Jalan Utama di Banda Aceh Belum Sepenuhnya Layak Pejalan Kaki
Sebagian jalan protokol di Banda Aceh belum ramah bagi pejalan kaki. Padahal, kota harus dibangun untuk semua orang.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Banyak ruas jalan utama di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, baik milik pemerintah kota, provinsi, maupun nasional, belum sepenuhnya layak pejalan kaki. Padahal, di perkotaan, jalur pejalan kaki adalah kebutuhan dasar warga sekaligus mempercantik kota.
Pada Rabu (21/2/2024) di sepanjang Jalan Teuku Nyak Arief, misalnya. Jalan di pusat perkantoran itu sebagian besar tidak dilengkapi trotoar atau jalur pejalan kaki.
Pemandangan serupa terlihat di depan Kantor Gubernur Aceh. Parit di tepi jalan dibiarkan menganga dan rentan membahayakan pejalan kaki.
Nauval, warga Banda Aceh, mengatakan, kondisi jalan-jalan tidak ramah pejalan kaki. Selain tanpa jalur khusus, parkir liar hingga gerobak pedagang juga memperumit keadaan.
”Harus siaga agar tidak terkena spion saat berjalan,” kata Nauval.
Kondisi ini membuatnya enggan berjalan kaki. Dia memilih menggunakan sepeda motor meski lokasi tujuannya tidak jauh.
Dosen Arsitektur dan Perencanaan Tata Kota di Universitas Syiah Kuala Putra Rizkiya menuturkan, secara umum, Kota Banda Aceh belum layak bagi pejalan kaki. Putra menilai, pembangunan infrastruktur jalan masih diutamakan bagi kendaraan bermotor.
Putra mengatakan, beberapa titik jalur pedestrian memang sudah dibangun. Namun, keberadaannya tidak saling terhubung. Akibatnya, tidak membuat warga tertarik berjalan kaki.
Jalur pedestrian juga tidak dilengkapi koridor hijau sehingga penggunanya rentan terpapar langsung terik matahari. ”Biasanya pejalan kaki mencari jalur rindang. Masalahnya, di Banda Aceh koridor hijau juga sangat minim,” kata Putra.
Putra menambahkan, warga Banda Aceh masih sedikit yang gemar jalan kaki. Selain karena belum menjadi kebiasaan, infrastrukturnya juga tidak memadai.
Padahal, dalam sebuah kota modern, kata dia, jalur pejalan kaki harus disediakan agar pembangunan kota dirasakan semua lapisan masyarakat.
”Sediakan saja dulu fasilitasnya, lama-lama budaya berjalan kaki terbangun. Sebuah kota yang banyak pejalan kaki akan hidup, dan muncul aktivitas ekonomi,” kata Putra.
Putra menuturkan, sebuah jalur dinilai layak bagi pejalan kaki harus memenuhi sejumlah unsur. Hal itu, antara lain, keamanan dan keselamatan, kesehatan dan layanan, serta lingkungan yang baik.
Pada 2023, Putra bersama tiga rekannya melakukan riset tentang pemenuhan aksesibilitas jalur pejalan kaki bagi penyandang disabilitas di pusat Kota Banda Aceh. Hasilnya, dari 25 segmen yang diteliti, hanya dua segmen yang terklasifikasi kurang sesuai. Sebanyak 23 segmen lainnya belum ramah penyandang disabilitas.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kota Banda Aceh Salma Maimunah membenarkan tidak semua jalan di Banda Aceh dilengkapi jalur pejalan kaki. Namun, setiap tahun, Pemkot Banda Aceh mengupayakan penambahan jalur pejalan kaki, terutama pada kawasan pusat perdagangan.
”Kami sudah membuat perencanaan semua jalan utama di Banda Aceh memiliki jalur pejalan kaki. Akan tetapi, kami mengalami keterbatasan anggaran sehingga ada skala prioritas pembangunan,” kata Salma.
Salma menambahkan, tidak semua jalan di Banda Aceh milik atau di bawah kewenangan Pemkot Banda Aceh. Ada juga yang berstatus milik Pemprov Aceh dan pemerintah pusat. Oleh sebab itu, Salma berharap jalan provinsi dan nasional yang belum dilengkapi jalur pejalan kaki agar juga dapat dibangun.