Gempa Banten Berkekuatan M 5,7 Dipicu Pergerakan Lempeng Bawah Laut
Gempa ini berasal dari pergerakan Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia di selatan Banten.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Gempa bumi berkekuatan M 5,7 yang melanda sebagian wilayah pantai selatan Jawa, Minggu (25/2/2024) malam, terjadi akibat pergerakan Lempeng Indo-Australia dan Eurasia. Daerah yang terdampak merupakan kawasan rawan bencana gempa bumi tingkat tinggi sehingga masyarakat diminta untuk waspada.
Berdasarkan data yang dihimpun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa berada di lepas pantai yang berjarak 96 kilometer barat daya Bayah, Banten, dengan kedalaman 43 kilometer dan terjadi sekitar pukul 20.00.
Guncangan gempa ini terasa dengan skala intensitas IV MMI di sejumlah daerah di selatan Jawa, mulai dari Bayah dan Malimping di Banten hingga Palabuhanratu dan Garut di Jawa Barat.
Dalam skala ini, guncangan terasa oleh sebagian besar orang hingga jendela dan pintu yang berderit. Bahkan, sebagian perabotan bisa jatuh akibat gempa yang melanda.
Rais (33), warga Kecamatan Palabuhanratu, merasakan guncangan tersebut lebih dari lima detik. Sejumlah warga panik lalu keluar rumah, tetapi beberapa saat setelah gempa reda, warga kembali berkegiatan seperti sebelumnya.
”Gempanya cukup lama sehingga orang-orang di sekitar saya sempat panik dan keluar ke jalan. Kebetulan waktu itu saya lagi di pinggir jalan. Untungnya, saya tidak melihat ada bangunan yang rusak, cuma papan reklame sempat bergoyang kencang,” ujarnya saat dihubungi dari Bandung, Senin (26/2/2024) pagi.
Menurut informasi dari Badan Geologi, Palabuhanratu dan daerah pantai selatan Jawa yang terdampak gempa ini masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) gempa bumi tinggi. Morfologi daerah tersebut umumnya merupakan dataran, dataran bergelombang, hingga perbukitan terjal.
Endapan kuarter dan batuan berumur tersier yang menyusun permukaan bumi di sana telah mengalami pelapukan. Pada umumnya, endapan dan batuan ini bersifat lunak, lepas, belum padat, sehingga memperkuat efek guncangan. Kondisi ini membuat kawasan tersebut rawan gempa bumi.
Sementara itu, di lepas pantai selatan Jawa, terdapat aktivitas patahan bumi yang kerap menyebabkan gempa. Dalam kejadian ini, BMKG mencatat adanya mekanisme pergerakan naik yang merupakan cerminan gempa megathrust.
Belum ada laporan korban atau kerusakan akibat gempa ini.
Menurut Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono, jika dilihat dari titik pusat dan kedalamannya, gempa ini berasal dari aktivitas subduksi atau pergerakan Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia di selatan Banten. Meskipun gempa kali ini tidak berpotensi tsunami, dia meminta masyarakat untuk tetap waspada.
”Belum ada laporan korban atau kerusakan akibat gempa ini. Masyarakat agar tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan. Periksa dan pastikan bangunan setelah gempa dan hindari jika terjadi kerusakan,” katanya.