Budidaya Bambu untuk Kehidupan Lebih Baik di NTT
Upaya konservasi lahan dilakukan di NTT dengan menanam bambu di lahan seluas 500 hektar di tujuh kabupaten.
Problem kekeringan hingga lahan kritis serasa identik dengan sebagian wilayah Nusa Tenggara Timur. Beragam upaya dilakukan untuk mengatasi persoalan itu, salah satunya lewat budidaya bambu.
Pada musim hujan tahun ini, Yayasan Bambu Lestari bersama masyarakat di tujuh kabupaten di Nusa Tenggara Timur menanam bambu di lahan seluas 500 hektar. Penanaman dilakukan di kawasan hutan sosial masyarakat, lahan tandus, dan sumber-sumber mata air.
Penanaman ini merupakan bagian dari program Forestand Other Land User (FOLU) Net Sink 2030, sebuah inisiatif mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan dan lahan dengan target tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030. Selain penanaman bambu, Yayasan Bambu Lestari juga menggelar pelatihan pembuatan biochar atau arang, serta laminasi bambu (pembuatan papan atau balok kayu dari bambu) bagi pelaku UMKM.
Diketahui, bambu merupakan jenis tumbuhan yang mampu berkontribusi mengendalikan iklim terutama merestorasi lahan kritis, mengurangi pemanasan global, dan mengonversi air dan tanah. Jenis bambu yang ditanam adalah petung. Tanaman ini sudah familiar tumbuh di daratan Flores.
Rencana penanaman itu dilakukan awal Desember 2023 sesuai prediksi musim hujan tiba. Namun, karena fenomena El Nino, musim hujan di NTT bergeser ke pertengahan Januari 2024. Adapun persiapan penyediaan bibit bambu yang akan ditanam baru dimulai akhir Januari. Bibit bambu itu akan ditanam awal Februari 2024.
Baca juga: Budidaya Bambu Solusi Mengatasi Kekeringan dan Lahan Kritis di NTT
Koordinator Program Yayasan Bambu Lestari Kabupaten Ende, NTT, Anita Yuyun mengatakan, penanaman bambu di Ende didukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak tahun 2022. Saat itu bambu ditanam di lima kecamatan yang tersebar di 11 desa. Luasannya mencapai 25 hektar.
Satu rumpun bambu bisa menghasilkan 5.000 liter air.
Pada tahun 2023, penanaman dilanjutkan di lahan seluas 27 hektar. Prioritas penanaman di areal lahan tandus dan gersang, sumber-sumber mata air, dan areal bantaran sungai, serta lereng-lereng bukit.
”Tahun 2024 ini kami terlibat dalam program Forestand Other Land User atau FOLU Net Sink 2023,” kata Anita.
Empat kelompok tani terlibat aktif dalam kegiatan budidaya bambu ini. Masing-masing kelompok beranggotakan 30-50 orang. Total ada 150 petani yang terlibat.
”Tidak ada upah khusus bagi mereka, hanya uang stimulus bagi mereka. Terpenting, dampak dari budidaya bambu ini 3-4 tahun ke depan bisa dirasakan warga,” kata Anita.
Ia menambahkan, budidaya bambu ini juga bagian dari edukasi terhadap masyarakat tentang pentingnya bambu bagi lingkungan dan menopang ekonomi warga.
Baca juga : Bambu, Pengawal Utama Bendungan dan Sumber Air di NTT
Konservasi air
Satu rumpun bambu bisa menghasilkan 5.000 liter air. Sejak dilakukan penanaman tahun 2022, beberapa debit sumber air di sekitar kawasan hutan bambu tidak lagi menurun seperti tahun-tahun sebelumnya. Diharapkan pada tahun 2025-2026 sudah bisa muncul sumber air di sekitar kawasan hutan bambu seperti yang terjadi di Nagekeo.
Di wilayah utara Kabupaten Ende, setiap musim kemarau tiba selalu terjadi kekeringan cukup parah. Sejumlah sumber air mengering hingga masyarakat kesulitan mendapatkanair bersih. Wilayah Ende selatan cukup hijau, tetapi juga tidak luput dari ancaman kesulitan air bersih selama musim kemarau.
Ketua Program Yayasan Bambu Lestari Nurul Firmansyah mengatakan, penanaman 50.000 bibit bambu lokal di lahanseluas 500 hektar itu tersebar di tujuh kabupaten, yakni Ende, Manggarai, Manggarai Timur, Manggarai Barat, Ngada, Nagekeo, dan Sikka.
Baca juga: Bambu, Penopang Ekonomi Keluarga "Mama-Mama" di Flores
”Tahap awal kami identifikasi lokasi tanam, persiapan bibit bambu bersama Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Dinas Kehutanan Provinsi NTT di masing-masing kabupaten. Program ini didukung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan pemkab setempat. Selain itu, juga mendapat dukungan dari lembaga gereja, NGO (lembaga swadaya masyarakat) lokal, dan beberapa kampus perguruan tinggi setempat,” kata Nurul.
Selain penanaman bambu, Yayasan Bambu Lestari pada 26-30 Januari 2024 juga mengadakan pelatihan pembuatan biochar dan asap cairberbahan dasar bambu bagi 20 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Labuan Bajo. Pesertanya perempuan (mama-mama) dari Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur.
Biochar sebagai bahan padat yang kaya akan karbon merupakan hasil konversi dari limbah atau sampah organik yang diproses melalui pyrolysis. Bambu dibakar secara tidak sempurna atau dengan suplai oksigen yang terbatas.
Biochar menjadi media untuk memperbaiki kesuburan tanah. Selain meningkatkan kapasitas tanah dalam menahan air, biochar juga memperbaiki struktur, porositas, danformasi agregat tanah. Keberadaannya juga meningkatkan mikroba, jamur mikoriza dalam tanah, dan menstimulasi rhizobium atau jamur perombak nitrogen dalam tanah.
Baca juga: Biochar dan Kompos Memulihkan Lahan Pertanian yang Terkontaminasi Logam Berat
”Jadi, biochar sebagai media tumbuh mikroba tanah dan meningkatkan kesuburannya dengan adanya mikroba pembenah tanah. Dengan demikian, tanah tandus, kering, dan gersang bisa berubah menjadi tanah subur. Biochar ini tidak hanya untuk tanaman bambu, tetapi juga semua jenis tanaman,” kata peneliti senior di Yayasan Bambu Lestari, Profesor Elizabeth Widjaya.
Selain itu, dilakukan pula pelatihan pengawetan batang bambu dan laminasi bambu standar UMKM. Peserta pelatihan diajari cara memotong, menyayat, dan hal-hal teknis lain untuk pembuatan kursi, meja, rak belajar, lemari buku, dan berbagai perabot lain.
”Bambu sangat kaya manfaat bagi manusia dan lingkungan,” katanya.