Pungutan Wisman ke Bali Bukan Sekadar Mengumpulkan "Cuan"
Pungutan bagi wisman ke Bali diberlakukan mulai 14 Februari 2024. Hasilnya untuk perlindungan kebudayaan dan lingkungan.
Mulai 14 Februari 2024, setiap orang asing, yang berkunjung ke Bali untuk berwisata, wajib membayar pungutan sebesar Rp 150.000 atau setara 10 dollar AS per orang. Berdasarkan regulasi, pungutan itu diarahkan dan digunakan untuk melindungi dan memajukan kebudayaan serta melindungi lingkungan alam Bali.
Setelah masa pandemi Covid-19 dinyatakan usai, kunjungan wisatawan ke Bali terus mengalir. Jikalau selama 2020 jumlah kedatangan wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali secara kumulatif di kisaran 1,06 juta kunjungan, maka selama 2023, jumlah kedatangan wisman ke Bali mencapai 5,273 juta kunjungan.
Apabila dirata-ratakan, Bali didatangi lebih dari 14.400 wisman setiap harinya pada 2023, baik melalui pintu masuk di bandara maupun di pelabuhan. Adapun jumlah kunjungan wisman ke Bali selama 2023 itu baru mencapai kisaran 85 persen dari total jumlah kedatangan wisman ke Bali pada 2019, yang mencapai 6,275 juta kunjungan.
Persiapan menyongsong penerapan pungutan bagi wisatawan asing atau wisman ke Bali sudah dijalankan di berbagai lini. Pungutan bagi wisman itu didasari sejumlah regulasi, di antaranya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2023 tentang Provinsi Bali, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pungutan bagi Wisatawan Asing untuk Pelindungan Kebudayaan dan Lingkungan Alam Bali, dan Peraturan Gubernur Bali Nomor 36 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pembayaran Pungutan bagi Wisatawan Asing.
Baca juga: Dinas Pariwisata Bali Uji Sistem Pembayaran Pungutan Wisman
Tidak hanya dari Pemerintah Provinsi Bali, sosialisasi dan penyebaran informasi tentang penerapan pungutan bagi wisman ke Bali juga dijalankan pemerintah pusat, baik melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif maupun Kementerian Luar Negeri.
Melalui sarana telekonferensi pada Rabu (24/1/2024), Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra menerangkan rencana pengenaan pungutan bagi wisman ke Bali itu kepada kalangan pejabat Kedutaan Besar RI di luar negeri.
Dalam ajang sosialisasi ke kalangan Kementerian Luar Negeri, yang difasilitasi Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri itu, Dewa Made Indra menerangkan latar belakang pungutan bagi wisman ke Bali dan dasar hukum yang melandasi pungutan bagi wisman ke Bali tersebut.
Pungutan itu disebut akan membantu menguatkan fiskal daerah, karena perekonomian Bali sangat tergantung pada pariwisata dan Bali tidak memiliki sumber daya alam berupa tambang.
Pemprov Bali telah menyiapkan berbagai hal agar kebijakan pengenaan pungutan itu dapat berjalan dengan baik dan memitigasi agar kebijakan tidak menimbulkan konflik, yang mengganggu kenyamanan wisatawan.
Hasil pungutan bagi wisman ke Bali akan digunakan untuk melindungi dan memajukan kebudayaan Bali dengan prioritas pada 2025 adalah pemeliharaan budaya. Selain itu, hasil pungutan tersebut juga akan digunakan untuk melindungi alam dan lingkungan Bali secara berkelanjutan dengan program prioritas pada 2025 adalah penanganan sampah.
Sektor pariwisata
Dalam pemaparannya ketika menjadi pembicara dalam seminar bertopik “Pungutan Wisman untuk Pariwisata Bali, yang Berkualitas” di area kampus Universitas Udayana, Kota Denpasar, Selasa (23/1/2024), Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata di Dinas Pariwisata Provinsi Bali Ida Ayu Indah Yustikarini menerangkan, pungutan bagi wisman ke Bali itu dapat dibayarkan melalui aplikasi dengan mengakses lovebali.baliprov.go.id berbasis word electric browser (WEB) sebelum masuk ke Bali.
Pungutan dibayarkan satu kali selama berwisata di Bali. Wisman dapat memilih metode pembayaran pungutan itu melalui transfer bank, akun virtual, atau dengan QRIS.
Baca juga: Kemenparekraf Dukung Pungutan bagi Wisman di Bali
Wisman juga dapat membayar di tempat secara non tunai di meja pembayaran, yang berada di bandara atau di pelabuhan di Bali. Pembayaran itu juga dapat difasilitasi endpoint, misalnya, agen perjalanan wisata, pengusaha akomodasi, dan pengelola daya tarik wisata (DTW), melalui sistem lovebali.baliprov.go.id.
Pungutan itu disebut akan membantu menguatkan fiskal daerah, karena perekonomian Bali sangat tergantung pada pariwisata dan Bali tidak memiliki sumber daya alam berupa tambang.
Pungutan itu dikecualikan bagi tujuh kelompok, di antaranya, pemegang visa diplomatik dan visa dinas, awak atau kru maskapai alat transportasi, pemegang KITAS dan KITAP, pemegang visa penyatuan keluarga, dan pemegang golden visa atau visa APEC Business Travel. Permohonan untuk pengecualian itu diajukan melalui aplikasi lovebali. Pengajuan pengecualian itu juga dapat melalui aplikasi lovebali selambat-lambatnya lima hari sebelum masuk ke Bali.
Ditemui dalam acara simulasi uji keandalan sistem pembayaran pungutan wisman melalui aplikasi lovebali.baliprov.go.id di Kota Denpasar, Senin (29/1/2024), Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjokorda Bagus Pemayun mengakui potensi pendapatan Bali dari pungutan bagi wisman ke Bali sangat besar.
Jikalau dirata-ratakan sebanyak 14.400 kunjungan wisman dalam sehari, maka Bali berpeluang menghimpun dana lebih dari Rp 788 miliar dalam setahun. Hasil pungutan bagi wisman ke Bali dalam satu tahun itu mencapai sekitar 19 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Bali, yang besarannya sekitar Rp 4,07 triliun dalam APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2024.
“Seluruh hasil pungutan bagi wisman itu masuk ke kas daerah. Penggunaan hasil pungutan bagi wisman itu, sesuai arahan pimpinan, diarahkan menjadi program lingkungan dan budaya,” kata Tjok Pemayun di Kota Denpasar, Senin (29/1/2024).
“Pada tahap awal, penggunaannya diarahkan untuk program penanganan persoalan sampah dan program penguatan budaya,” ujar Tjok Pemayun menambahkan.
Terkait hal ini, Dewa Made Indra mengatakan, pendapatan Bali dari hasil pungutan bagi wisman ke Bali, yang akan diterapkan mulai 14 Februari 2024, akan sepenuhnya diarahkan untuk membiayai program perlindungan lingkungan dan kebudayaan dalam APBD Bali.
“Meskipun selama ini, sebelum ada pungutan, bukan berarti tidak dilestarikan. (Program) dijalankan namun dengan kemampuan APBD, yang terbatas. Pungutan (bagi wisman) ini akan menjadi penguatan fiskal daerah,” kata Sekda Indra di Kota Denpasar, Kamis (1/2/2024).
Pengawasan
Ketika ditemui dalam seminar bertopik “Pungutan Wisman untuk Pariwisata Bali, yang Berkualitas” di area kampus Universitas Udayana, Kota Denpasar, Selasa (23/1/2024), Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali/Bali Tourism Board (BTB) Ida Bagus Agung Partha Adnyana mengatakan, kebijakan pungutan bagi wisman ke Bali, yang diatur dengan payung hukum yang jelas, merupakan hal baru di Bali.
Pungutan bagi wisman ke Bali itu juga perlu diawasi, selain didukung, agar kebijakan pungutan bagi wisman ke Bali itu dapat berjalan dengan baik.
Adnyana menegaskan, hasil penerimaan dari pungutan bagi wisman ke Bali itu agar benar-benar digunakan untuk pembangunan pariwisata Bali, yang dipayungi budaya dan mengandalkan keunikan alam, menuju pariwisata Bali yang berkelanjutan. Adnyana menyatakan kebijakan tersebut harus bersama-sama disosialisasikan dan juga bersama-sama diawasi. “Jangan sampai menimbulkan kegaduhan baru,” kata Adnyana.
Baca juga: Kunjungan Wisatawan ke Bali Semakin Meningkat Pascapandemi
Adapun Rektor Universitas Udayana, Bali, Ngakan Putu Gede Suardana mengatakan, kalangan akademisi turut mengawasi penerapan kebijakan pungutan bagi wisman ke Bali itu. Pungutan bagi wisman ke Bali itu juga perlu diawasi, selain didukung, agar kebijakan pungutan bagi wisman ke Bali itu dapat berjalan dengan baik. “Penggunaannya betul-betul tepat sasaran, yakni, untuk peningkatan mutu pariwisata Bali,” ujarnya.
Guru Besar Bidang Ilmu Pariwisata Berbasis Lingkungan di Universitas Udayana, Bali, I Nyoman Sunarta mengatakan, Bali sebagai kepulauan kecil memiliki keterbatasan sumber daya alam dan keterbatasan daya tampung. Dengan penduduk Bali mencapai 4,3 juta jiwa dan ditambah dengan kedatangan ribuan wisatawan setiap harinya, menurut Sunarta, maka Pulau Bali menerima beban, yang tidak ringan.
“Dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan, seharusnya semua aspek di Bali mendapatkan dampak positif, termasuk alam Bali dan lingkungannya,” kata Sunarta ketika ditemui seusai seminar yang sama.
Menurut Sunarta, dana hasil pungutan bagi wisman ke Bali harus dipastikan penggunaannya untuk memelihara dan melindungi alam dan lingkungan Bali dan kebudayaan Bali, termasuk masyarakat dan desa adat di Bali, sebagai satu kesatuan. Pada saat bersamaan, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan terkait industri pariwisata di Bali juga harus memperhitungkan kuantitas wisatawan ke Bali.
“Sudah saatnya Bali berani menghitung berapa jumlah manusia, yang layak tinggal Bali, sehingga ada batasan wisatawan ke Bali,” ujar Sunarta.