Petani Ngada Kembangkan Budidaya dan Wisata Kopi Arabika Organik
Pengembangan budidaya kopi arabika di Ngada dilakukan bertahap selaras dengan pembangunan destinasi wisata kopi.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
BAJAWA, KOMPAS — Penanaman kopi arabika organik terus diperluas di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Budidaya kopi dibangun selaras dengan pengembangan destinasi wisata kopi.
Ketua Kelompok Tani Nola Wonga Woloweo, Kecamatan Bajawa, Ngada, Felix Soba mengatakan, budidaya kopi arabika organik perlahan mulai bangkit. Sejumlah kelompok tani kopi menyadari pentingnya budidaya kopi untuk meningkatkan ekonomi keluarga. Penanaman pun terus diperluas.
”Sebagian kelompok mulai sadar dan fokus pada tanaman kopi arabika jenis lini S,” kata Felix, Jumat (2/2/2024).
Di Ngada terdapat sekitar 120 kelompok tani kopi. Satu kelompok beranggotakan 20-30 kepala keluarga. Sebagian kelompok membudidayakan kopi arabika bersama dengan tanaman keras, sayuran, dan tanaman buah.
Kelompok tani kopi gencar memperluas penanaman kopi setelah disiapkan 15.000 bibit kopi Arabica lini S. Bibit dibagikan kepada 23 anggota kelompok.
Di kelompok tani Nola Wonga, setiap anggota memperoleh sekitar 500 bibit kopi. Bibit kopi ditanam dengan memanfaatkan lahan tidur. Luasnya mencapai 18 hektar yang dikelola 23 keluarga petani kopi.
Luas lahan tersebut, menurut, masih bisa dikembangkan. Tidak hanya lahan milik kelompok Nola Wonga, seluruh kawasan Ngada dinilai masih berpotensi untuk pengembangan budidaya kopi.
Proses pembibitan berlangsung 8-12 bulan. Pembibitan diambil dari pohon kopi indukan berkualitas. Pada usia dua tahun, setelah penanaman, kopi sudah bisa berbuah. Masa puncak produksi 5-10 tahun. Pada usia 15 tahun, tanaman kopi itu harus diganti karena produksi mulai menurun.
”Sekarang kami pakai sistem tanam pagar ganda, yakni jarak tanam 2,5 meter x 1,5 meter sehingga 1 hektar bisa menghasilkan 3.200 tanaman kopi, katanya. Hasilnya bisa mencapai 1 ton biji kopi per hektar.
Ia mengatakan, peningkatan produksi kopi bukan dengan cara pemupukan kimia. Pemupukan murni memanfaatkan bahan alam. Produksi dipacu dengan menambah jumlah tegakan pohon di areal 1 hektar. Dengan demikian, untuk memacu produktivitas kopi, ekstensifikasi dan intensifikasi bisa diterapkan.
Selain itu, ditanam pohon-pohon pelindung kopi. Selama proses tumbuh kembang, tegakan terus dirawat sehingga menghasilkan buah yang berkualitas. Hasil panen diolah agar bisa memenuhi kebutuhan ekspor.
Destinasi wisata
Budidaya kopi arabika berjalan selaras dengan pengembangan destinasi wisata. Di kelompok tani Nola Wonga, wisata kopi diperlengkapi dengan pembangunan homestay, tempat rekreasi, dan MCK. Selain itu, kelompok tani mempersiapkan tenaga pemandu wisata kopi. Pemandu dibekali pengetahuan tentang kopi dan budaya lokal di Ngada.
”Sedang disurvei lahan kopi lainnya yang layak jadi destinasi wisata,” tambahnya.
Anton Nuwa (45), anggota kelompok tani Nola Wonga, mengatakan, budidaya kopi sudah mulai menghasilkan pada usia dua tahun. Ia memiliki 1 hektar lahan kopi, tetapi ingin mengembangkannya lagi karena lahan potensial masih sekitar 2 hektar.
Melalui usaha budidaya kopi, ia bisa menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi, membangun rumah, dan membuka usaha lain. Anton tidak berniat mengalihfungsikan lahan kopi yang ada untuk tanaman lain.
Ketua kelompok petani kopi Berdikari di Desa Radabata dan Radabata 1, Kecamatan Golewa, Ngada, Marselina Walu, mengatakan tahun ini tidak memperluas lahan perkebunan kopi. Namun, mereka melakukan rehabilitasi lahan yang sudah ada, yakni seluas 13 hektar, melalui penanaman kopi arabika.
Menurut rencana, pada musim hujan 2024-2025 dilakukan perluasan lahan kopi bagi anggota kelompok tani. Perluasan lahan kopinya bertahap sesuai kesanggupan petani yang merawat.
Ahli penguji mutu kopi ini mengatakan, petani tidak hanya fokus pada kopi, tetapi juga jagung, padi, dan jenis komoditas pertanian lain. Ada pula petani yang menggunakan sistem tumpang sari. Perkebunan kopi diselingi tanaman singkong, keladi, dan jagung. Sementara pada musim kemarau, lahan diselingi tanaman hortikultura seperti wortel, kol, kentang, dan sawi.
Data luas lahan kopi arabika dan robusta di Ngada tahun 2017 mencapai 8.000 hektar, tetapi menyusut menjadi 6.000 ha pada 2022. Penyusutan akibat konversi lahan ke tanaman hortikultura, jahe, dan tanaman lain. Kopi dinilai lamban menghasilkan uang dibandingkan tanaman hortikultura, jahe, dan lainnya.
Lewat program ekstensifikasi dan intensifikasi serta wisata kopi, petani diharapkan makin sejahtera. Cerita kopi pun dapat semakin meluas.