Sivitas akademika Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto gelar aksi kritisi kondisi terkini Indonesia.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Sivitas akademika yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto menggelar aksi ”Laskar Poetra Soedirman Menggugat”. Mereka menyerukan keprihatinan atas kondisi demokrasi saat ini dan mengutuk pejabat negara yang bertindak tidak netral.
”Munculnya inisiatif ini adalah sebagai gerakan moral yang tumbuh di antara rekan-rekan perguruan tinggi di negeri yang kemudian kita juga memperhatikan kondisi di lapangan,” kata Profesor Hibnu Nugroho sebagai koordinator Laskar Poetra Soedirman yang menggelar aksi di bawah patung Jenderal Soedirman, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Rabu (7/2/2024).
Hibnu menyampaikan, saat ini Indonesia mengalami krisis keteladanan. ”Keresahan saat ini, kalau kita lihat, adalah satu krisis keteladanan, krisis moralitas, kemudian penegakan hukum yang tanda petik tidak maksimal,” kata Hibnu.
Menurut Hibnu, siapa pun pemimpin negara ini, ke depan perlu adanya evaluasi bagaimana kondisi ini bisa pulih dan jangan sampai terjadi reformasi jilid kedua. “”tu jangan sampai. Inilah kita semua berkumpul dalam mengingatkan pemerintah untuk tetap pada koridor, kembali pada koridor sehingga masyarakat tenang, pangan murah,” ujarnya.
Ditanya mengenai video Rektor Unsoed Akhmad Sodiq yang mengapresiasi kinerja Presiden, Hibnu menyampaikan bahwa hal itu ada faktor X. ”Berbeda. Kalau dengan Pak Rektor kemarin, kita semua tahulah di situ ada faktor X, tapi ini adalah murni bagaimana kita pesan sebagai guru besar dan masyarakat melihat kondisi saat ini. Berbeda. Kita lihat dari statement, kemudian rilis, petugas ada arah-arah ke sana. Kita realistis dan itu tidak salah, itu kepentingan beliau,” papar Hibnu.
Dalam seruan aksinya, Hibnu memaparkan sejumlah poin. Di antaranya mengimbau kepada seluruh komponen anak bangsa untuk menjaga persatuan dan kesatuan guna memperkokoh kesadaran kebangsaan yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Kedua, mendesak kepada seluruh aparat penyelenggara negara untuk mengedepankan dan mengutamakan kepentingan nasional dengan bekerja secara profesional, akuntabel, dan tidak berpihak pada kepentingan yang bersifat partisan.
Ketiga, mengimbau kepada seluruh warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih pada Pemilu 2024 untuk menggunakan hak politiknya secara bebas dan bertanggung jawab. Keempat, mendesak kepada penyelenggara pemilu: KPU, Bawaslu, dan DKPP, untuk bersikap adil, terbuka, tidak berpihak, serta bekerja secara profesional dan akuntabel.
Kelima, mengajak seluruh komponen anak bangsa untuk selalu memelihara dan mengamalkan norma-norma kepantasan, kesopanan, moral etika dan hukum guna menciptakan tertib sosial. Keenam, mengutuk pejabat negara yang bertindak tidak netral, merekayasa manipulatif, merekayasa ketentuan hukum untuk kepentingan yang bersifat partisan.
Ketujuh, mendesak kepada Presiden Republik Indonesia untuk bersikap sebagai pemimpin yang mengayomi, meneladani, melindungi dan mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. Kedelapan, jika Presiden tidak dapat melaksanakan hal sebagaimana tersebut pada poin 7, dikhawatirkan akan menimbulkan chaos.
Keresahan saat ini kalau kita lihat adalah satu krisis keteladanan, krisis moralitas, kemudian penegakan hukum yang tanda petik tidak maksimal,
Presiden BEM Unsoed Maulana Ihsanul Huda menambahkan, demokrasi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. ”Demokrasi saat ini menjadi refleksi untuk kita semua. Nilai-nilai reformasi yang telah diperjuangkan oleh pendahulu-pendahulu kita sekarang menjadi lemah dikarenakan oleh orang-orang yang haus akan kekuasaan,” kata Ihsanul.
Oleh karena itu, kehadiran para guru besar, dosen, alumni, dan mahasiswa dalam aksi tersebut adalah tulus demi kepentingan Indonesia. ”Berdirinya kita di sini semua, profesor/guru besar, mahasiswa hadir atas dasar tulus kesadaran bahwa demokrasi kita sedang tidak baik-baik saja,” tuturnya.