Seruan UII: Setiap Pejabat Negara yang Ikut Kampanye Harus Mundur
Universitas Islam Indonesia menilai adanya darurat kenegarawanan di Indonesia.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Setiap pejabat yang memiliki akses terhadap sumber dana negara dan terlibat sebagai tim sukses atau ikut dalam kampanye salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden wajib mundur dari jabatannya. Upaya mundur ini menjadi satu-satunya jalan untuk menunjukkan netralitas dan tidak ada penyalahgunaan dana negara untuk kepentingan golongan tertentu.
”Potensi konflik kepentingan selalu ada. Mundur adalah pilihan yang semestinya dijalankan karena ketika seseorang masih dalam jabatannya sebagai pejabat negara dan ikut dalam kampanye, kita tidak bisa menjamin bahwa jabatan tersebut kalis, bersih dari kepentingan politik,” ujar Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Fathul Wahid saat ditemui dalam pembacaan pernyataan sikap sivitas akademika UII bertajuk ”Indonesia Darurat Kenegarawanan” di Auditorium Prof KH Abdul Kahar Muzakkir di Kampus Terpadu UII, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, DIY, Kamis (1/2/2024).
Secara khusus, UII juga menyerukan kepada Presiden Joko Widodo untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber dana negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.
”Presiden harus menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan,” ujarnya.
Presiden juga diminta untuk berhenti memanfaatkan institusi kepresidenan guna memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakannya kepada salah satu pasangan calon tertentu.
”Presiden harus bersikap netral dan adil karena dia adalah pemimpin untuk semua kelompok dan golongan dan bukan untuk sebagian kelompok saja,” ujarnya.
Ketika kemudian pernyataan sikap ini tidak ditanggapi dan Presiden Jokowi masih terus menunjukkan keberpihakannya, Fathul menuturkan, masyarakat yang sudah semakin cerdas nantinya akan bisa melihat dan menilai semuanya sendiri. Semua penilaian terhadap kondisi tersebut diyakini akan berimplikasi pada keputusan masyarakat untuk memberikan suara dalam pemilihan presiden (pilpres) mendatang.
Selain mengkritisi Presiden Jokowi, UII juga menyerukan agar MPR dan DPR menjalankan fungsi dan tugasnya, mengawasi serta memastikan kinerja apemerintahan agar tetap berjalan sesuai dengan koridor konstitusi dan hukum.
UII juga mengajak segenap masyarakat untuk memastikan pemilu berjalan jujur, adil, dan aman.
”Kita harus bersama-sama mewujudkan agar pemerintahan yang baru nantinya adalah pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan pada suara rakyat,” ujarnya.
Pernyataan sikap ini dibuat oleh dosen, staf pengajar, mahasiswa, hingga sejumlah alumnus UII. Pernyataan bersama ini dibuat bermula dari keprihatinan terhadap perkembangan politik nasional yang semakin lama semakin menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan.
UII juga mengajak segenap masyarakat untuk memastikan pemilu berjalan jujur, adil, dan aman.
Kondisi tersebut dinilai mereka kian diperburuk oleh majunya anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden 2024, di mana proses pencalonannya didasari oleh keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap telah diintervensi oleh kepentingan politik. Kekecewaan terhadap pemerintahan pun kian bertambah karena Presiden Jokowi menyatakan dirinya boleh berkampanye dan berpihak.
Setelah sebelumnya kalangan sivitas akademika UGM membuat petisi dengan seruan serupa, UII menyusul. Ke depan, diharapkan kampus-kampus lain juga menyerukan suara yang sama karena kampus adalah pengawal jalannya demokrasi di Indonesia.
Mukmin Zakie, dosen Fakultas Hukum UII, mengatakan, semua perilaku dan tindakan yang dilakukan oleh Presiden Jokowi selama beberapa waktu terakhir dirasa menodai nilai-nilai demokrasi yang sudah diperjuangkan masyarakat sejak era reformasi.
”Ketika hasil perjuangan dinodai dan dihina, maka tidak ada lagi yang bisa kita serukan kecuali, lawan!” ujarnya. Dia mengajak semua elemen, termasuk mahasiswa, untuk bersama-sama menyerukan suara perlawanan terhadap kondisi yang terjadi saat ini.