Kajian Akademis Bakal Disusun untuk Perda Larangan Konsumsi Daging Anjing di Surakarta
Surat imbauan dinilai belum cukup mengatur peredaran daging anjing. Perda bakal disusun guna mengawasi lebih ketat.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Wali Kota Surakarta telah mengeluarkan surat edaran bagi warga untuk tak mengonsumsi daging anjing. Untuk melengkapinya, dibuat pula kajian akademis guna mengatur lebih ketat peredaran daging tersebut.
”Kami sudah diminta pak sekda (sekretaris daerah) untuk segera membuat kajian akademis terkait hal itu. Ini biar SE (surat edaran) bisa ditingkatkan menjadi peraturan daerah,” kata Kepala Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perikanan Kota Surakarta Eko Nugroho Isbandijarso saat dihubungi pada Minggu (25/2/2024).
Eko mengungkapkan, rencana pembuatan kajian akademis itu telah diusulkan agar masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Surakarta tahun ini. Hanya saja, sifat usulannya berupa susulan karena wacana itu baru muncul belakangan.
”Pelaksanaannya nanti sambil menunggu anggaran. Nanti begitu anggaran siap, langsung akan kami laksanakan,” kata Eko.
Surat edaran terkait pengaturan konsumsi daging anjing itu terbit pada 19 Februari 2024. Aturannya tertuang dalam Surat Edaran Wali Kota Surakarta Nomor 38 Tahun 2024 tentang Imbauan Konsumsi Produk Pangan Asal Hewan yang Aman dan Sehat.
Lewat surat edaran itu, pemerintah mengimbau seluruh warga agar mengonsumi produk pangan asal hewan yang aman. Ada tiga hewan yang dianggap tak aman dikonsumsi, yakni anjing, kucing, dan kera. Dikhawatirkan, apabila memakan hewan-hewan itu, nanti warga bisa tertular penyakit zoonosis.
Eko menyadari, surat edaran yang sekadar bersifat imbauan itu kurang kuat guna mengatur peredaran daging anjing. Penerapannya menuntut kesadaran masyarakat. Pasalnya, tidak ada sanksi yang bisa dikenakan apabila warga masih mengonsumsi hewan terlarang.
”Di sisi lain, saat ini sebenarnya sudah tidak ada peredaran daging anjing setelah ada penangkapan pemasok di Semarang beberapa waktu lalu. Dengan sendirinya, itu membuat tidak ada lagi yang berdagang. Tetapi, kami tetap menyosialisasikan SE ini,” kata Eko.
Dihubungi terpisah, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta Budi Prasetyo mengungkapkan, surat edaran akan lebih baik jika ditindak lanjuti menjadi peraturan daerah (perda). Namun, pembuatan peraturan daerah tidak sederhana. Sebab, perda mesti dilandasi peraturan lainnya punya tingkatan lebih tinggi sekelas undang-undang.
”Kalau di tingkat pusat belum ada cantolan UU, belum bisa dibuat. Sebab, praktik di lapangan terbatas surat edaran. Dilemanya ada di sana,” kata Budi.
Surat edaran terkait pelarangan konsumsi daging anjing setidaknya pernah dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kementerian Pertanian. Pemprov Jateng mengeluarkan surat edarannya pada 2022, sedangkan Kementerian Pertanian melakukannya pada 2018.
Untuk mengatur lebih tegas, sebenarnya bisa dibuat peraturan tingkat kota seperti SE atau perwali (peraturan wali kota). Itu lebih baik.
Masing-masing surat merujuk pada dua peraturan, yakni Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dalam dua regulasi itu, kata ”anjing” memang tidak disebutkan. Istilah ”anjing” baru dimunculkan dalam surat edaran. Anjing dianggap sebagai hewan peliharaan sehingga tidak semestinya dikonsumsi.
Meski demikian, Budi mengatakan akan meneruskan aspirasi jajaran Pemerintah Kota Surakarta yang telah berbentuk surat edaran itu kepada perwakilan di DPR RI. Diharapkan kelak aspirasi itu bisa diusulkan menjadi peraturan perundang-undangan guna mengatur lebih ketat terkait isu perdagangan daging anjing tersebut.
”Untuk mengatur lebih tegas, sebenarnya bisa dibuat peraturan tingkat kota, seperti SE atau perwali (peraturan wali kota). Itu lebih baik. Namun, untuk tataran perda, kami menunggu aturan yang lebih atas atau yang mengamanatkan supaya bisa dijadikan perda,” kata Budi.