logo Kompas.id
NusantaraUniversitas IBA Palembang...
Iklan

Universitas IBA Palembang Tuntut Netralitas Negara dalam Pesta Demokrasi

Universitas IBA menyikapi situasi politik terkini dengan menuntut netralitas negara dalam Pemilu 2024.

Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
· 6 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/jpiplZtIoSRVhWKjpNFwOzJdA1w=/1024x684/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F07%2Fb4a6901e-915a-4f27-ba63-d4bbb3949984_jpg.jpg

Rektor Universitas IBA Palembang Tarech Rasyid saat memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024). Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air akhirnya tiba di Palembang, Sumatera Selatan.

PALEMBANG, KOMPAS — Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air juga menjalar di Palembang, Sumatera Selatan. Universitas IBA Palembang menuntut komitmen dan sikap netral dari penyelenggara negara dalam pelaksanaan Pemilihan Umum 2024.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Universitas IBA adalah perguruan tinggi swasta di Palembang. Universitas IBA didirikan oleh Yayasan IBA pada 1 November 1986. Yayasan IBA adalah lembaga yang bergerak dalam bidang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, hingga sekolah menengah atas/kejuruan sejak 6 November 1960. Yayasan itu didirikan konglomerat asal Desa Tambang Rambang, Ogan Ilir, yang berjuluk ”Raja Tanker era Orde Lama” Bajumi Wahab dan istrinya, Sajidah alias Ida Bajumi, pada 1 September 1959.

Baca juga: Walhi Sumsel: Akrobat Politik Ancam Krisis Ekologi

Rektor Universitas IBA Tarech Rasyid saat memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024), mengatakan, pihaknya turut prihatin menyaksikan kondisi kehidupan berbangsa, bernegara, dan berdemokrasi saat ini.

Hal itu menimbulkan gelombang seruan dari sejumlah guru besar ataupun akademisi kampus yang gusar karena melihat dan mendengar praktik-praktik pengabaian etika, moral, dan nilai-nilai Pancasila, serta pelanggaran terhadap norma konstitusi. Namun, kaum intelektual itu justru dituding atau dituduh sebagai partisan.

Rektor Universitas IBA Palembang Tarech Rasyid (tengah) saat akan memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024). Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air akhirnya tiba di Palembang, Sumatera Selatan.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Rektor Universitas IBA Palembang Tarech Rasyid (tengah) saat akan memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024). Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air akhirnya tiba di Palembang, Sumatera Selatan.

Ia menilai seruan dari guru besar ataupun akademisi kampus itu bertolak dari realitas yang meresahkan dan menggelisahkan di tengah kontestasi calon presiden-calon wakil presiden dalam Pemilu 2024. Hal itu tecermin dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI-2023 yang diduga manipulatif.

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) membuktikan bahwa putusan itu melanggar etika. Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga menyebutkan bahwa ketua dan enam anggota KPU melanggar etik saat menerapkan putusan MK tersebut.

Baca juga: Habis Seruan dan Kritik Tajam Kampus, Terbitlah Video Apresiasi Rektor...

Kondisi itu, ujar Tarech, dinilai tidak lepas dari upaya memuluskan jalan anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden yang berpasangan dengan Prabowo Subianto. ”Situasi itu diperparah oleh sikap Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa presiden boleh berkampanye ataupun berpihak,” ujarnya.

Mengancam demokrasi

Jika diabaikan, kondisi itu akan mengancam demokrasi yang menjadi hasil dari reformasi yang direbut dengan berdarah-darah hingga merenggut nyawa. Fenomena itu menjauhkan cita-cita dalam membangun negara hukum yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat.

Rektor Universitas IBA Palembang Tarech Rasyid saat memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024). Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air akhirnya tiba di Palembang, Sumatera Selatan.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Rektor Universitas IBA Palembang Tarech Rasyid saat memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024). Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air akhirnya tiba di Palembang, Sumatera Selatan.

Universitas IBA menyampaikan enam tuntutan kepada negara. Pertama, mereka mendesak Presiden Joko Widodo menjadi negarawan dalam menjalankan kewajiban konstitusionalnya. Kedua, menuntut KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan DKPP bersikap netral, profesional, dan transparan. Ketiga, menuntut TNI, Polri, menteri, penjabat (pj) gubernur, pj bupati/wali kota, aparat sipil negara (ASN), dan kepala desa di seluruh Indonesia bersikap netral.

Keempat, mengimbau masyarakat untuk memastikan pemilu berlangsung luber-jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil). Kelima, menuntut para elite pemerintah maupun politik untuk tidak menuding para guru besar, akademisi kampus, atau kaum intelektual yang menyampaikan seruan terhadap krisis politik akhir-akhir ini.

Iklan

Gelombang seruan dari guru besar ataupun akademisi kampus semata-mata karena berharap hasil Pemilu 2024 yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat.

Keenam, menuntut kepolisian agar mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang mengintervensi dan mengintimidasi para rektor perguruan tinggi. ”Gelombang seruan dari guru besar ataupun akademisi kampus semata-mata karena berharap hasil Pemilu 2024 yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat,” kata Tarech.

Tidak boleh diam

Tarech menuturkan, tidak ada tekanan dari aparat keamanan terhadap Universitas IBA untuk membacakan ”Petisi Bumi Sriwijaya” tersebut. Akan tetapi, sebelum rencana pembacaan itu, ada anggota kepolisian yang datang untuk berdialog dengan sivitas akademika Universitas IBA. ”Mereka tidak memberikan imbauan apa pun, malah kami yang mengimbau mereka agar bersikap netral,” ujarnya.

Rektor Universitas IBA Palembang Tarech Rasyid saat memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024). Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air akhirnya tiba di Palembang, Sumatera Selatan. Dari sedikitnya 89 perguruan tinggi di Sumsel, Universitas IBA Palembang muncul sebagai pembeda dengan menuntut komitmen dan sikap netral dari penyelenggara negara dalam pelaksanaan Pemilihan Umum 2024.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Rektor Universitas IBA Palembang Tarech Rasyid saat memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024). Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air akhirnya tiba di Palembang, Sumatera Selatan. Dari sedikitnya 89 perguruan tinggi di Sumsel, Universitas IBA Palembang muncul sebagai pembeda dengan menuntut komitmen dan sikap netral dari penyelenggara negara dalam pelaksanaan Pemilihan Umum 2024.

Menurut Tarech, kalaupun ada tekanan, guru besar, akademisi kampus, ataupun kaum intelektual tidak boleh diam saat melihat dan mendengar penyimpangan dari nilai-nilai etika serta moral yang ada di masyarakat. Mengutip budayawan nasional Romo Dick Hartoko, kaum intelektual atau cendekiawan bagaikan elang yang berumah di atas angin. Mereka terus memantau atau melakukan refleksi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan oleh masyarakat.

Saat ada gejala yang menyimpang dari nilai-nilai kebenaran dalam ilmu pengetahuan di bawah angin atau bumi, para intelektual itu harus turun ke masyarakat guna menjelaskan atau meluruskan realitas tersebut. ”Kondisi saat ini adalah puncak dari penyimpangan nilai-nilai kebenaran ilmu pengetahuan. Terbukti, etika sudah diabaikan. Itu artinya tidak ada lagi pedoman yang benar dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, ataupun berdemokrasi. Sebab, etika adalah elemen paling dasar dalam kehidupan,” ujarnya.

Kaum intelektual atau cendekiawan bagaikan elang yang berumah di atas angin. Mereka terus memantau atau melakukan refleksi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan oleh masyarakat.

Baca juga: Seruan Kampus Diabaikan, Pemilih Muda Bisa Beralih Dukungan

Tarech mengatakan, pada dasarnya, ilmu pengetahuan mengandung tiga unsur, yakni menjawab apa (ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi). Intinya, ilmu pengetahuan berpihak kepada kebenaran. Dengan begitu, para guru besar, akademisi kampus, ataupun kaum intelektual tidak bisa berada di zona nyaman saat realitas tidak sesuai dengan nilai-nilai kebenaran dari ilmu pengetahuan.

Memang pilihan itu mengandung risiko tinggi. Namun, dalam mimbar akademik, kebebasan dalam menyuarakan kebenaran sangat dijunjung tinggi. Itu adalah tanggung jawab yang wajib dilakukan oleh para kaum intelektual. Dalam sejarah, filsuf Yunani Socrates dan ilmuwan Italia Galileo Galilei mesti menanggung maut karena membela apa yang diyakini mereka sebagai suatu kebenaran. ”Hasilnya, Socrates dan Galileo memang dihukum mati tetapi pemikiran mereka abadi. Itulah hakikat kita sebagai bagian dari kaum intelektual,” kata Tarech.

Rektor Universitas IBA Palembang Tarech Rasyid saat memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024). Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air akhirnya tiba di Palembang, Sumatera Selatan.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Rektor Universitas IBA Palembang Tarech Rasyid saat memimpin pembacaan ”Petisi Bumi Sriwijaya Kampus Kebangsaan Religius bertema Menyelamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Berkeadilan, dan Bermartabat” di halaman Universitas IBA, Rabu (7/2/2024). Setelah bergema di sejumlah perguruan tinggi, terutama di Pulau Jawa, gelombang seruan kampus yang prihatin dengan kondisi politik, etika, dan demokrasi di Tanah Air akhirnya tiba di Palembang, Sumatera Selatan.

Memilih diam

Apa yang Tarech sampaikan itu sekaligus mengingatkan rekan-rekannya sesama akademisi kampus yang lebih memilih diam. Dua kampus besar di Sumsel, yakni Universitas Sriwijaya (Unsri) dan Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, misalnya, memilih diam. Saat Kompas menanyakan perihal ”Undangan Terbuka Keluarga Besar Sivitas Akademika bertema Seruan Unsri Selamatkan Negara Hukum yang Demokratis, Beretika, dan Bermartabat” yang direncanakan di Rektorat Unsri, Indralaya, Ogan Ilir, Minggu (4/2/2024), Koordinator Humas Unsri Eny Fitriyani mengatakan, hal itu tidak benar.

Melalui akun Instagram @humasunsri, Minggu (4/2/2024), Rektor Unsri Taufiq Marwa menyampaikan surat imbauan yang isinya mengajak seluruh komponen Unsri untuk tetap menjaga keharmonisan dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas akademik di tengah situasi politik nasional menjelang Pemilu 2024 akhir-akhir ini. Ada lima poin utama yang diimbaunya, antara lain, mengajak semuanya menjaga suasana kondusif dalam lingkungan Unsri.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Melalui akun Instagram @humasunsri, Minggu (4/2/2024), Rektor Unsri Taufiq Marwa menyampaikan surat imbauan yang isinya mengajak seluruh komponen Unsri untuk tetap menjaga keharmonisan dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas akademik di tengah situasi politik nasional menjelang Pemilu 2024 akhir-akhir ini. Ada lima poin utama yang diimbaunya, antara lain, mengajak semuanya menjaga suasana kondusif dalam lingkungan Unsri.

Ketika ditanya alasannya, Eny tidak menjawab. Akan tetapi, melalui akun Instagram @humasunsri yang terbit Minggu, Rektor Unsri Taufiq Marwa menyampaikan surat imbauan yang isinya mengajak seluruh komponen Unsri untuk tetap menjaga keharmonisan dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas akademik di tengah situasi politik nasional menjelang Pemilu 2024. Ada lima poin utama yang diimbaunya, antara lain, mengajak semuanya menjaga suasana kondusif dalam lingkungan Unsri.

Keluarga besar Unsri diminta menolak segala bentuk upaya provokasi yang dapat memecah belah persaudaraan. Mereka diminta berpikir positif dalam menerima berbagai informasi yang beredar, serta selalu menghindari penyebaran informasi yang belum tentu kebenarannya. Mereka diminta saling menghormati, menerima, dan menghargai perbedaan dalam pilihan politik.

Baca juga: Dengarkan Suara dari Kampus

”Saya mengajak seluruh komponen Unsri selalu memperkuat tali silaturrahmi dan menjaga persaudaraan di antara kita untuk mencapai kejayaan dan kecemerlangan kita bersama. Demikian imbauan ini saya sampaikan, dengan harapan agar kita semua dapat menjadi insan akademis yang menjadi pelopor masyarakat dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Taufiq.

Selain Unsri, UIN Raden Fatah pun belum mengambil sikap di tengah kondisi politik akhir-akhir ini. Dalam akun Instagram @uinradenfatahpalembang, Minggu, Wakil Rektor I UIN Raden Fatah Muhammad Adil memberlakukan kelas daring untuk aktivitas perkuliahan selama 5-16 Februari 2024 karena ada pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari.

Editor:
RINI KUSTIASIH
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000