Meresapi Kekayaan Cerita di Balai Artistik
Pameran seni rupa Balistik24 digelar di Jogja Gallery. Pameran itu menampilkan karya dari 16 seniman.
Di balik setiap karya seni rupa terselip makna yang menggenapi pengalaman estetika. Di Yogyakarta, sebuah pameran seni rupa menyajikan kekayaan cerita dari 16 seniman.
Pameran itu bertajuk Balistik24. Balistik adalah singkatan dari Balai Artistik, sedangkan 24 mewakili tahun penyelenggaraan pameran ini, yakni 2024. Pameran ini dihelat di Jogja Gallery, Yogyakarta, pada 7-27 Februari 2024.
Balistik merupakan salah satu ruang studio di Ruangdalam Art House milik seniman Gusmen Heriadi di Nitiprayan, Kabupaten Bantul, DIY. Galeri di rumah pribadi Gusmen itu menjadi tempat berkumpul sekaligus berdiskusi para perupa.
Balistik pun menjadi ruang bagi para perupa dari berbagai latar belakang untuk berkarya sekaligus memamerkannya secara tunggal. Mereka tergabung dalam kelompok bernama Artsarekat yang diinisiasi oleh Gusmen.
”Ini menjadi wadah artists support artists (seniman mendukung seniman). Dari situlah muncul tawaran untuk berpameran di Jogja Gallery yang kami wujudkan saat ini,” ujar Gusmen saat ditemui di Jogja Gallery, Jumat (16/2/2024).
Berbagai perspektif cerita pun ditampilkan di pameran tersebut. Setiap seniman paling sedikit menyajikan dua karya. Ada karya yang dibuat baru untuk pameran ini, ada pula karya yang sudah eksis sebelumnya.
”Ini menjadi ajang bagi para seniman mempresentasikan karya mereka. Tidak ada satu tema khusus. Ini kembali ke basic artistik yang mempertemukan kreativitas 16 seniman dengan pesan masing-masing,” ucap Gusmen yang sekaligus menjadi kurator pameran.
Kekayaan seni rupa itu langsung terasa saat pengunjung memasuki ruang pameran. Lukisan, kriya, instalasi, tekstil, dan abstraksi membawa pengunjung menikmati paduan bentuk, corak, dan warna.
Ini kembali ke ’basic’ artistik yang mempertemukan kreativitas 16 seniman dengan pesan masing-masing.
Salah satu yang menarik perhatian adalah ”54 B Dimension Future” karya Yudi Sulistya. Karya itu mengambil wujud sebuah rangka logam dengan dua mesin jet di kanan-kirinya dan kursi kontrol di bagian belakang. Sekilas, bentuknya seperti pesawat tempur yang dipereteli.
Namun, karya itu sesungguhnya sebagian besar terbuat dari karton dan sebagian kecil kayu. Yudi berhasil mengecoh mata dengan keterampilannya menyulap karton dan kayu menjadi tampak seperti besi dan baja.
Baca juga: Memimpikan Indonesia Emas melalui Karya Seni
Suryanto (63), pengunjung pameran asal Kabupaten Sleman, DIY, mengaku terkesan dengan karya Yudi tersebut. ”Saya terkejut waktu petugas tadi menginformasikan kalau ini terbuat dari karton, bukan logam,” ujarnya.
Dalam narasi pengantar karya itu, Yudi menuliskan: ”Manusia membangun peradaban dengan caranya sendiri, berimajinasi dengan masa depan yang mengancam. Keinginan manusia untuk mengaktualisasi fantasinya menjadi kesepakatan dengan mereka yang satu keinginan untuk merubah dunia dengan gagasan masa depan”.
Semerah putih
Di sudut lain, dua lukisan karya Tan Maidil menyajikan ilusi optikal yang berbeda. Dari jauh, keduanya jelas menggambarkan bendera Merah Putih dalam posisi horizontal dan vertikal. Judul yang diambil Maidil pun mengonfirmasi hal itu, yakni ”Semerah Putih #1” dan ”Semerah Putih #2”.
Namun, saat mata menyorot lebih dekat, lukisan akrilik di atas kanvas itu tak sesederhana yang terlihat. Imaji tersebut tercipta dari rangkaian garis dan warna, yang ternyata bukan hanya merah dan putih. Garis-garis itu pun membentuk pola rumit seperti jalinan ribuan sarang laba-laba.
Muncul kesadaran, ternyata kita terhubung satu sama lain.
Maidil menyebut lukisannya itu sebagai serial linescape atau hamparan garis. Dia terinspirasi dari bentang alam dan panorama Indonesia dengan segala keindahan dan ambiguitasnya.
”Manakala menautkan satu garis dengan lainnya di atas kanvas, entah kenapa saya selalu membayangkan hubungan manusia dengan manusia, alam, dan semesta tak terjangkau. Muncul kesadaran, ternyata kita terhubung satu sama lain. Sebagaimana garis-garis yang saling berpilin, bertumbukan, atau saling menghalau dan mendekap,” tulisnya.
Gusmen pun tak ketinggalan menampilkan dua karyanya dalam pameran itu. Salah satunya adalah lima panel mixedmedia di atas kanvas bertajuk ”Lingkaran Bangga”.
Dalam karya itu, Gusmen menggambarkan lingkaran putih bergelombang. Di dalam kelima lingkaran itu, sebagian diisi perwujudan hewan, yakni gajah, macan tutul, badak, buaya, dan kuda nil.
Baca juga: Vakansi Seni Rupa di Jakarta
Gusmen ingin menyampaikan pesan ekologis bahwa hewan-hewan itu selama ini diburu dan dibunuh untuk memenuhi kebanggaan manusia semata. Gajah dibunuh untuk diambil gadingnya demi membuat pajangan dan pipa rokok, buaya dibunuh untuk diambil kulitnya menjadi tas dan sepatu.
”Kebanggaan kerap jadi racun. Makin dikejar, kebanggaan biasanya meminta korban: alam, binatang, manusia, bahkan diri sendiri. Kebanggaan adalah lingkaran semu buatan manusia si makhluk fana,” ungkap Gusmen.
Selain tiga seniman itu, seniman lain yang menyajikan karyanya adalah Agung Bule, Anagard, Mola, Dikco Ayudya, MA Roziq, dan Syam Terrajana. Ada pula Zulkarnaini, Rizal Misilu, Ridho Scoot, Bonar Diat Senan Putro, Radetyo Itok, Oktaviyani, dan Dedy Sufriadi.
Masing-masing menampilkan keunikan karya dan cerita di balik kreativitas tersebut. Mari nikmati dan resapi!
Lihat juga: Wajah Seni Rupa Indonesia Kini dalam Pameran Pascamasa