Sistem keamanan saluran air perlu ditingkatkan untuk mencegah risiko kecelakaan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
Insiden anak hanyut di saluran drainase acap terjadi ketika hujan deras mengguyur wilayah Lampung. Selain kewaspadaan orangtua, sistem keamanan drainase di permukiman padat penduduk juga perlu ditingkatkan untuk mencegah risiko kecelakaan.
Ahmad Kafi (4), bocah laki-laki Kabupaten Pesawaran, ditemukan tersangkut di dalam gorong-gorong tidak jauh dari rumah neneknya di Desa Wonodadi, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, Minggu (4/2/2024). Anak balita itu sempat dievakuasi ke rumah sakit, tetapi nyawanya tak dapat diselamatkan.
Kepala Polsek Gadingrejo Ajun Komisaris Nurul Haq mengatakan, awalnya tak ada yang mengira korban tersangkut di gorong-gorong karena saluran air di desa itu relatif kecil. Saat korban hilang, keluarga sempat mengira korban diculik.
Menurut warga sekitar, korban terakhir kali terlihat bermain hujan-hujanan bersama teman-temannya. Tim penyelamat gabungan pun melakukan pencarian di sekitar lokasi korban hilang. Saat itu, salah seorang warga menemukan korban tersangkut di dalam gorong-gorong.
Upaya evakuasi Ahmad terbilang dramatis. Pasalnya, tubuh kecil bocah itu tersangkut di bagian tengah gorong-gorong dan sulit dikeluarkan. ”Proses evakuasi memakan waktu hampir setengah jam. Tubuh korban baru bisa diselamatkan setelah gorong-gorong dihancurkan,” kata Nurul Haq saat dihubungi dari Bandar Lampung, Selasa (6/2/2024).
Saat ditemukan, korban sudah dalam kondisi lemas dan tak berdaya. Ia langsung dibawa ke klinik terdekat untuk mendapat pertolongan pertama. Korban lantas dirujuk ke Rumah Sakit Mutiara Hati, Pringsewu, untuk mendapatkan penanganan medis lebih lanjut. Namun, korban akhirnya dinyatakan meninggal pukul 19.06.
Sebelumnya, M Nadif (2,5), seorang anak balita, juga hanyut di saluran air dekat rumahnya di Perumahan Griya Kencana, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung, Senin (9/1/2024). Hingga tujuh hari masa pencarian oleh tim SAR gabungan, bocah laki-laki itu tidak juga ditemukan.
Kala itu, korban terpeleset saat sedang bermain hujan di halaman rumahnya. Saat kejadian, ibu korban sudah berusaha menolong. Namun, arus di saluran air cukup deras sehingga tubuh mungil bocah laki-laki itu hanyut.
Kepala Seksi Operasi Basarnas Lampung Didit Permana menuturkan, tim gabungan telah berupaya mengoptimalkan pencarian selama tujuh hari. Selain menyisir saluran drainase di sekitar perumahan, tim penyelamat juga berupaya mencari korban di aliran sungai dan rawa-rawa di wilayah Bandar Lampung dan Kabupaten Lampung Selatan.
Namun, upaya pencarian itu belum membuahkan hasil. Setelah musyawarah dengan keluarga dan pihak terkait, upaya pencarian terhadap Nadif akhirnya dihentikan pada Minggu (14/1/2024).
Menurut Didit, kondisi cuaca buruk sering kali menjadi tantangan dalam upaya pencarian korban hanyut. ”Pada saat kejadian korban hanyut, kondisi cuaca sedang hujan deras. Saat itu, kami masih optimistis korban bisa ditemukan dengan rencana operasi pencarian yang sudah disiapkan,” kata Didit.
Ia menyebut, debit air di saluran drainase sekitar perumahan tempat korban hilang memang cukup deras. Dengan kondisi itu, korban diduga sudah hanyut cukup jauh saat tim SAR memulai pencarian pada Senin petang.
Kasus seperti ini bukan yang pertama di Lampung. Dari catatan Kompas, setidaknya empat anak meninggal karena tercebur dan terseret arus di saluran air ataupun irigasi dalam empat tahun terakhir.
Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana mengimbau masyarakat meningkatkan pengawasan terhadap anak saat bermain di luar rumah, terlebih pada musim hujan. Hujan deras dapat membuat drainase dan sungai meluap dengan cepat sehingga rentan membahayakan.
Dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Sumatera, M Abi Berkah Nadi, menuturkan, pembangunan drainase di wilayah perkotaan dan permukiman padat penduduk lebih aman jika menggunakan sistem drainase tertutup atau box culvert. Selain untuk mengalirkan air hujan atau air yang tercemar limbah rumah tangga, drainase dengan sistem tertutup juga lebih aman dari risiko kecelakaan.
Menurut Abi, drainase di sebagian besar wilayah permukiman di Bandar Lampung dan sekitarnya masih banyak yang menggunakan sistem saluran terbuka atau U-ditch. Saluran ini mencakup parit, sungai kecil, dan selokan yang terbuka di permukaan tanah.
Aliran air dalam sistem terbuka memang dapat terlihat sehingga mempermudah pemantauan dan pemeliharaan. Namun, sistem saluran terbuka ini memiliki beberapa kelemahan. Salah satunya adalah risiko kecelakaan yang lebih tinggi karena adanya saluran terbuka di tengah kawasan permukiman padat penduduk.
Menurut Abi, tingginya angka kecelakaan anak hanyut di saluran air semestinya menjadi perhatian Kota Bandar Lampung untuk meningkatkan sistem keamanan di drainase terbuka. Pemerintah semestinya dapat membuat penutup untuk drainase-drainase terbuka yang ukurannya cukup besar guna mencegah kecelakaan serupa.
Selain itu, pemerintah juga perlu membangun sarana pemecah debit air di daerah-daerah yang aliran airnya deras. Pembangunan barrier ini perlu dilakukan dari wilayah hulu ke hilir agar saat hujan deras terjadi aliran air yang melalui drainase tidak terlalu deras dan membahayakan keselamatan warga.
Dengan memastikan sistem keamanan drainase, saluran air yang telah dibangun dapat berfungsi sebagaimana mestinya untuk mengalirkan air hujan dan mencegah banjir. Bukan justru menjadi petaka bagi anak-anak.