Pemberdayaan Kelompok Tani untuk Menggarap Lahan Kosong di Surabaya
Pemerintah Kota Surabaya menggerakkan warga agar memanfaatkan lahan kosong di sekitarnya dengan bercocok tanam.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Berbagai cara dilakukan Pemerintah Kota Surabaya di Jawa Timur untuk mengatasi kesulitan keluarga miskin, terutama menghadapi kenaikan harga beras. Salah satu upayanya menggerakkan warga untuk bergabung di kelompok tani dan menggarap lahan kosong di sekitarnya, menanami dengan padi, sayur, serta komoditas bumbu.
Di tengah kenaikan harga beras yang kini paling murah mencapai Rp 14.000 per kilogram, Kelompok Petani (Poktan) Garuda di Gayungan, Kota Surabaya, Jawa Timur, menanti hasil panen. Di lahan kosong seluas 4 ,5 hektar yang mereka garap, padi mulai menguning dan bakal panen dua pekan hingga satu bulan lagi. Ada juga yang sudah panen.
”Minggu lalu salah satu anggota kami sudah panen,” kata Ketua Kelompok Petani Garuda Sugeng Hadi (57) yang ditemui ketika mengawasi tanaman padinya dari serbuan burung, Selasa (20/2/2024).
Jumari (70), warga Gayungan, juga menyebutkan jika padi yang ditanam di areal 5.000 meter persegi bakal panen sebulan lagi. ”Curah hujan terlalu tinggi sehingga banyak biji padi yang rontok,” ujarnya sambil terus berteriak mengusir burung.
Menurut Penyuluh Pertanian Lapangan Gayungan dan Jambangan, Enies Suseina, lahan kosong milik perusahaan itu sudah lama dimanfaatkan warga setempat. Mereka bergabung dalam Kelompok Tani Garuda serta mendapatkan bantuan dan bimbingan dari Pemerintah Kota Surabaya.
”Petani ini tidak hanya didampingi sejak tanam, tetapi hingga panen. Bantuan yang dinikmati mereka seperti alat mesin pertanian, pupuk bersubsidi dan bibit tanaman,” katanya.
Pengendalian harga
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya Antiek Sugiharti menyebutkan, saat ini ada 35 kelompok tani yang tersebar di 11 kecamatan. Anggotanya mencapai 1.000 orang. Mereka umumnya memanfaatkan lahan kosong di sekitar tempat tinggalnya, termasuk Bekas Tanah Kas Desa (BTKD) dan milik swasta.
Setiap kelompok tani menanam padi tiga kali dalam setahun dengan produksi rata-rata 6 ton per hektar. Tahun ini harga gabah kering panen sekitar Rp 600.000 per 100 kg.
Selain menggerakkan warga untuk menggarap lahan, upaya pengendalian harga bahan pokok juga dilakukan Pemkot Surabaya dengan menggelar pasar murah. Menjual bahan kebutuhan pokok di bawah harga pasaran juga dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk Politeknik Pelayaran Surabaya.
Pada bazar yang berlangsung di kompleks kampus di Gunung Anyar, dijual paket bahan kebutuhan pokok berisi beras, minyak goreng, dan mi instan. Paket itu dijual Rp 50.000, separuh dari harga normal Rp 100.000.
Curah hujan terlalu tinggi sehingga banyak biji padi yang rontok.
Antiek menambahkan, Pemkot Surabaya juga terus melakukan sejumlah upaya agar bahan pokok tidak melebihi harga eceran tertinggi (HET) atau harga acuan penjualan di konsumen (HAPK). Caranya antara lain melakukan monitoring harga komoditas pangan di pasar setiap hari, serta menjalin kerja sama dengan daerah produsen bahan pangan, seperti beras, telur, cabai, bawang merah, bawang putih, dan perusahaan gula.
”Pemkot Surabaya juga membuka kios TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) untuk menjual beras sesuai HET serta melakukan operasi pasar. Selain itu, menggelar gerakan pasar murah dan melakukan gerakan tanam bersama untuk tanaman cepat panen,” ujar Antiek. Ia menambahkan, gerakan pasar murah digelar dua kali dalam sepekan, berlokasi di balai RW atau pendopo kelurahan dan kecamatan.