Mantan Rektor Udayana Bergetar Dinyatakan Bebas dari Dakwaan Korupsi
Mantan rektor Udayana, I Nyoman Gde Antara, divonis tidak bersalah. Hakim Pengadilan Tipikor Denpasar membebaskannya.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Sidang perkara korupsi dana sumbangan pengembangan institusi mahasiswa baru jalur seleksi mandiri di Universitas Udayana, Bali, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Kota Denpasar, Kamis (22/2/2024), berakhir dengan klimaks. Mantan rektor Universitas Udayana, I Nyoman Gde Antara, yang didudukkan di kursi terdakwa, dinyatakan tidak bersalah dalam segala dakwaan dari jaksa penuntut umum.
Badan Antara tampak bergetar lantaran haru ketika ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Agus Akhyudi, membacakan putusan majelis hakim yang menyatakan Antara tidak terbukti secara sah dan meyakinkan atas seluruh dakwaan dari jaksa penuntut umum serta membebaskan terdakwa dari tuntutan. Terlihat pula sesekali Antara mengusap air mata di pipinya sambil tetap berdiri selama Agus membacakan putusan majelis hakim.
Di antara putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Denpasar, yang dibacakan Agus, Kamis (22/2/2024), disebutkan, terdakwa I Nyoman Gde Antara tidak terbukti secara sah dan meyakinkan atas pelanggaran sesuai dakwaan kesatu primer dan kesatu subsider hingga dakwaan ketiga, yang diajukan jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Badung dalam tuntutan mereka.
Agus juga menyatakan memerintahkan terdakwa agar dibebaskan dari tahanan dan dikembalikan kemampuan, kedudukan, ataupun harkat dan martabatnya.
Putusan majelis hakim itu disambut tepukan tangan sejumlah pengunjung sidang. Adapun pihak jaksa penuntut umum menyatakan akan kasasi atas putusan hakim tersebut. Sementara itu, pihak penasihat hukum Antara, yang diwakili pengacara Hotman Paris Hutapea, menyatakan menerima putusan majelis hakim dengan sukacita.
Adapun Antara seusai persidangan menyatakan sangat bahagia mendengar putusan majelis hakim itu. Dengan suara bergetar, Antara mengatakan, putusan majelis hakim sudah sepatutnya seperti itu karena dirinya berkeyakinan tidak melakukan perbuatan pidana seperti dakwaan jaksa penuntut umum. Antara juga menyatakan dirinya menghargai proses hukum dan memuji tim penasihat hukum yang mendampinginya.
”Sejak di awal, kami menyampaikan kami tidak melakukan hal-hal seperti (dakwaan) ini. Namun, kami menghormati proses hukum. Kami dipersangkakan, disidangkan sebagai terdakwa. Dan, teman-teman menyaksikan fakta-fakta sidang dan persidangan. Dan, tidak terbukti kami korupsi,” kata Antara yang didampingi tim penasihat hukumnya seusai persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis.
Sebelumnya, dalam sidang pembacaan tuntutan dari tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung di Pengadilan Tipikor, Kota Denpasar, Selasa (23/1/2024), mantan rektor Universitas Udayana itu dituntut dengan hukuman pidana selama enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta dengan subsider tiga bulan.
Tuntutan dari jaksa penuntut umum itu mengacu pada dakwaan kedua, yakni pelanggaran terhadap Pasal 12 huruf E juncto Pasal 18 huruf A dan B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU No 20/2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999.
Sejak di awal, kami menyampaikan kami tidak melakukan hal-hal seperti ini. Namun, kami menghormati proses hukum.
Dalam amar putusannya, majelis hakim membacakan pertimbangan mereka atas seluruh dakwaan jaksa penuntut umum. Menurut majelis hakim, dakwaan jaksa disusun secara kombinasi alternatif primer dan subsider pada dakwaan kesatu dan kedua serta dakwaan ketiga.
Majelis hakim mengulas unsur-unsur pelanggaran pidana terkait korupsi ataupun penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan dan pemerasan melalui sumbangan pengembangan institusi mahasiswa baru jalur seleksi mandiri di Universitas Udayana.
Majelis hakim pun berpendapat pengenaan pungutan sumbangan pengembangan institusi sudah sah dan tidak melawan hukum. Dugaan penyimpangan, yang didakwakan jaksa penuntut umum, dinilai muncul akibat ketidaktegasan peraturan, yang memunculkan keberagaman dalam penafsiran.
Majelis hakim berpendapat, pihak Universitas Udayana tidak bersalah dalam menerapkan sumbangan pengembangan institusi sesuai aturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Akan tetapi, majelis hakim menyatakan, perbedaan pungutan sumbangan pengembangan institusi, yang tidak sesuai surat keputusan rektor Universitas Udayana, justru diketahui dalam proses pemeriksaan Kejaksaan Tinggi Bali. Hal itu mengindikasikan manajemen administrasi penerimaan mahasiswa di Universitas Udayana yang buruk dan itu merupakan kesalahan administratif.
Menanggapi putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Denpasar, yang membebaskan Antara dari segala dakwaan, tim jaksa penuntut umum melalui I Nengah Astawa seusai sidang menyatakan bahwa mereka akan mengajukan kasasi terhadap putusan hakim itu.