Lembah Hijau Sukses Lakukan “Breeding” Berbagai Satwa Langka
Lembaga Konservasi Lembah Hijau di Kota Bandar Lampung telah berhasil mengembangbiakkan berbagai satwa langka.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Lembaga Konservasi Lembah Hijau di Kota Bandar Lampung, Lampung, berhasil mengembangbiakkan berbagai satwa langka secara eksitu. Beberapa satwa yang lahir di kebun binatang tersebut antara lain gajah, beruang madu, siamang, dan kakatua.
Keberhasilan breeding di Taman Satwa Lembah Hijau salah satunya ditandai dengan kelahiran dua bayi beruang madu pada 4 April 2023. Bayi beruang madu itu merupakan hasil perkawinan dua indukan yang berasal dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu melalui Seksi Konservasi Wilayah III Lampung.
Pada 7 Juli 2022, seekor bayi gajah sumatera berjenis kelamin jantan juga lahir di kebun binatang itu. Kelahiran bayi gajah di lembaga konservasi eksitu ini merupakan yang pertama di Sumatera.
Komisaris Utama Taman Wisata dan Taman Satwa Lembah Hijau M Irwan Nasution menuturkan, keberhasilan breeding di lembaga konservasi itu berkat kerja sama dan dukungan semua pihak. Sejak awal membangun taman satwa itu, pihaknya memang memperhatikan animal welfare atau kesejahteraan satwa.
Menurut dia, Taman Satwa Lembah Hijau dibangun dengan menganut sistem modern. Satwa tidak dikerangkeng, tetapi menerapkan sistem kandang open exhibit dengan pohon-pohon besar seperti kondisi di alam.
Saat Kompas mengunjungi taman satwa tersebut, suasana menuju area kandang dipenuhi tanaman dan pohon-pohon besar. Berbagai jenis pohon, seperti merbau, tangkil, durian, dan rambutan, membuat suasana terasa rimbun dan segar. Bunyi tonggeret terdengar seakan berada di dalam hutan.
Berbagai satwa langka, seperti beruang madu, siamang, harimau, dan orangutan tampak sehat di kandangnya. Seekor siamang, misalnya, asyik bergelantungan di pohon besar. Suaranya terdengar nyaring memecah kesunyian di taman satwa itu.
Satwa lain, seperti beruang madu dan orangutan, juga bergerak aktif. Area kandang yang dibuat terbuka membuat pengunjung dapat melihat satwa-satwa itu dengan mudah.
Sementara dua harimau sumatera yang dirawat di sana terlihat sedang berteduh di bawah pohon. Adapun lima gajah sedang ”digembalakan” oleh pawangnya di kebun terbuka yang masih masuk area kebun binatang tersebut.
Irwan menerangkan, pada awal berdiri tahun 2007, Lembah Hijau merupakan tempat penangkaran satwa. Pengelola kemudian mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai taman satwa/lembaga konservasi pada 2010.
Untuk membangun ”rumah” bagi berbagai satwa, Irwan mengaku telah belajar dan berkeliling ke banyak kebun binatang di Indonesia dan luar negeri. Salah satunya adalah berkunjung ke Singapore Zoo dan mengadopsi bentuk kandang dari kebun binatang tersebut.
”Kami ingin memenuhi semua kebutuhan satwa agar mereka nyaman. Kami juga melibatkan ahli untuk mengarahkan tim sehingga proses pengembangbiakan bisa berhasil,” tutur Irwan saat ditemui di Bandar Lampung, Senin (29/1/2024).
Saat ini terdapat sekitar 400 satwa yang dirawat di kebun binatang itu. Dari 66 jenis satwa yang ada, 51 jenis di antaranya merupakan satwa dilindungi, sementara 15 jenis satwa lainnya tidak dilindungi.
Ia menambahkan, pihaknya ingin berperan membantu pemerintah dalam upaya pelestarian berbagai satwa langka. Karena itulah, pengelola melakukan upaya breeding semaksimal mungkin di kebun binatang tersebut.
Selain itu, pihaknya juga turut membantu mengevakuasi satwa yang terkena jerat di hutan. Terakhir, seekor harimau sumatera dievakuasi ke Lembaga Konservasi Lembah Hijau karena terkena jerat pemburu di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan pada 2019.
Kaki depan sebelah kanan harimau itu terpaksa diamputasi karena luka parah. Satwa langka yang diberi nama Kyai Batua itu menjalani konservasi eksitu hingga saat ini bersama seekor harimau betina bernama Vidi yang didatangkan dari Taman Satwa Taru Jurug, Kota Solo.
Manajer Taman Satwa Lembah Hijau Rasyid Ibransyah mengungkapkan, tantangan dalam upaya pengembangbiakan satwa salah satunya adalah pola kawin monogami beberapa satwa, seperti siamang dan kakatua. Satwa itu harus dipantau dengan ketat sejak kecil hingga dewasa sehingga pawang atau keeper bisa mengetahui pasangannya.
Ia menambahkan, cuaca ekstrem saat ini juga membuat kondisi satwa rentan sakit. Untuk mencegah penularan virus, petugas secara rutin menyemprotkan disinfektan di sekitar area kandang. Pengelola juga memberikan makanan bergizi dan vitamin untuk para satwa. Ketika ada satwa sakit, satwa tersebut langsung dikarantina agar penyakitnya tidak menular.
”Kami juga melengkapi satwa dengan vaksin-vaksin yang dibutuhkan untuk mencegah penyakit, seperti rabies, polio. Tak hanya satwa, keeper diberikan vaksin untuk mencegah penularan penyakit berbahaya dari manusia ke satwa atau sebaliknya,” kata Rasyid yang juga seorang dokter hewan.
Taman Satwa Lembah Hijau juga mempunyai klinik untuk memeriksa satwa yang sakit. Berbagai pemeriksaan, seperti tes darah, juga bisa dilakukan. Untuk pemeriksaan penyakit pada satwa, pihaknya juga bekerja sama dengan Balai Veteriner Lampung.
Menurut dia, hingga saat ini, tidak ada penyakit serius yang menyerang satwa-satwa di kebun binatang tersebut. Sejumlah satwa yang mati, seperti Banteng sekitar tahun 2014, terjadi karena satwa liar itu sudah tua. Selain itu, ada juga beberapa burung pelican yang sakit dan mati di tahun yang sama. Satwa-satwa yang mati tersebut sudah dilaporkan kepada pemerintah.