Seruan Universitas Brawijaya: Hukum Jangan Dijadikan Instrumen Politik
Sivitas Akademika Universitas Brawijaya minta agar hukum tak dijadikan instrumen politik hingga membuat alpa dari moral.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·2 menit baca
MALANG, KOMPAS — Sivitas akademika Universitas Brawijaya mengeluarkan pernyataan sikap tentang penegakan hukum dan etika demokrasi Indonesia. Mereka menyerukan agar hukum tidak dijadikan instrumen politik sehingga alpa dari nilai-nilai etika dan moral.
Seruan tersebut dilakukan oleh dewan profesor Universitas Brawijaya (UB), dosen, dan mahasiswa pada Selasa (6/2/2024). Pernyataan dibacakan oleh Sekretaris Dewan Profesor UB Sukir Maryanto.
”Melihat dinamika kondisi politik menjelang pemilu tahun 2024 yang semakin panas dan mengarah pada ancaman keharmonisan bangsa, serta mencermati praktik penegakan hukum pada saat ini, maka hari ini merupakan momentum tepat untuk melakukan koreksi total,” kata Guru Besar Bidang Ilmu Vulkanologi dan Geothermal UB itu.
Koreksi total, menurut dia, dilakukan dalam rangka kembali mewujudkan semangat reformasi penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, menegakkan hukum tanpa pandang bulu, menegakkan etika berpolitik dan demokrasi, serta meneguhkan moralitas yang mendasari demokrasi berkeadilan.
Menurut Sukir, kampus sebagai sumber mata air kebenaran mengimbau agar demokrasi dan nilai luhur pancasila tetap menjadi landasan politik berbangsa dan bernegara.
”Universitas Brawijaya sebagai perguruan tinggi yang berkomitmen tinggi menjunjung nilai perjuangan, persatuan, dan etika luhur, meminta semua pihak untuk menjaga pesta demokrasi yang berkadilan, berbudaya, dan menjunjung nilai Pancasila,” katanya.
Kepemimpinan nasional harus mampu menjadi teladan untuk menjunjung nilai-nilai hukum dan demokrasi agar masyarakat memiliki panutan dalam menghadapi hiruk-pikuk yang seharusnya menjadi pesta rakyat yang menyenangkan dan membahagiakan,
Oleh karena itu, menurut Sukir, UB mengeluarkan delapan pernyataan sikap. Di antara pernyataan itu adalah mengimbau pemerintah pusat, provinsi, kota, kabupaten, kecamatan, dan desa agar tetap menjaga etika berdemokrasi, netralitas, dan menjaga suasana agar Pemilu 2024 berjalan luber dan jurdil.
”Kepemimpinan nasional harus mampu menjadi teladan untuk menjunjung nilai-nilai hukum dan demokrasi agar masyarakat memiliki panutan dalam menghadapi hiruk-pikuk yang seharusnya menjadi pesta rakyat yang menyenangkan dan membahagiakan,” kata Sukir.
Selain itu, UB juga menyerukan agar tidak menjadikan hukum sebagai instrumen politik. ”Kami juga mengimbau pemerintah, DPR, MK, dan aparat penegak hukum untuk tidak menjadikan hukum sebagai instrumen politik sehingga hukum alpa dari nilai-nilai normal dan etika,” katanya.
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian UB Nuhfil Hanani mengatakan, seruan UB tersebut diharapkan bisa turut mengingatkan semua lapisan agar bisa menahan diri dan menjaga kondusivitas situasi.
”Sekarang ini hoaks ada di mana-mana. Saling curiga segala macam, terjadi di semua lapisan. Oleh karena itu, UB mengimbau agar kita semua bisa bersikap baik, netral, dan tidak mencaci maki. Akan nyaman kalau begitu. Hidup akan tenang,” katanya.
Adapun dengan seruan dibuat oleh UB, maka dua kampus negeri di Kota Malang telah menyatakan sikap mereka terkait situasi kebangsaan di Tanah Air belakangan ini. Sebelumnya, seruan dilakukan oleh sivitas akademika Universitas Negeri Malang (UM).