yang saya dapat bisa lebih besar dibanding tahun lalu yang sekitar 70-90 ton gabah kering (menjadi 40-50 ton beras setelah gabah digiling). Dengan tempat penggilingan baru yang lebih besar, saya harap bisa menampung permintaan yang lebih banyak pula,” kata Wartono, yang memiliki satu mesin penggiling padi dengan kapasitas 500 kilogram per jam.
Baca juga: Harga Beras Naik, Sebagian Mahasiswa Perantau di Yogyakarta Terdampak
Di Desa Purwosari, jasa penggilingan padi tidak dibayar dengan uang, melainkan berlaku sistem 15 plus satu. Maksudnya, untuk setiap 15 kilogram beras yang dihasilkan, pemilik penggilingan berhak mendapatkan 1 kilogram beras. Selain itu, ada pula petani yang minta dijualkan berasnya seusai dilakukan penggilingan.
”Kalau begitu, kami bantu jual ke tengkulak dengan mengambil keuntungan Rp 300-500 per kilogram saat harga beras tinggi maupun rendah. Sekarang, harga beras di tingkat petani sedang tinggi, di kisaran Rp 13.000 per kilogram. Beras itu dibeli tengkulak untuk dijual ke Palembang dan sekitarnya dan ke Riau. Harga itu lebih tinggi dibanding tahun lalu yang sekitar Rp 8.000-9.000 per kilogram,” tutur Wartono yang juga bekerja sebagai petani.
Panen stabil
Wartono yang menjadi petani sejak 1993 atau sejak usia 15 tahun meyakini, hasil panen para petani di Desa Purwosari tetap stabil berlimpah. Itu karena mayoritas sawah di sana memanfaatkan sumber air pasang surut dari aliran air Sungai Musi yang berjarak sekitar 1 kilometer ke arah timur dari pusat desa tersebut. Saat kemarau panjang efek El Nino tahun lalu, air sungai itu sedikit menyusut, tetapi tidak sampai kering sehingga bisa tetap membasahi sawah.
El Nino hanya menyebabkan masa tanam petani agak bergeser. Biasanya, petani mulai menanam paling cepat pada Oktober. Karena masih kemarau, ada sebagian lokasi yang baru menanam pada November atau Desember. Untuk itu, masa panen sebagian petani bergeser dari paling cepat Januari menjadi Februari atau Maret.
Baca juga: Anomali Kenaikan Harga di Daerah Lumbung Beras
Walau demikian, hal itu nyaris tidak berpengaruh pada hasil panen yang tetap 9-10 ton gabah kering per hektar sawah. ”Masa tanam saya juga agak terlambat sehingga saya baru panen pada awal Maret. Tetapi, pertumbuhan padinya baik-baik saja sehingga saya yakin hasil panen bisa stabil, bahkan lebih besar dibanding tahun lalu yang rata-rata 9-10 ton per hektar. Lagi pula, saya menggunakan padi varietas baru, Inpari 32,” ujar Wartono yang memiliki 2 hektar sawah.
Hal senada disampaikan sejumlah petani di Desa Purwosari. Mereka mengatakan hasil panennya tetap stabil di kisaran 9-10 hektar per hektar sawah. Kalaupun ada yang panennya berkurang, itu akibat batang padi patah sehingga hasil panen menyusut paling tinggi 30 persen dari biasanya.
Batang padi terjadi karena sawah diterpa angin kencang selama puncak musim hujan pada Januari-Februari ini. Akan tetapi, kondisi itu tidak dialami oleh semua petani. Ada pula yang sawahnya aman-aman saja.
”Padi saya ada yang patah, tetapi tidak banyak, kurang lebih 10 persen dari 2 hektar lahan yang saya punya. Tetapi, sawah orangtua saya tidak ada yang patah leher,” kata Kurniawan (27), petani di Desa Purwosari.
Kendati demikian, fenomena tingginya harga jual gabah kering di tingkat petani membuat banyak petani lebih suka menjual gabah itu kepada tengkulak yang mayoritas dari Lampung. Berdasarkan pantauan Kompas, Senin (26/2/2024), belasan-puluhan truk dengan pelat nomor polisi berkode Lampung berdatangan ke Desa Purwosari untuk mengangkut berkarung-karung gabah kering yang baru dipanen. Hal itu menjadi tantangan tersendiri bagi jasa penggilingan padi di Desa Purwosari.
”Kalau harga jual tinggi, petani lebih suka menjual langsung gabah itu karena dinilai lebih untung ketimbang harus digiling menjadi beras. Gabah itu banyak diambil oleh tengkulak dari Lampung yang menawarkan harga tinggi. Entah karena apa, mungkin Lampung sedang krisis gabah. Herannya, setelah diolah, beras dari Lampung masuk ke Sumsel dengan harga pasaran lebih tinggi,” tuturnya.
Stok di Palembang
Informasi yang disampaikan Wartono berkorelasi dengan ketersediaan beras yang terbatas di sejumlah sub-agen penjual beras di Palembang akhir-akhir ini. Selama ini, stok beras di Palembang berasal dari kawasan Banyuasin yang notabene penghasil beras terbesar di Sumsel dan sebagian lagi dari Ogan Komering Ilir dan Ogan Ilir yang masing-masing penghasil beras terbesar ketiga dan keenam di Sumsel.
Hal itu dirasakan Fadil (56), anak pemilik Toko Beras Haji Kosim di Pasar 16 Ilir, Palembang. Selama masa panen, biasanya mereka menerima tiga kali pasokan beras masing-masing sebanyak 5-6 ton. Beras itu berasal dari para petani langganan di kawasan transmigrasi di Banyuasin. Namun, sejauh ini, mereka baru menerima pasokan sekali dengan jumlah 3 ton pada pekan ketiga Februari.
Kalau harga jual tinggi, petani lebih suka menjual langsung gabah itu karena dinilai lebih untung ketimbang harus digiling menjadi beras.
Beras itu langsung diserbu pedagang rekanan mereka dan habis dalam dua hari. Mereka membeli beras dari petani sekitar Rp 12.000 per kilogram dan dijual kepada pedagang rekanan Rp 12.500-Rp 13.000 per kilogram. Harga jual itu terbilang paling tinggi selama Toko Beras Haji Kosim berjualan sejak 70 tahun silam.
”Kami mengikuti alur saja. Kalau harga dari petani tinggi, otomatis harga yang kami jual naik,” ujar Fadil.
Setelah itu, per Selasa (27/2/2024), Toko Beras Haji Kosim belum menerima lagi pasokan beras. Kini, gudang mereka diisi dengan tumpukan kardus minuman ringan, minyak, dan garam yang dititipkan oleh sejumlah rekanan.
”Selama tidak ada beras yang masuk, gudang kami biasanya dipinjam untuk menitipkan barang,” kata Fadil.
Fadil tidak tahu pasti kenapa distribusi beras ke tokonya tersendat. Padahal, kalau mendengar dari sejumlah pihak, panen di lokasi petani langganan mereka baik-baik saja. Fadil hanya bisa menduga para petani lebih banyak menjual gabah kering secara langsung. Itu karena harga gabah kering di tingkat petani sedang tinggi-tingginya.
”Kalau harga gabah kering tinggi, petani lebih untung kalau langsung menjualnya. Gabah itu biasanya dibeli oleh tengkulak ataupun penggilingan besar dari Lampung,” ungkapnya.
Baca juga: Sanggah Harga Beras Naik, Presiden Jokowi: Cek di Pasar
Situasi yang sama dirasakan oleh Ivan (42), pemilik Toko Dewi di Pasar Sekanak, Palembang. Menurut dia, ini momen paling susah mendapatkan beras. Terbukti, gudang berasnya nyaris kosong. Biasanya, gudang itu selalu penuh beras karena Ivan menerima pasokan sedikitnya 5 ton beras setiap dua-tiga hari. Akan tetapi, sekarang hanya tersedia beberapa karung beras karena sudah seminggu ini Ivan belum mendapatkan pasokan.
”Sesusah-susah beras, baru kali ini paling susah mendapatkannya. Ini sudah terjadi seminggu terakhir,” kata Ivan.
Dari informasi yang diterima Ivan, kondisi itu bukan karena faktor produktivitas sawah petani yang terganggu El Nino tahun lalu. Namun, kondisi itu disebabkan oleh kualitas gabah kering yang kurang baik. Kandungan air gabah saat ini cukup tinggi sehingga proses pengolahannya lebih lama agar benar-benar kering.
”Truk kami sudah dua hari menunggu antrean panjang untuk mendapatkan beras dari pabrik di kawasan Pegayut (Kecamatan Pemulutan, Ogan lir),” ujarnya.
Baca juga: Harga Gabah Petani Berangsur Turun
Secara harga, ia menerangkan, harga beras berangsur turun dalam 10 hari terakhir, yakni sekitar Rp 10.000 per karung (satu karung 20 kilogram) atau Rp 500 per kilogram. Sekarang, harga beras sekitar Rp 275.000 per karung atau Rp 13.750 per kilogram.
”Mau harga tinggi sekalipun, menjual beras tidak susah karena kebutuhan pokok. Konsumen tidak mungkin menunda beli ataupun mengurangi kebutuhannya,” kata Ivan.