Karebosi, Ikon Makassar yang Kini Bersolek
Lapangan Karebosi tak bisa lepas dari sejarah panjang Makassar. Kini ikon kota ini bersolek.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, siapa yang tak tahu Lapangan Karebosi? Lapangan seluas 11,29 hektar ini adalah ikon sekaligus titik nol Makassar. Tak sekadar ikonik, lapangan ini adalah salah satu ruang terbuka, tempat beragam aktivitas olahraga dan bersantai dilakukan warga kota.
Pepohonan teduh, jalur lari beralas beton, dan lapangan bola dengan rumput hijau hanya sedikit dari kemewahan yang bisa dinikmati di Karebosi, di tengah Kota Makassar yang kian padat.
Tak heran, selama ini, setiap pagi dan sore, Karebosi tak pernah sepi dari aktivitas lari. Empat lapangan sepak bola juga saban hari ramai menjadi tempat anak-anak berlatih. Beberapa sekolah sepak bola memang memilih Karebosi sebagai tempat latihan. Basket dan hoki adalah olahraga lain yang juga meramaikan lapangan ini.
Tak sekadar olahraga, berbagai acara hiburan hingga upacara atau acara seremoni juga kerap dihelat di sini. Memang selain arena olahraga, ada pula lapangan luas yang bisa digunakan untuk berbagai acara. Di hari raya, Karebosi juga menjadi tempat pelaksanaan shalat Id.
Itulah mengapa lapangan ini nyaris tak pernah sepi. Terlebih di sekitarnya terdapat pusat perbelanjaan dan kuliner. Lokasinya pun berada di tengah kota.
Namun, sejak Senin (5/2/2024) lalu, lapangan ini ditutup seusai Wali Kota Makassar M Ramdhan Pomanto melakukan peletakan batu pertama revitalisasi Karebosi. Penutupan direncanakan akan dilakukan hingga 365 hari ke depan. Namun, diupayakan akhir 2024 lapangan sudah bisa digunakan kembali.
Baca juga: Karebosi, Rumah Bersama di Titik Nol Makassar
Layaknya orang, lapangan ini akan bersolek, dipercantik. Fungsinya akan ditingkatkan. Pembenahan bukan hanya berupa penambahan berbagai fasilitas. Namun, lapangan ini juga dirancang menjadi pusat aktivitas olahraga dan taman rekreasi yang bisa dinikmati 24 jam.
"Nantinya lapangan ini akan mempunyai enam lapangan bola, empat di antaranya berukuran kecil untuk anak-anak berlatih. Semua lapangan berbasis rumput sintetik dan berstandar internasional, dan ini bisa kami klaim terbesar di kota-kota besar," kata Ramdhan, yang akrab dipanggil Danny Pomanto.
Untuk penyuka olahraga jalan atau lari, Karebosi nantinya akan dilengkapi floating jogging track. Jalur jalan atau lari ini serupa jembatan layang yang akan mengelilingi lapangan bola.
”Berbagai fasilitas pendukung akan ditambahkan dan bersifat rekreatif, yang bisa dinikmati semua kalangan. Bahkan, nantinya orang bisa berolahraga atau bersantai di malam hari sepulang kerja karena lapangan ini bisa dinikmati 24 jam,” kata Ramdhan.
Revitalisasi ini disambut gembira warga kota. Terlebih yang setiap hari menjadikan Karebosi sebagai tempat olahraga atau bersantai.
”Tak mengapa ditutup asalkan nanti menjadi lebih cantik, lebih fungsional, dan bisa benar-benar dinikmati. Di Makassar yang kian sumpek ini, kita butuh ruang terbuka lebih banyak atau setidaknya bisa dinikmati lebih bayak orang dengan lebih banyak aktivitas,” kata Ida Farida (51), warga Kecamatan Mamajang.
Baca juga: Menepi di Oaae Makassar
Revitalisasi ini menelan anggaran Rp 63,5 miliar. Dana ini berasal dari APBD Kota Makassar tahun anggaran 2023 dan 2024. Sejak lapangan ditutup pekan lalu, pekerjaan sudah mulai dilakukan.
Sejarah panjang
Sebagai ruang publik, Karebosi telah melewati sejarah panjang sejak era Kerajaan Gowa, masa pendudukan kolonial, hingga terbentuknya Makassar.
Pada mulanya, Karebosi adalah persawahan milik kerajaan. Di lapangan ini pula lahir sebutan kerajaan kembar Gowa-Tallo. Ini setelah kedua kerajaan melakukan pertemuan di lapangan ini.
Letak Karebosi di masa lalu hingga kini cukup strategis. Jika di era kerajaan Karebosi adalah lahan persawahan, di era kolonial, lapangan yang dekat dengan Benteng Rotterdam dan Pelabuhan Makassar ini adalah tempat berkumpulnya tentara sekaligus tempat latihan. Saat itu, di sekelilingnya adalah rumah jabatan hingga tangsi militer.
Di masa kini, Karebosi dikelilingi gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, kuliner, hotel, balai kota, hingga markas polrestabes. Bahkan, pusat perbelanjaan bawah tanah juga ada di salah satu sisi lapangan ini.
Beberapa waktu lalu, Ilham Daeng Makkelo, sejarawan Universitas Hasanuddin, yang mendalami studi sejarah Kota Makassar, mengatakan, sejak dahulu Karebosi sudah menjadi pusat berbagai kegiatan walau peruntukannya berbeda sesuai kondisi. Pada awal abad ke-18, misalnya, saat Belanda masih berkuasa dan bermukim di dalam benteng, Karebosi belum banyak difungsikan sebagai ruang publik.
”Namun, pada pertengahan abad ke-18, saat Speelman menjadi gubernur jenderal, orang-orang Belanda mulai bermukim di luar benteng. Saat itu Karebosi menjadi tempat mengumpulkan anggota militer, termasuk untuk latihan. Dalam perkembangannya, di sekitar Karebosi mulai ramai dibangun rumah jabatan, tangsi militer, kantor, dan lainnya,” katanya.
Awal abad ke-20, saat kebutuhan warga kota kian berubah dan kompleks serta situasi mulai aman, Karebosi bukan lagi sekadar tempat latihan militer, melainkan mulai menjadi ruang terbuka bagi warga. Pada masa Belanda masih menduduki Makassar, perayaan ulang tahun Ratu Belanda yang biasanya diramaikan dengan pasar malam atau pesta rakyat juga digelar di kota ini. Saat itu, Karebosi adalah tempat yang paling representatif untuk arena pasar malam dan berbagai kegiatan pesta rakyat.
Pada 1906, Makassar menjadi kota otonom yang lepas dari Gowa dan Karebosi tetap menjadi ruang terbuka bagi warga. Pada 1915, Karebosi mencatat sejarah baru sebagai tempat latihan sepak bola. Setidaknya ada 10 klub saat itu yang aktif berlatih di Karebosi. Kelahiran PSM—salah satu klub sepak bola tertua di Indonesia—yang tahun ini akan berusia 109 tahun dan pemain legendaris Ramang juga tak bisa dilepaskan dari Karebosi.
Revitalisasi Karebosi bukan baru kali ini. Tahun 2007, saat Ilham Arief Sirajuddin menjadi Wali Kota Makassar, Karebosi mulai direvitalisasi besar-besaran untuk pertama kali.
Baca juga: Cikal Bakal Kota Makassar
Saat itu, Karebosi dalam wajah yang lama adalah sekadar lapangan yang sebagian ditumbuhi rumput dan sebagian tanah. Kondisi ini membuat lapangan menjadi berdebu saat kemarau dan becek saat hujan. Karebosi yang saat itu belum tertata juga menjadi tempat berdagang para pedagang kaki lima. Tak hanya itu, Karebosi saat itu juga dikenal sebagai tempat mangkal waria.
Pernah diprotes, pembenahan tetap dilakukan. Seusai revitalisasi pertama ini, wajah Karebosi berganti rupa menjadi lapangan yang lebih tertata dengan empat lapangan bola, jalur lari, hingga lapangan upacara. Perubahan wujud Karebosi ini membuat protes terhenti. Warga akhirnya menikmati ruang terbuka ini.
Tak heran, saat revitalisasi kembali dilakukan tahun ini, tak ada lagi protes walau lapangan harus ditutup hampir setahun. Warga menunggu, akan seperti apa wajah baru Karebosi nanti.
”Membayangkan seperti yang sering saya lihat di drama Korea, di mana orang bisa berolahraga malam atau bersantai di taman kota,” kata Soraya (24).