Jika pasien tidak divaksin, virus rabies akan terus bergerak ke otak. Ketika sampai otak, pasien tak bisa diselamatkan.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Bertambahnya jumlah korban meninggal akibat gigitan hewan penular rabies disebabkan rendahnya pemahaman masyarakat terkait penanganan virus tersebut. Banyak korban sekadar mengobati luka luar lalu menganggap penanganan selesai. Beberapa bulan kemudian, korban yang tidak menjalani vaksinasi itu meninggal. Ketika virus mencapai otaknya, korban tak bisa diselamatkan lagi.
Hingga Sabtu (3/2/2024), pemerintah terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sejumlah daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengenai bahaya penularan virus rabies. Sosialisasi lebih gencar dilakukan di Pulau Timor yang dalam setahun terakhir kasus kematian di sana meningkat.
Melky Angsar, dokter hewan pada Dinas Peternakan NTT, mengatakan, virus rabies tidak mengalir dalam darah melainkan melalui jaringan saraf. Setelah terjadi gigitan, virus itu mulai bergerak menuju otak. Ketika sampai di otak, muncul gejala seperti takut air, takut angin, dan takut cahaya.
Ketika sudah muncul gejala itu, pasien tidak bisa diselamatkan lagi. ”Ini karena virus sudah sampai di otak. Tinggal tunggu waktunya pasien akan meninggal,” kata Melky.
Perjalanan virus, lanjut Melky, sangat bergantung pada lokasi gigitan dan banyaknya virus yang masuk. Jika lokasi gigitan di dekat kepala atau pada ujung jari serta kelamin yang terdapat banyak jaringan saraf, perjalanan virus ke otak bisa lebih cepat.
Faktor lain adalah banyaknya virus yang masuk. Ini bergantung pada kedalaman gigitan. ”Bisa satu bulan sudah sampai di otak," ucapnya. Virus rabies ada di dalam air liur hewan penular, seperti anjing, kucing, dan monyet.
Untuk mencegah virus bergerak ke otak, korban wajib menjalankan proses penanganan yang tepat. Secepat mungkin luka gigitan dicuci dengan sabun di bawah air mengalir. Luka luar kemudian diobati. Langkah selanjutnya adalah datang ke puskesmas agar menerima vaksinasi antirabies.
Vaksin diberikan dua kali pada hari terjadi gigitan, selanjutnya satu kali pada hari ke-7, dan terakhir pada hari ke-21. Jika lokasi gigitan dekat kepala atau mengenai lokasi jaringan saraf yang banyak, pasien diberi serum antirabies.
Ia kembali mengingatkan, korban gigitan agar wajib menjalani prosedur penanganan itu. ”Jangan berhenti di pengobatan luka. Jangan pikir luka sudah sembuh jadi Anda bebas virus. Kalau tidak vaksin, virus terus bergerak ke otak,” ucapnya.
Diberitakan sebelumnya, jumlah kasus gigitan mencapai 10.641 orang dengan korban meninggal 36 orang. Jumlah korban itu dihitung sejak kasus kematian akibat rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada 2 April 2023 lalu.
Korban tersebut tercatat sebagai korban pertama virus rabies di Pulau Timor. Pemerintah pun menyimpulkan rabies sudah menyebar di Timor. Sebelumnya, rabies di NTT hanya ada di Pulau Flores, Solor, Adonara, dan Lembata. Rabies pertama kali terdeteksi di daerah itu pada tahun 1997.
Di Pulau Timor terdapat enam kabupaten/kota. Daerah dengan kasus gigitan terbanyak sejak 2 April 2023 adalah Timor Tengah Selatan. Jumlah mencapai 2.701 kasus gigitan dengan korban meninggal 14 orang. Selanjutnya, Timor Tengah Utara sebanyak 123 kasus dengan 3 korban meninggal dan Malaka 2 kasus gigitan dengan korban meninggal 1 orang.
Masih dalam periode yang sama, untuk Pulau Flores, di Kabupaten Sikka korban meninggal 6 orang, di Ende korban meninggal 5, Manggarai korban meninggal 3, Manggarai Timur 2, dan Ngada dan Nagekeo masing-masing 1. Adapun jumlah kasus gigitan terbanyak ada di Kabupaten Flores Timur, yakni 1.902 tanpa korban jiwa (Kompas.id, 2/2/2024).
Jangan pikir luka sudah sembuh jadi Anda bebas virus. Kalau tidak vaksin, virus terus bergerak ke otak.
Kepala Dinas Kesehatan Timor Tengah Selatan Karolina Tahun mengatakan, jatuhnya korban jiwa lantaran banyak masyarakat belum memahami penanganan rabies. Contohnya, korban jiwa ke-14 di kabupaten itu yang baru meninggal pada 1 Februari 2024.
NK (11), korban tersebut, mengalami gigitan pada 3 Agustus 2023 lalu. ”Digigit anjing milik sendiri. Tidak cuci luka dan tidak mendapatkan vaksin. lokasi gigitan di kaki kiri bawah lutut. Luka dibiarkan sembuh dengan sendirinya. Waktu petugas kesehatan ke desa, hal itu tidak dilaporkan oleh keluarga,” tutur Karolin.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Ambrosius Kodo mengatakan, pemerintah serius mengatasi kejadian luar biasa itu. Pada 31 Januari 2024 lalu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letnan Jenderal Suharyanto meninjau vaksinasi hewan penular rabies di Timor Tengah Selatan.
Kasus penularan rabies sudah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa. Pemerintah telah menetapkan tanggap darurat bencana.
”Yang didorong sekarang adalah gencarkan vaksinasi pada hewan agar jangan sampai menular ke manusia,” ucapnya.