Rabies di NTT Makan Korban, Penanggulangannya Bisa Gunakan Dana Desa
Jika digigit anjing, segera cuci dengan sabun di bawah air mengalir selama 15 menit. Selanjutnya wajib ke puskesmas.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Kasus gigitan hewan penular virus rabies di Nusa Tenggara Timur yang terus meningkat memerlukan kepedulian berbagai pihak untuk bergerak cepat menanggulanginya. Anggaran dari pusat hingga desa dapat digunakan untuk mengatasi virus mematikan itu.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTT Ambrosius Kodo di Kupang, Jumat (2/2/2024), melaporkan, jumlah gigitan mencapai 10.641 kasus dan 36 di antaranya meninggal. Jumlah korban itu dihitung sejak kasus kematian akibat rabies di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada 2 April 2023.
Korban tercatat sebagai yang pertama terpapar virus rabies di Pulau Timor. Pemerintah lantas menyimpulkan rabies sudah menyebar di Timor. Sebelumnya, rabies di NTT hanya ada di Pulau Flores, Solor, Adonara, dan Lembata.
Di Pulau Timor terdapat enam kabupaten/kota. Daerah dengan kasus gigitan terbanyak sejak 2 April 2023 adalah Timor Tengah Selatan dengan 2.701 kasus gigitan dan 14 meninggal. Selanjutnya, ada Timor Tengah Utara dengan 123 kasus dan 3 meninggal serta Malaka yang mencatatkan 2 kasus gigitan dan 1 meninggal.
Masih dalam periode sama, untuk Pulau Flores, tercatat enam meninggal di Kabupaten Sikka, Ende (5), Manggarai (3), Manggarai Timur (2), Ngada (1), dan Nagekeo (1). Adapun jumlah kasus gigitan terbanyak di Kabupaten Flores Timur, yakni 1.902, meski tanpa korban jiwa.
Menurut Ambrosius, kasus yang terus meningkat memerlukan penanganan cepat dan menyeluruh dengan melibatkan pemerintah desa. ”Kami dorong dana desa bisa digunakan untuk vaksinasi hewan, seperti anjing yang banyak ditemukan di desa-desa,” katanya. Kabupaten Manggarai, ujar Ambrosius, sudah memulai itu.
Sementara itu, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten juga berupaya menekan penyebaran rabies lewat vaksinasi. Sejauh ini 6.114 anjing sudah divaksin. Menurut perkiraan pemerintah, populasi anjing di Timor, Flores, Solor, Adonara, dan Lembata lebih kurang 608.000 individu.
Melky Angsar, dokter hewan di Dinas Peternakan NTT, berpandangan, vaksinasi menjadi salah satu solusi mencegah penularan rabies. Hewan penular rabies, antara lain, anjing, kucing, dan monyet. Vaksinasi bisa dimulai dari anjing dan kucing peliharaan.
Jika terjadi gigitan, lanjut Melky, masyarakat harus segera mencuci luka dengan sabun di bawah air mengalir selama 15 menit. Luka gigitan juga harus diobati. Selanjutnya, korban mesti dibawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat untuk mendapatkan vaksinasi secara berkala dan penanganan lainnya.
Ia mengingatkan masyarakat agar prosedur tersebut wajib dilaksanakan. Jika tidak, virus akan terus bergerak melalui pembuluh saraf menuju otak. Jika sudah muncul gejala takut air, takut cahaya, atau takut angin, korban tidak bisa diselamatkan lagi.
”Sekali lagi, tolong ikuti proses penanganan,” ucapnya.
Menurut dia, virus rabies pertama kali masuk ke NTT pada 1997. Kala itu, kasus terdeteksi di Flores. Berdasarkan hasil penelitian, virus itu masuk dari Sulawesi. Sementara virus yang terdeteksi di Timor ini belum diketahui asalnya. Saat ini, hal itu masih diteliti.
Jonatan Kase (40), warga Soe, Timor Tengah Selatan, menuturkan, banyak masyarakat di pedalaman Timor belum memahami cara penanganan gigitan anjing. ”Mereka hanya taruh kopi di luka. Mereka kira itu sudah sembuh. Padahal, kalau ada virus rabiesnya, bahaya. Virus tetap ada kalau tidak divaksin,” ujar guru sekolah dasar itu.